Bab 3: Terlambat!

1.3K 66 9
                                    


“Dengar ya, Lya. Itu artinya Allah cemburu, karena kamu lebih mencintai makhluknya melebihi cintamu pada sang pencipta. Cobalah untuk belajar mencintai Allah melebihi segalanya, dan cintailah dia karena Allah.”

****

“Bay, lo kenapa si dari kemarin, diem aja. Diajakin ngobrol malah ngelamun. Apa gara-gara, perkataan Lya kemarin?” tebak Nadir yang mulai risih dengan tingkah Bayu yang berubah menjadi pendiam.

Bayu hanya diam, tak berniat menjawab pertanyaan dari Nadir. Nadir adalah sahabatnya sejak kecil, yang sayangnya berbeda jurusan dengannya sekarang.

Bayang-bayang Ilya terus terlihat, kata-kata ‘Aku mencintaimu karena Allah’ terus saja berputar-putar, di pikiran Bayu. Bahkan Bayu sendiri belum sepenuhnya paham apa yang dimaksud Ilya.

“Woi! Bay,” panggil Nadir yang sudah gemas dengan sikap Bayu.

“Hm.”

“Lo udah nggak waras, ya? Diajakin orang ngobrol malah ham-hem-ham-hem.”

“Astaghfirullahaladzim, Nadir. Jaga omongan kamu, nggak boleh kayak gitu.”

“Serah lo, deh.”

Bayu terkekeh melihat ekspresi Nadir, raut wajahnya berubah masam. Bayu tak menghiraukan Nadir yang sudah mendengus kesal padanya. Mata Bayu teralihkan pada sesosok perempuan berhijab panjang yang sedang tersenyum dengan beberapa temannya.

“Nad,” panggil Bayu.

“Apa?” tanya Nadir yang kemudian mengikuti arah pandang Bayu. “Oh, Annasya.”

Bayu menatap Nadir lekat, tatapan mereka mengunci. Seakan ada ikatan batin di antara kedua sahabat ini, sehingga Nadir paham apa yang ingin disampaikan Bayu.

“Sana, samperin,” saran Nadir.

“Oke, duluan ya. Assalamualaikum,” pamit Bayu.

“Wa’alaikumsalam.”

****

“Lya,” panggil Sely yang mendapati Ilya berlalu di hadapannya dengan senyum lebar. Ia membawa sebuah paperbag berwarna biru di tangan kirinya.

Ilya mendengar suara seseorang memanggil namanya. Ia refleks menghentikan langkahnya dan berbalik menghadap Sely. Sely memiringkan kepalanya sebagai tanda penasaran dengan apa yang akan dilakukan Ilya.

“Itu apaan?” tanya Sely merebut paksa paperbag yang dibawa Ilya. Ia membuka dan mengintip isi di dalamnya. “Lo mau kemana?”

“Mau nyamperin pangeran gue,” ucap Ilya spontan.

“Pangeran?”

Ilya mengambil tas kertasnya kembali, “Dah, Sely.” Ilya membalikkan badannya seraya melambaikan tangan ke arah Sely.

Sely hanya membalas lambaian Ilya, beribu-ribu pertanyaan terus memutari pikirannya, Pangeran? gumam Sely.

Ilya menuruni beberapa anak tangga, untuk sampai di kantin kampus. Ilya seratus persen yakin bahwa laki-laki itu pasti di sana.

Jam menunjukan pukul 13.30 WIB. Tak salah lagi kantin akan ramai dengan orang-orang yang kelaparan. Materi yang disampaikan oleh dosen tak pernah membuat mereka kenyang, hanya empat sehat lima sempurnalah yang membuat mereka bisa beraktifitas kembali.

Ilya tak menemukan sosok yang ia cari. Namun, di satu sisi ia melihat sosok yang tak asing. Sosok yang katanya adalah sahabat Bayu. Bayu pernah bilang kalau namanya adalah Nadir. Gumamnya.

Hijrah Bersama ImamkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang