Kedua mata dengan alis hitam yang menghiasnya dengan rapi perlahan terbuka, berusaha menyesuaikan cahaya asing di sekitarnya. Althaf memandang sekitar, mencoba mengingat apa yang terjadi pada dirinya. Kepalanya berdenyut sakit, membuatnya kembali memejamkan mata di tengah hiruk pikuk dokter dan suster yang menangani pasien bercampur dengan bau khas rumah sakit.
Setelah pusing itu menghilang, Althaf segera bangun setelah melepaskan selang infus yang melekat di lengan kirinya. Althaf segera berjalan menuju meja administrasi untuk membayar tagihan perawatan yang ia terima. Namun jawaban perawat yang bertugas membuat dahi Althar mengernyit bingung.
"Tagihan nya sudah dibayar lunas mas, ini resep obatnya. Sepertinya pacarnya lupa memberitahu mas nya soal ini."
Pacar? Perempuan mana yang membawa Althaf ke rumah sakit bahkan membayar biaya perawatannya. Althaf hanya mengingat terakhir kali ia sedang bersama Rolan dan Lintang di ruangan karoeke. Althaf meraih kertas resep yang diberikan perawat kemudian berjalan menuju pintu keluar. Ia harus berusaha menemukan siapa yang menyelamatkan hidupnya hari ini.
Langkah Althaf tiba-tiba berhenti, ia tiba-tiba teringat sesuatu dan menepuk dahinya perlahan, "Aiss sialan motor gue masih di tempat karoeke!!"
Althaf mengeluarkan ponselnya dan mencoba menghubungi Lintang. Namun ia malah mendapatkan pesan lain yang langsung membuatnya segera menghentikan taksi, ia bahkan lupa untuk meminta Lintang mengamankan motornya.
"Pak bisa lebih cepat, saya lagi ada urusan penting."
~ A L T H A F ~
Althaf tiba dirumahnya dan menemukan beberapa orang tengah mengeluarkan barangnya dari rumah. lemari, televisi, kulkas, dan benda berharga lainnya dinaikan kedalam mobil truk. Bik Yuli terlihat kebingungan dan berusahan menghentikan orang-orang tersebut.
"Kalian siapa?" sentak Althaf kepada salah satu dari mereka.
Seorang yang sepertinya pemimpinnya mendekat dan menyerahkan sebuah surat kepada Althaf, "Rumah dan segala aset pak Taufik kami sita, karena beliau tidak mampu membayar hutang dan merugikan perusahaan. Segera kemasi barang-barang kalian karena rumah ini akan segera beralih tangan. Tenggat waktunya hingga besok."
Althaf membaca dengan seksama surat tersebut dan menemukan tanda tangan Taufik serta nominal hutannya. Kesal bercampur amarah membuat Althaf meremuk kertas tersebut dan membuangnya dengan kasar. Bik Yuli terduduk lesu menyadari kemalangan nasibnya dan juga majikannya tersebut, terutama pemuda yang kini menatap kosong sepatu yang dikenakannya. Althaf menarik nafas panjang dan mengatur emosinya, ini bukan saatnya untuk marah ataupun mengeluh.
"Sepertinya bik Yuli harus pulang ke rumah, untuk gaji bulan ini akan segera saya kirimkan. Maaf karena harus berhenti seperti ini." ucap Althaf dengan tulus meminta maaf. Ia bahkan terpaksa memecat Bik Yuli karena tidak mungkin mempekerjakan seseorang tanpa gaji.
"Iya bibik paham kondisi kamu, semoga cepat terselesaikan masalah kalian. Bibik pamit ya!" balas bik Yuli kemudian masuk ke dalam rumah untuk berkemas.
Althaf juga masuk ke kamarnya, barangnya bahkan tak terlalu banyak untuk dibawa. Ia membuka pintu balkon dan menatap jauh ke depan. Dunia tetap berjalan dengan baik setelah meledakkan kedamaian hidupnya.
Ponsel Althaf berdering, namun Althaf hanya menatap diam tak berniat menjawab panggilan tersebut. Ketika sang penelpon lelah, sebuah pesan muncul di layar.
'Jangan pergi kemanapun, Mama akan jemput kamu!'
Althaf mendengus, sesulit itukah untuk mendapatkan kebahagian dalam hidup?
~ A L T H A F ~
Adira hampir saja mengecat seluruh jempol kakinya ketika Rolan tiba-tiba masuk ke dalam kamarnya tanpa mengetuk pintu. Laki-laki itu bahkan dalam langsung menghempaskan tubuh di diatar kasur empuk milik adiknya.
"Kamar gua adanya pintunya, gak bisa lo ketuk dulu? Liat jempol kaki gue item semuaaaa..." teriak Adira tanpa aba-aba. Ingin rasanya ia mengecat gigi Rolan yang malah nyengir lebar tanpa dosa.
"Lebaykaulohhh hummalabaik, bagusan juga kalo di cat semua jempolnya."
Adira memutar bola matanya ke atas, malas berdebat dengan manusia astral satu ini. Ia memilih merapikan cat kukunya dan mengipasi agar cepat kering.
"Dek?"
"Hmm?"
"Abang boleh gak?"
"Apaan?" balas Adira tanpa menoleh, ia tau jika Rolan mendekat pasti sedang ada udang di balik batu.
"Ya boleh apa enggak?"
Adira menatap malas Rolan, "Bisa to the point aja gak? Kek dora lama-lama."
Rolan bangun dari tidurnya lalu menatap jahil Adira, ia duduk bersila seperti anak manis dengan senyum lebar.
"Mau pinjem duit? Gue lagi miskin."
"Dih sembarangan, dikira abang mata duitan." seru Rolan tak terima dengan pernyataan sepihak Adira.
"Padahal emang iya."
"Comblangin abang sama sepupunya Shinta dong, yang pernah main kesini."
Adira menegakkan kepalanya, "Hah? Veena gak salah denger nih? Dikira gue biro jodoh kali ya." balas Adira heran dengan permintaan abangnya.
Rolan menggaruk tengguknya karena malu, "Kayaknya abang falling in lope sama dia deh, tapi gatau mau lewat jalur apa deketinnya."
"Jalur mandiri dong, malu-maluin aja mau pake comblangin. Gentle dikit dong jadi cowok!"
Rolan memasang wajah datar tiba-tiba, sepertinya ia salah berharap akan mendapat bantuan dari adiknya. Perempuan itu mana tau soal pdkt dan semacamnya. Apa iya ia harus bergerak sendirian?
"Jadi gak mau bantuin nih?" tanya Rolan sekali lagi.
Adira menggeleng tegas. Jangankan menjodohkan orang, urusan percintaannya saja tidak ada kemajuan. Baru ditatap laki-laki saja, langsung panas dingin sekujur tubuhnya. Kini malah mau menjadi mak comblang, biarkanlah seseorang menulis kisah cintanya masing-masing.
"Jahat. Gak mau lagi abang temenin kamu beli jajan malem-malem." ujar Rolan menghentakan kakinya kesal, ia mengacak cat kuku Adira kemudian berlari keluar kamar tanpa menutup pintu.
"JAELANGKUNG SIALAN LO BANG!! NANTI GUE BUANG SEMUA KOLOR DORAEMON LO!!"
Adira berteriak dengan kejahilan tingkat dewa abangnya itu, apalagi ia sengaja tak menutup pintu kamarnya. Dengan menahan dongkol, Adira berjalan menutup pintu kamarnya lalu mencuci cat kuku yang mengenai kulit. Adira hendak kembali melanjutkan kegiatannya, ketika mendengar suara Mamanya berbicara dengan seseorang di bawahnya sana. Sepertinya mereka kedatangan tamu, Adira tak begitu memperhatikan, paling juga tukang galon langganan atau anak pungut Mamanya alias Lintang.
Adira meletakan cat kukunya, ia sudah tak berminat untuk hal itu. Kini ia menarik selimur sembari memasangkan headset ke telinga. Suara tenang dentingan piano dengan harmonisasi rintik hujan mengalun lembut dan siap mengantarkan gadis itu ke ruang mimpi. Memang musik pengantar tidur terbaik adalah instrumen suara hujan, meskipun pada kenyataan nya ia tak menyukai hujan sama sekali.
-To Be Continued-
[15 Juni 2022]fyi : Hallo semuanyaa, maaf membuat kalian menunggu begitu lama untuk kisah ini dan terima kasih tetap berada disini hingga author come backkk....
Mari beri lebih banyak cinta dan dukungan untuk author labil ini, bismillah kita bersama hingga ending :) ♡
KAMU SEDANG MEMBACA
ALTHAF
Ficção AdolescenteON-GOING👀 Althaf, nama murid baru yang cuek lengkap dengan tatapan tajam membuat tak satupun makhluk bernama perempuan berani untuk sekedar menyapanya. Tak pernah percaya cinta, yang ia tahu hanya luka, luka dan luka. Kehadiran sosok gadis periang...