Bab 20: Hijrah Bersama Imamku

1.3K 45 0
                                    

Ilya yang sudah kesal dengan sikap Bayu yang hanya diam dan tidak meresponya. Kembali mendaratkan cubitan mautnya di pinggang Bayu. Ia tak peduli jika Bayu sudah mengerang kesakitan.

"Lya, ampun, Lya." Cubitannya semakin keras, Ilya sudah kehilangan kesabarannya dalam menghadapi Bayu. Setelah cukup puas menyiksa Bayu, Ilya melepaskannya dengan senyum kepuasan.

"Lya, Mas nggak mau pisah sama Lya. Sampai kapan pun. Dan Lya, akan jadi milik Mas sampai kakek-nenek nanti."

"Terserah!"

Ilya membalikkan badannya, terkadang rasa keras kepala Bayu sangat sulit untuk di luluhkan. Percuma saja, sekuat apa pun keinginannya, semua tidak akan berarti jika Bayu sudah memutuskan. Kecuali kalau Ilya benar-benar sedang marah.

Satu hal yang tidak bisa ia ubah adalah rasa cinta pada Bayu. Sebenci apa pun Ilya pada Bayu, itu tidak akan mengubah besarnya cinta yang telah tercipta.

"Lya, kok marah?" bujuk Bayu.

"Lya," panggilnya lagi.

"Lya, jangan ngambek dong."

Ilya yang tak tahan dengan godaan Bayu pun tersenyum, senyum yang selama ini hilang kembali seperti semula. Bahkan senyum untuk kali ini begitu tulus dari hati yang paling dalam.

"Nah, gitu dong senyum, kan manis," goda Bayu seraya terkekeh.

"Emangnya Lya gula apa manis," ucap Ilya seraya terkekeh.

Mereka pun akhirnya tertawa bersama, seperti tak ada kejadian serius sebelumnya. Melepaskan segala kerisauan hati yang terus terbentuk hingga membuat mereka seakan saling membenci. Namun, tak ada yang bisa mengalahkan cinta yang tulus. Apalagi cinta yang datang karena Allah, karena semua yang berawal dari Allah, akan berakhir pula padanya.

Jadi jika Allah tetap menyatukan Ilya dan Bayu, tak akan ada yang bisa memisahkan mereka. Badai sekalipun tidak akan pernah bisa memisahkan, jika itu sudah menjadi kehendak Allah.

****

"Lya," panggil Bayu pelan.

"Iyaa," balas Ilya singkat.

"Lya, nggak usah takut lagi. Mas akan selalu jagain Ilya terus, Ilya enggak usah takut kalau ada yang ngomongin Lya di belakang. Seharusnya Lya seneng."

Ilya tak mengerti maksud dari kata-kata Bayu, mana ada orang yang diejek malah senang. Apa otak Bayu sudah berubah, hingga bisa berpikir seperti itu. Ilya tetap menggeleng-gelengkan kepalanya tak paham dengan apa yang dibicarakan Bayu.

"Kenapa harus seneng, bukannya kalau diejek itu bikin sakit hati."

"Ya emang, tapi kita juga harusnya seneng. Karena apa? Mereka sedang membagi-bagikan pahalanya pada kita."

"Pahala, gimana caranya?" tanya Ilya yang semakin penasaran dengan kata-kata Bayu.

Bayu tersenyum, sifat Ilya yang selalu ingin tahu selalu membuatnya terlihat lucu. Ia akan terus bertanya, sampai pertanyaannya terjawab habis. Setelah itu Ilya akan diam dan mencerna baik-baik kata-kata yang ia tanyakan.

"Karena mengunjing orang lain sama saja perbuatan tercela, dan orang yang sedang dibicarakan tetap dalam keadaan sabar walaupun ia tau bahwa dirinya sedang dibicarakan yang tidak-tidak. Dan pada saat itulah orang itu tanpa sadar telah memberikan pahalanya dan menggantinya dengan dosa."

Ilya terhenyak, ia masih mencerna perkataan yang dikatakan Bayu. Semuanya memang benar, mengapa dirinya harus merasa sakit hati, seharusnya Ilya bersikap bahwa dirinya bahagia, karena terus mendapat pahala yang mengalir tanpa ia harus melakukan apa-apa.

Hijrah Bersama ImamkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang