Bab 17: Wa'alaikumsalam Solusi

1K 40 0
                                    

"Dari mana kamu bisa tau?"

....

"Lya," panggil seseorang dengan suara parau.

"Apa lagi!"

Bayu hanya diam tak berkutik, melihat mata Ilya yang sembab, suaranya yang serak. Hatinya hancur, masalah yang mereka hadapi begitu rumit. Tak hanya satu masalah, tetapi beberapa masalah lainnya. Mengapa setiap kebahagian yang muncul selalu membawa begitu banyak luka yang tersusun. Begitu banyak masalah yang datang beruntun. Apa ini yang dinamakan kebahagian?

"Lya, maafin Mas. Lya, tolong dengerin penjelasan Mas dulu," pinta Bayu.

"Mau jelasin apa lagi, emangnya tadi itu belum cukup jelas. Mas, lebih baik Lya yang ngerelain Mas, dari pada Annasya nekat mau bunuh diri lagi, dan satu hal lagi maaf Lya bukan perempuan yang sesuai dengan kemauan Mas, Assalamualaikum," ucap Ilya seraya bergegas pergi.

Bayu yang melihat Ilya pergi begitu saja, hanya bisa diam tak berkutik. Mengapa semuanya jadi semakin kacau? Semuanya menjadi semakin rumit?

****

Ilya berjalan menuju gerbang utama kampus, beberapa pasang mata menatapnya dengan tatapan mengerikan. Ilya tak begitu menghiraukan dan langsung memasuki angkot yang berhenti tepat di depannya.

Angkot melaju dengan kecepatan sedang, menerobos ramainya lalu lintas. Terik matahari seskan membakar jiwa dan raganya.

Bodoh Lya bodoh, udah tau di pulau itu ada kapal yang sedang singgah, dan dengan santainya kapalku singgah di tempat yang sama. Tapi kenapa, kenapa dia masih mengizinkan kapal lain untuk singgah, kenapa? batin Ilya.

****

Bayu yang tak tahan dengan kelakuan Annasya, yang sudah di luar batas. Menghampirinya dengan amarah, kekecewaan semua yang dirasakannya seakan-akan meluap begitu saja.

"Nasya," panggil Bayu dengan suara lantang.

Annasya menoleh ke arah sumber suara. Hatinya seakan bergetar hebat. Saat-saat di sinilah di mana Bayu lebih memilih menghampirinya dari pada Ilya. Walaupun apa yang dilakukannya barusan adalah hal nekat, tapi bagi Annasya semua terbayarkan dengan hancurnya rumah tangga Bayu.

"Kenapa?"

"Kamu bilang kenapa? Aku enggak pernah semarah ini sama perempuan. Karena aku menjunjung tinggi perempuan, tapi kali ini tidak untukmu. Maksud kamu apa?" ucap Bayu datar. Ia mencoba untuk tidak terlalu meluapkan emosi di depan seorang perempuan.

"Aku sayang sama kamu, Bayu. Aku enggak mau kehilangan kamu. Udah dari kecil aku nyimpen perasaan ini sendirian," ucap Annasya tanpa perasaan bersalah.

Bayu hanya menggeleng-gelengkan kepalanya tak percaya, bahwa Annasya bisa segila ini. "Sya, aku enggak bisa, Lya itu istri aku sekarang. Aku udah mengikat janji suci dengan dia. Mau segila apa pun kamu, aku tetap enggak bisa. Dan aku mohon jangan lakukan hal gila itu lagi."

"Kamu lebih milih Lya dari pada aku, apa untungnya kamu punya dia, cantik iya? atau jangan-jangan seksi iya?"

Kesabaran Bayu benar-benar diuji. Kata-kata Annasya menyerupai pedang yang siap menebasnya kapan saja. Ini bukan seperti Annasya yang ia kenal. Annasya yang selama 10 tahun ini terus bersamanya. Kalau seperti ini Annasya bisa saja kehilangan harga dirinya karena mengemis cinta dari seorang laki-laki.

"Maaf, Sya. Aku enggak bisa, kalau kamu pikir Lya serendah itu, tapi bagiku Lya adalah segalanya. Aku tak pernah memandang fisik, tapi aku memandang hati. Siapa di sini yang benar-benar bersikap jujur dan bukan berpura-pura untuk baik."

Annasya mengerutkan keningnya tak percaya, bahwa Bayu lebih memilih perempuan murahan seperti itu. Dari pada memilihnya yang secara garis besar adalah impian semua laki-laki.

"Jadi, maksud kamu aku pura-pura baik?"

Bayu tersenyum licik, inilah saat-saat di mana kesempatannya untuk berbicara dan menyelesaikan masalah terbuka lebar. Annasya memang suka terjebak dalam sebuah masalah, yang membuatnya tak bisa keluar dari zona masalah. Namun, itu jugalah peluang untuk dirinya menjelaskan dengan detail.

"Kata siapa kamu pura-pura. Aku enggak pernah bilang kamu pura-pura. Aku telpon orang tua kamu dulu ya," ucap Bayu dengan senyum kemenangan.

"Ngapain telpon mereka, lagi pula mereka juga nggak bakal peduli."

"Kamu salah Sya, di dunia ini enggak ada orang tua yang enggak peduli sama anaknya. Mereka semua mencintai anaknya dengan cara mereka sendiri."

"Maksudnya?" tanya Annasya.

Bayu tersenyum, "Kamu harus tau Sya, kalau orang tua kamu sayang sama kamu. Kamu bayar kuliah masih dibayarin, kan? Kamu bayar kosan itu juga orang tua kamu yang bayarin. Mereka banting tulang cari uang cuma buat kamu. Tapi apa kamu malah bikin orang tua kamu kecewa dengan percobaan bunuh diri, jadi aku mohon kamu jangan lagi bertindak gila. Di mana keimanan kamu yang selalu kamu junjung tinggi," ucap Bayu panjang lebar.

Annasya terhenyak diam, apa benar orang tuanya menyayanginya. Bagaimana Bayu bisa tau kalau orang tuanya benar-benar sayang padanya.

"Dari mana kamu, bisa tau?" tanya Annasya sekali lagi.

"Buktinya mereka selalu telpon aku, diakhir minggu. Mereka nanyain kabar kamu, kata mereka nomor kamu nggak bisa dihubungi."

Saat itu juga Annasya mengalirkan air mata, ia merasa bersalah pada kedua orang taunya. Yang membuatnya semakin bersalah adalah ia telah memblokir nomor kedua orang tuanya. Seandainya ia tak melakukan itu, mungkin dirinya tidak akan menjadi seperti ini.

****

Ilya menghapus air matanya, ia mengemasi semua perlengkapannya. Sebelum ia benar-benar pergi. Ia menuliskan sebuah surat teruntuk Bayu. Surat yang sudah menjadi keputusannya. Surat yang akan mengubah semuanya.

Assalamualaikum,
mungkin saat Mas baca surat ini Lya udah enggak ada di rumah. Lya minta maaf belum bisa jadi istri yang baik buat Mas. Lya tau gimana perasaan Annasya saat orang yang dia cintai memilih orang lain, itu sakit. Oleh karena itu, Lya enggak mau egois soal perasaan Lya. Lebih baik Mas jauhin Lya, tenangin Annasya. Karena sebenarnya yang paling butuh ketenangan bukan Lya, melainkan Annasya. Lya masih punya keluarga yang sayang sama Lya, sementara Annasya, dia udah nggak punya siapa-siapa lagi. Lya janji enggak bakal nangis lagi. Tolong hargain keputusan Lya, yang memilih untuk pergi. Dalam beberapa hari ke depan Lya bakal kirim surat cerai itu sendiri. Lya yang bawain sebagai tanda perpisahan baik-baik dari Lya. Terima kasih.
Wassalamualaikum.

Tertanda

Ilyana Shumaila Nayyara

Setelah selesai menulis surat itu Ilya menaruhnya tepat di atas meja ruang tamu. Bergegas pergi dari rumah yang semula memberikannya kebahagian, walau hanya sementara.

Ia pergi menemui Kak Sheva, yang rumahnya tak begitu jauh dari sini. Hanya berjarak kurang lebih 20 km dari rumahnya. Untung saja Sheva sedang berada di rumah dan siap menunggunya datang. Ilya menceritakan semuanya pada Sheva, Sheva hanya mengangguk dan membiarkan Ilya untuk tinggal di rumah ini lagi.

....

Sudahkan anda tersenyum hari ini?

Hijrah Bersama ImamkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang