HAPPY READING 📖
----------------------------------------
Gadis berambut merah tembaga, asyik bersenandung ria dengan musik yang mengalun di ponsel. Lagu demi lagu didengar sembari tangan mungilnya merangkai beberapa bunga. Sudah 155 buket bunga yang ia rangkai dari kemarin hingga sekarang karena mengingat begitu banyak pesanan.
Sibuk merangkai bunga, bunyi bel pintu terdengar dan ia segera mendongak untuk melihat siapa yang masuk.
Ia menghentikan aktivitas dan tersenyum canggung. Tak tahu harus menampilkan senyum semacam apa karena berkali-kali ia terlalu gugup.
"Kau ingin mengambil bungamu?" tanya Kana pelan. Sebenarnya ia tidak ingin menatap pria itu lebih lama, namun bukankah tidak sopan jika berbicara tanpa menatap mata lawan bicara?
Mike tersenyum tipis.
"Aku sudah membuat lima buket bunga hari ini dan kau bisa memilih bagian mana yang ingin kau ambil dulu atau kau mau mengambil kelimanya?" tanya Kana. Merasa ditatapi dengan pandangan agak aneh, ia menggaruk tengkuk dan berpikir apa ada yang salah dengan kalimatnya?
"Kau sudah makan?" Bukan menjawab, Mike balik bertanya, membuat Kana terkesiap dengan pupil melebar.
"Hm ...." Kana menggaruk tengkuk. "Tapi, bungamu?"
"Jawab pertanyaanku." Nada yang mungkin terdengar dingin, sayangnya memiliki makna, menandakan kekhawatiran yang tak ditunjukan.
Kana menunduk dan menggeleng pelan. Ia jujur jika ia belum makan sedari pagi karena sibuk dengan rangkaian bunga yang mengejar deadline untuk diselesaikan. Terdengar decakan kesal dari lawan bicaranya dan langkah kaki mendekat.
"Letakkan semua barang-barangmu dan ikut aku." Kana mendongak mendengar perintah itu dan berusaha untuk menyanggah. "Aku tidak membutuhkan penolakanmu, Kana." Mulutnya kembali bungkam dan menuruti apa yang dikatakan Mike. Ia mengemasi barang-barang yang berserakan, setelah itu berdiri di depan Mike.
"Hm, kita mau ke mana?" tanya Kana hati-hati agar tidak membuat pria itu emosi. Ia ingin menolak pergi, namun karena pikirannya sudah melantur bahwa pria itu akan marah, lebih baik ia bertanya terlebih dulu.
"Makan siang." Saat pria itu keluar dari tokonya, Kana sama sekali tidak beranjak. Ia masih mencerna perkataan Mike yang mengajaknya untuk makan siang. Senyumnya hampir muncul mengingat Mike sudah mulai baik. Tapi, saat ingin melangkahkan kaki untuk ikut keluar dari toko, ia mengurungkan niat dan tetap diam di tempat sembari menunduk dan mengaitkan kedua tangan di depan paha.
Mike yang merasa gadis itu tak mengikutinya, segera berbalik dan melihat gadis itu tengah menunduk melalui kaca toko. Perlahan ia menggelengkan kepala melihat sikap kekanakan Kana dan kembali memasuki toko.
"Kenapa diam saja? Ayo, ikut aku." Belum ada pergerakan dari Kana. Saat ia ingin menggenggam tangannya gadis itu menolak.
"A-a, aku rasa aku tidak perlu ikut." Lagi-lagi Kana menggaruk tengkuk dan masih menunduk. Ia meyakini mata tajam Mike tengah menatapnya tak suka. "Aku masih memiliki stok makanan di toko. Lagi pula aku tidak lapar."
"Tidak lapar katamu? Dari pagi kau belum makan sampai jam satu siang! Kamu mau sakit? Kalau pekerjaanmu menyita waktu istirahat, tinggalkan pekerjaan itu!" tegur Mike tak suka. Kalimat yang Kana ucapkan membuatnya merasa marah. Pekerjaan itu jelas-jelas menyita waktu makan siang dan tentu juga waktu tidurnya. "Aku tidak pernah mengajarimu untuk menjadi seorang penggila kerja, Kana!"
Kana menggembungkan pipi sejenak lalu berkata, "Maaf ...."
Mike mendadak merasa bersalah. Tidak seharusnya ia berkata sekasar itu kepada Kana. Kana akan terus takut pada dan tentu jika gadis itu takut, maka kesempatan untuk membuat Kana kembali pada akan sia-sia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Light As A Feather ✅
RomancePertama kali publish : 16 Desember 2018 [PRIVATE ACAK] Kana Schumacher, gadis ceria dengan tampang manisnya. Siapa pun akan senang berdekatan dengan dirinya. Polos, lugu dan tidak tahu apa-apa karena seorang pria yang selalu mengekangnya. Sedikit i...