Pantang Menyerah.

3.5K 139 20
                                    

Gue nggak akan bosan sampai lo jatuh ke pelukan gue.

÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷

"Caca pulang!!!"

Gadis itu melemparkan tasnya ke sofa, kemudian cepat-cepat menuju ke dapur untuk minum. Karena selama perjalan pulang, tenggorokkannya sudah sangat kering.

"Ah... leganya..."

Akibat dari sikap cueknya itu. Ia sampai lupa pada orang yang telah mengantarnya pulang. Iya, Alvaro masih berada di depan rumah Caca. Marissa yang baru saja pulang dari rumah tetangga, sedikit penasaran melihat anak laki-laki masih berdiri di samping motornya.
Dia pun segera masuk untuk bertanya ke pada Caca.

"Caca. Itu siapa di depan? Kok nggak di suruh masuk dulu?" ucap Marissa.

Caca menyemburkan air yang belum sampai ke kerokongan, ia hampir lupa kalau cowok itu masih ada di sana. Marissa yang terlihat bingung, jadi semakin penasaran. Caca yang mengetahui ekspresi 'Kepo' Mamanya. Seketika dia langsung memasang wajah jutek. Melihat reaksi anak gadisnya yang sepertinya tidak perduli. Marissa pun memutuskan untuk menghampiri remaja laki-laki itu.

Alvaro yang semula sedang asik menatap sekeliling. Dia terkejut saat wanita paruh baya yang baru saja masuk, kini menghampirinya. Dengan perasaan yakin Alvaro benar-benar menduga kalau wanita itu adalah Mama Caca, yah.... walaupun, dugaanya itu tidak sepenuhnya salah sih...

"S–selamat ma–lam Tante." ia menyapa dengan sopan, sambil mencium punggung tangan Marissa.

"Selamat malam. Eh, maaf. Kamu siapanya Caca ya?"

"Oh, kebetulan saya temen sekolahnya Caca tante." cowok itu menjawab dengan sedikit kikuk.

"Kok nggak mau masuk dulu? Apa, kalian lagi berantem?"

"Eh, e–enggak kok Tante. Caca memang kaya gitu ke saya, jutek. Hehe." Marissa tersenyum. Dalam benaknya rasa penasaran itu semakin besar. Apa yang membuat Caca sampai begitu benci dengan anak laki-laki ini, padahal kan dia tampan...

"Yasudah kalau gitu, masuk dulu kedalam. Nanti, kalau Caca nggak mau, kamu bisa ngobrol sama tante."

"Eh, eng, anu, eng-enggak usah tante. Kebetulan, udah malam, takut mama saya khawatir."

Bulshit!

Tentu saja dia senang. Tapi mengingat baru pertama kali datang kesini. Alvaro juga harus punya sopan santun kan. Walau kebetulan, memang benar. Ia tidak mau membuat Mamanya khawatir karena pulang terlambat. Mungkin lain kali dia pasti akan lebih senang kalau bisa mendapatkan kesempatan berbicara lagi dengan... ' Calon Mertua. '

"Yasudah kalau gitu,"

"Eh, yaudah Tante. Kalau begitu, saya pamit permisi, selamat malam." Varo mencium punggung tangan Marissa lagi.

"Malam."

Setelah kepergian Alvaro. Marissa mengerutkan dahi seperti tengah melupakan sesuatu, ia juga sempat melihat dari gerak-gerik si anak cowok itu.

Bisa di pastikan kalau dia menaruh hati pada anak gadisnya. Marissa mengingat-ingat lagi apa yang tadi ia lupakan saat berbicara dengan anak itu.

"Oh iya, namanya siapa ya?" ucapnya sambil menggigit ujung kuku jarinya.

"Hmmm, nanti biar aku coba tanya sendiri deh sama Caca."

Caca, tengah asyik duduk di sofa, menonton kartun, sambil mengunyah camilan yang ada di tangannya. Marissa menggelengkan kepala melihat kelakuan anak gadisnya. Yah, biarpun sikap anaknya sedikit tidak wajar. Tapi setidaknya dia bangga memiliki anak seperti Felica, yang cantik dan juga pintar.

Alvaro Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang