Chapter - 32. 'Please Don't Hate Me, Mike!'

1.1K 60 46
                                    

HAPPY READING

------------------------------------------

Jarum jam menunjukkan pukul tujuh malam. Kesialan menghampiri mereka karena dilanda macet dan mengharuskan menunggu beberapa jam. Sampai di perkarangan rumah, Kana keluar dari mobil lalu melambaikan tangan kanannya dan mengucapkan terima kasih dengan plastik yang ia tenteng. Setelah sesi acara pamit pulang, ia membalikkan badan dan mengernyit. Pintu itu masih terbuka. Apa ada seseorang di dalam?

Ia segera masuk dan mencari keberadaan Mike yang ia yakin pasti marah besar karena ia melakukan kesalahan lagi. Dengan tak sabar, ia meletakkan pizza yang telah ia bawa ke atas meja kemudian memanggil Mike yang tidak muncul. Jika ia sudah melakukan kesalahan, Mike pasti menampakkan wujudnya sebelum ia memanggil bahkan mencari pria itu.

"Mike?" Ia bergegas ke kamar Mike, namun tak menemukan apa pun. Bahkan di seluruh ruangan termasuk kamarnya tampak sepi.

"Mike?! Kau di mana?!" teriak Kana dengan suara yang mengisi seluruh ruangan. Ia terus mencari Mike di setiap sudut rumah walaupun ia yakin hal itu tidak akan berhasil.

Dengan tangan gemetar ia mengambil ponsel lalu mendial nomor Mike dan meneleponnya. "Kumohon jawab teleponku, Mike!" Napasnya memburu, keringat membasahi pelipis, dan jantung yang semakin berdegup kencang.

"Oh, Mike!" teriak Kana ketakutan. Mike pergi meninggalkannya tanpa bisa dihubungi. Ia terduduk, menangis terisak-isak di lantai sembari menangkup wajahnya. Ini salahnya. Ia selalu melanggar aturan. Ia selalu mencoba menantang kemarahan Mike. Seandainya ia tak sebodoh itu, Mike tidak akan meninggalkannya dalam keadaan kacau.

Suara terbatuk-batuk, sontak ia segera menghapus air mata. Kakinya melangkah ke pintu. Ia dikejutkan dengan penampilan Mike yang berantakan, bau alkohol yang menusuk indera penciuman, dan jangan lupakan mata tajam pria itu yang memerah saat menatapnya.

"Mike!" Kana menghampiri, berniat membantu Mike yang sempoyongan. Sayang, pria itu menolak—mendorong kuat Kana hingga terjerembab ke lantai.

"Don't touch me, bitch!" Bentakan kasar itu membuat Kana membelalakkan mata. "You hear me? Don't touch me!" Disertai penekanan hingga ia bisa merasakan air menggenang di bola mata. Ia meneguk ludah tatkala mata memerah Mike menatapnya tajam. Pria ini benar-benar sudah dalam pengaruh alkohol.

"Sudah puas bermainnya?" Kana menatap Mike takut-takut. Pria ini amat mengerikan apalagi mendekatinya dengan langkah tak beraturan. "Bahagia?"

"Mike, kau harus istirahat. Ayo, aku akan mengantarmu ke kamar." Kana berusaha tidak menanggapi pertanyaan Mike, menutupi ketakutan karena ia menyadari Mike tidak sadar dengan apa yang diucapkan.

"Ck, jalang sepertimu tidak ada jeranya. Selagi aku masih memiliki sedikit kesadaran, pergi dari rumahku sekarang! Jangan menampakkan dirimu lagi! Dengar?!" Kana terkejut. Ia yakin Mike tidak sungguh-sungguh. Pria itu hanya diliputi emosi. Mike tidak mungkin mengusirnya.

"Mike ...."

"Tutup mulutmu! Pergi dan tak perlu kembali! Kau gadis tak tahu diri, Sialan!" Mike mencengkram rahang Kana yang semakin tak kuat menahan tangis.

"Kau benar-benar ingin mengusirku? Aku tidak tahu harus pergi ke mana, Mike. Tidak ada yang kukenal. A-aku tidak tahu apa yang kau bicarakan dengan Neil, tapi dia sempat—"

"DIAM! Jangan sebut nama pria brengsek itu di depanku! Aku tak peduli kau mau ke mana, karena apa yang kubilang kau tak pernah dengar!" Mike semakin mencengkram rahang Kana seakan ingin meremukkan rahang itu agar tidak berbentuk lagi. "Kau dengar aku, kau manusia yang paling menyusahkan! Aku rasa memang ayah dan ibumu lebih baik mati daripada melihat anaknya yang bertingkah pelacur! Kau lebih mementingkan kesenanganmu bersama dia, tapi kau tidak pernah memikirkanku!"

Kana menggigit bibir bawah dan memejamkan matanya erat-erat, berusaha menahan isak tangis karena hinaan menusuk Mike. "Bahkan kurasa ibumu juga bertingkah seperti pelacur hingga kau pun mengikuti jejaknya!" Kali ini Kana membuka mata dan menatap Mike dengan tatapan hancur. Kenapa Mike menghina ibunya?

"Kenapa? Kau tidak suka aku menghina ibumu? Asal kau tahu, karena orang tuamu yang menitipkanmu padaku untuk kujaga, aku hampir dibunuh ayahku!" Mike amat marah, terlihat dari urat-urat yang menonjol. "Bisa kau bayangkan betapa hancurnya masa mudaku dulu? Bisa kau bayangkan, hah?! Dan kau tidak tahu diri malah membawa pria yang bahkan tidak mengalami itu semua untuk membunuhku hanya karena gadis yang baru dia temui! Seberapa murahannya kau?!"

"Maaf, Mike ...." Kana menundukkan kepala lalu terisak, tak menyangka perkataan Mike lebih menyakitkan daripada hukuman yang diberikan selama ini.

"Kalau orang tuamu tidak melahirkanmu, mungkin mereka berdua tidak akan menitipkanmu padaku dan kau juga tidak merasakan penderitaan yang kuberikan, Kana! Aku membencimu! Sangat membencimu!"

"Please don't hate me, Mike. Please ...." Kana terisak kuat, terus memohon agar Mike tidak membencinya. Lebih baik ia kembali dipukuli selagi Mike ingin menjaga, merawatnya, dan membiarkannya menetap. Ia tak sanggup pria ini membenci dan menyuruhnya pergi sementara ia tak tahu apa-apa tentang dunia luar. Ia telah dikekang begitu lama dan mulai takut jika pergi jauh.

"Bukankah kau mau terbebas dariku? Pergilah!" Kana mengeleng cepat. Ia tidak akan pergi sampai kapan pun. Mike adalah hidupnya. Tanpa Mike ia yakin tidak akan bisa hidup. Apa yang bisa ia lakukan tanpa Mike? Apa? Ia malah akan menjadi sampah masyarakat.

"Kubilang pergi! Jangan sampai aku menyeretmu, Kana!" Mike menghempaskan wajah Kana setelah ia mencengkram kuat-kuat rahangnya. Kemarahan sudah mencapai ubun-ubun. Ia bahkan tidak bisa berpikir jernih karena amarah sekaligus pengaruh alkohol.

"Kumohon jangan usir aku, Mike. Kumohon jangan!" Kana menangis dengan kuat. Air mata terus mengalir. Ia tak kuasa menahan diri untuk tak menangis kencang karena paksaan Mike yang menyeretnya keluar dengan posisi duduk.

"Sialan, kau memang menantang emosiku!" Sekali tarikan di rambut Kana, Mike berhasil membuat gadis itu berteriak kencang lalu menyeretnya bak binatang untuk keluar dari rumah. Ia tidak ingin lagi Kana memasuki hidupnya lagi. Mungkin saja jika Kana benar-benar pergi, maka hidupnya akan baik-baik saja dan ia tidak perlu lagi mengeluarkan semua emosi untuk memberikan gadis itu pelajaran.

"Sakit, Mike!" teriakan beserta rengekan Kana begitu menggelegar. Kesakitan di kulit rambut membuat ia melemas.

"Ini hukuman karena kau merusak ketenanganku!" Mike mendorong tubuh Kana sekerasnya dan berhasil menjauhkan Kana dari pintu rumah. Kepalanya semakin pening dan menyakitkan karena berteriak. Setelah menutup pintu, ia ambruk ke lantai karena bobot tubuhnya sudah tak bisa ia tahan. Kesadarannya sudah menghilang begitupun Kana yang terisak-isak di tanah tanpa mengetahui Mike sudah ambruk di baliknya.

"Mike ...." Kana menyembunyikan wajahnya di antara lutut-lutut. Sungguh, sebegitunyakah Mike membencinya hingga mengusirnya? Apa yang harus ia lakukan tanpa Mike? Yang bisa ia lakukan hanya menangis, meratapi nasib yang akan hancur. Apalagi yang bisa ia harapkan? Semuanya sudah pupus. Hidupnya akan semakin kacau. Hanya sedikit harapan yang mungkin tidak akan pernah terjadi. Berharap masih ada kesempatan untuk membuat Mike menyayanginya sedikit saja, berharap Mike akan melindunginya untuk waktu yang lama, dan berharap ia dapat meluluhkan hati Mike. Tapi semua harapan itu sirna seketika hanya karena satu kesalahan fatal.

Ia terisak-isak. Takut untuk pergi ke mana pun di malam hari. Ia yakin Mike tidak akan membuka pintu itu jika ia masih berada di sini. Apa yang harus ia lakukan? Menunggu? Tidak. Jika ia masih di sini, Mike tidak akan keluar. Untuk melihatnya saja pria itu sudah tidak sudi. Ia berdiri sembari mengusap air matanya, tetapi air mata nakal ini masih terus keluar. Secepat inikah ia keluar dari hidup Mike?

Kakinya melangkah entah ke mana, menjauhi perkarangan rumah Mike dengan pintu yang sudah tertutup rapat untuknya. Tidakkah adalagi kesempatan untuk ia memasuki rumah itu kembali? Adakah?

"Please don't hate me, Mike," lirihnya sebelum ia benar-benar pergi meninggalkan hidup Mike. Sekian dari harapan yang ia punya, harapan inilah yang lebih ia inginkan. Mike tidak membencinya.

.

.

.

TO BE CONTINUE

Light As A Feather ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang