Chapter - 18. He is an Angel and a Demon

1.1K 70 23
                                    

For your information, sebenarnya cerita ini sudah tamat. Cuma di-publish ulang aja 🤣 totalnya 50 chapter. Sabar aja nunggu sampai tamat 🤣🤣

HAPPY READING 📖

--------------------------------

Di studio pembuatan film—Xitz Studio, Mike bersama Anne di sampingnya yang menemaninya bekerja sedang menatap para sutradara dan produser yang bercengkrama tentang alur film yang akan mereka kerjakan, para pemain yang tengah mempersiapkan diri untuk tampil di depan, dan beberapa fotografer mempersiapkan kamera-kamera yang akan digunakan.

"Mike," panggil Anne. Mereka sedari tadi tidak berbincang semenjak kedatangannya 10 menit lalu. Anne tidak ingin membuka suara dan Mike juga tidak berniat berbicara akhirnya berakhir dengan menatap para kru yang sedang mempersiapkan bahan.

Mike menoleh dan mengangkat satu alis, bermaksud untuk menjawab panggilan Anne.

"Neil di mana? Aku tidak melihatnya dari tadi." Mendengar itu, Mike hanya menggeleng tidak tahu. Bahkan tidak peduli.

"Kau sudah selesai mengedit setengah videomu?" tanya Anne berusaha mencairkan suasana.

"Sudah," jawab Mike singkat. Ia merasa malas untuk banyak berbicara. Sedari tadi ia hanya diam dan melakukan apa yang disuruh oleh produsernya tentang rancangan video yang akan dieditnya nanti.

"Huh!" Anne menghela napas kasar. Dari jawaban Mike saja ia tahu pria ini punya masalah dan tentu ia akan membiarkan Mike menyelesaikan masalahnya sendiri, karena ia tahu Mike tidak suka mengumbar-umbar dan menceritakan masalah padanya jika bukan ia yang memaksa. Jelas jika ia menanyakannya dan memaksa, suasana hati Mike akan bertambah buruk. Ia meninggalkan Mike yang tidak digubris Mike. Ia juga tidak berniat pamit.

Mike tidak mempedulikan Anne. Pikirannya tidak fokus. Walaupun matanya menatap ke depan, tapi kepalanya sedang memikirkan sesuatu yang rumit.

Ia sedikit merasa bersalah karena perkataannya pada Kana dan itu membuatnya tak tenang. Apalagi ia lepas kendali hingga membawa kata orang tuanya. Keadaan bisa menjadi rumit jika Kana menuntut alasan itu.

Ia meringis dan meremas rambutnya. Penyesalan melingkupinya menjadi separah ini. Ia bahkan ingin meminta izin agar bisa pulang untuk melihat kondisi Kana.

"Sial!" Mike mengumpat pelan. Ia tidak tahu harus bersikap seperti apa di depan Kana. Ia sudah menyakiti gadis itu hingga terlalu dalam bahkan gadis itu seperti ingin meninggalkannya.

Kalau Kana meninggalkannya...

"Sial! Sial! Sial!!" Ia menggeram frustrasi

Tidak! Kana tidak boleh meninggalkannya. Hanya dengan satu cara agar Kana tetap bersamanya yaitu mengekangnya hingga Kana benar-benar takut untuk melihat dunia dan menganggap hanya ia harapannya.

Ya, hanya itu satu-satunya cara. Tidak akan ada lagi kelembutan lagi untuk gadis itu. Tidak!

Mike meminta izin kepada produsernya untuk pulang dengan alasan ia sedikit tidak enak badan. Diizinkan pulang, ia berjalan cepat keluar dari studio dan memasuki mobilnya. Tidak sabar untuk pulang dan memberikan gadis itu pelajaran yang setimpal karena membuatnya panik dan tidak bisa berkonsentrasi bekerja.

***

Kana tetap tak bergerak. Tubuh yang hanya dibalut pakaian dalam, tangan dan kaki yang masih diborgol dengan posisi tengkurap, disertai lebam dan nyeri, benar-benar menyakitinya. Ia merenungi kesalahan dan kebodohan yang ia lakukan walau masih belum paham mengapa hal kecil itu berakibat fatal.

"Maafkan aku, Mike. Aku tidak akan melakukannya lagi," gumam Kana penuh penyesalan. Ini salahnya karena tidak mendengar perkataan Mike. Jika saja ia mendengar, mungkin Mike tidak menghajarnya hingga babak belur.

Tangannya pun sudah terasa sakit untuk digerakkan, ia tidak bisa apa-apa lagi sampai beberapa hari ke depan. Ini lebih menyakitkan daripada pukulan yang pernah ia dapat.

Sudah berapa jam ia di kamar ini dengan posisi yang tidak berubah. Kana merasakan tubuhnya semakin lemas. Air mata pun sudah mengering dan ia hanya bisa menunggu Mike pulang dan membukakan borgol yang masih menguncinya

Saat matanya hampir terpejam, pun tak jadi karena mendengar suara pintu terbuka. Ia tidak sanggup untuk menolehkan kepalanya, tapi ia tahu siapa karena hanya pria itu yang bisa masuk ke kamarnya.

Langkah kaki itu semakin terdengar di telinga, ia ketakutan. Akankah Mike memberinya hukuman lagi?

"Mike," gumam Kana tanpa menatap pria itu. "Maaf," lanjutnya.

Berada di sisi ranjang Kana menelungkupkan tubuhnya, Mike melepas borgol yang ada di tangan dan kaki Kana dengan kunci yang berada di saku celana.

Setelah tangan dan kakinya dirasa sudah bebas, Kana berusaha untuk membalikkan badan. Sayangnya tidak bisa. Kana menatap Mike yang menunjukkan wajah datar dengan bibir bergetar. "Maaf, Mike."

Kana menitikkan air mata. Semulanya mendongak, ia menundukkan kepalanya, menyembunyikan wajah kusam yang mungkin mengganggu. Tanpa membalas ucapan Kana, Mike mengambil salep di dalam laci nakas lalu mengoleskannya ke badan Kana yang terdapat bercak kemerahan.

"Mike tidak perlu lakukan itu. Biar aku saja." Kana beringsut, menjauhi Mike yang ingin mengolesinya salep. Ia merasa tidak enak hati. Mike tidak pernah mengolesinya obat saat memberikan hukuman dan akan terasa asing kalau Mike melakukannya.

Mike tidak menanggapi, ia semakin mendekat dan mulai mengolesi punggung Kana.

"Mike." Mike tidak menjawab hingga Kana menggembungkan pipinya.

"Mike," panggil Kana lagi. "Mike, aku boleh bekerja?"

Pertanyaan itu membuat Mike menoleh dengan mata menajam.

"Maaf jika membuatmu tersinggung. Aku hanya tidak ingin terlalu menyusahkanmu, Mike. Boleh, kan?" Kana menelan ludah susah payah. Tanpa melihat Mikepun, ia tahu bagaimana reaksi pria itu.

"Tidak!" Kana mendesah kecewa. Jawaban itu sudah menjelaskan Mike tidak mengizinkannya dan ia pun tak boleh membantah. Kalau tidak, hal yang tidak inginkan akan terjadi lagi. Ia mengigit bibir, menahan sesak menyambar karena Mike tidak memberinya izin.

"Baiklah, Mike."

Ia kecewa. Sedih? Tentu. Ia sedih tidak dapat membantu meringankan beban Mike dan hanya bisa di rumah tanpa melakukan apa-apa sedangkan pria itu bekerja siang dan malam tanpa kenal lelah untuk menghidupinya.

"Thanks, Mike," ucapnya lagi sembari tersenyum kecil saat Mike sudah selesai mengolesi salep di tubuhnya. Inilah yang membuatnya tak bisa melawan. Mike bagaikan malaikat dan menjadi iblis di waktu yang sama. Ia menyayangi Mike sebagaimana ia menyayangi orang lain yang dekat dengannya. Ia menyayangi pria yang sedang berjalan keluar dari kamarnya ini. Ia menyayangi Mike dan akan tetap di sisi Mike apa pun yang terjadi.

Mungkin dengan itu ia membalas kebaikan Mike.

Ya, tetap selalu bersama pria itu dalam keadaan apa pun

.

.

.

TO BE CONTINUE

Light As A Feather ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang