Chapter - 21. You Are So Sweet!

1.1K 70 11
                                    

Liat antusias kalian, semangat banget sih nungguin nih cerita wkwkwkw. DOUBLE APDET POKOKNYA! Aduh, Zoe sayang banget sama kalian HAHAHAHA 🤣

.

HAPPY READING 📖

-------------------------------------

Hari-hari begitu cepat berlalu. Secepat matahari menggantikan bulan begitupun sebaliknya, secepat langit terang menjadi gelap, secepat manusia berlari, dan menikmati kehidupan.

Kana, gadis yang baru menginjak 21 tahun itu sedang menikmati angin sore di teras rumah yang ditumbuhi beberapa tanaman. Ia menghirup banyak oksigen agar tubuhnya menjadi segar sembari menunggu sang pemilik rumah pulang setelah ditinggalkan beberapa jam lalu.

Setelah Mike memukulnya habis-habisan, ia sangat malu untuk bertatap wajah dengan pria tampan itu. Ia tidak punya nyali lagi untuk menunjukkan wajahnya karena kesalahan yang ia perbuat. Haruskah ia terus menunduk saat berhadapan dengan Mike? Ia mulai gelisah. Gelisah karena tak tahu harus berbuat apa saat bertemu Mike dan sedih karena tidak bisa membahagiakan Mike. Selalu membuat pria itu seperti di neraka dengan kehadirannya. Sedih karena ia bagaikan penghalang pria itu untuk bahagia.

Ia terus mencoba untuk menjadi yang terbaik di mata pria itu. Menjadi gadis cantik dan baikpun ternyata tak memikatnya. Padahal ia sangat berharap Mike bisa terpikat agar tidak berbuat kasar lagi. Tapi sepertinya sangat sulit. Otak bodohnya berpikir berbagai cara namun sia-sia. Sangat sulit membuat Mike tahu niat baiknya.

Fokusnya teralihkan tatkala mobil yang begitu asing berhenti di depan rumah lalu ada seseorang turun dari sana kemudian tersenyum ke arahnya.

"Hey, Nona Kana!" sapa pria itu dengan senyum lebar sembari melambaikan tangan.

Kana tercengang. Neil datang kemari untuk apa?

Neil mendekati Kana yang sedang duduk lalu menjentikkan jarinya di depan wajah Kana yang tampak melongo.

"Hey, Nona Kana. Kau tidak menjawab sapaanku," ucap Neil lalu duduk di samping Kana.

Respon Kana kali ini bertolak belakang seperti apa yang pernah dikatakannya pada Mike. Berjanji untuk tidak berdekatan dengan pria mana pun! Tak menjauh dari Neil, ia malah tersenyum kepada pria itu, menyambutnya bak kekasih yang pulang kerja.

"Hai, Neil. Kenapa kau ke sini?" tanya Kana dengan dahi berkerut tanpa sedikitpun keraguan untuk berdekatan dengan pria itu. Ia bosan sendirian dan ia butuh teman. Ia tidak pernah berteman dengan siapa pun seumur hidupnya, bahkan sewaktu kecil. Ia berharap segera memiliki teman bercerita, bersendu gurau, berbagi kisah bahagia dan sedih, apa pun itu. Mike tidak mau mendengar keluh-kesahnya. Pria itu tidak mau diajak berbagi. Selama hidupnya ia selalu sendirian.

"Aku bosan. Jadi aku ke sini untuk melihatmu yang ternyata sedang duduk manis." Neil menoleh. Mendapati Kana yang tengah melihatnya, secepat kilat ia mengedipkan sebelah mata menggoda.

Kana terkesiap lalu memukul lengan Neil sembari menggembungkan pipi. Merasakan panas di sekitar wajah dan ia yakin, Neil akan mengejeknya lagi.

"Waw, pipimu memerah!" Dengan lancang Neil menyentuh pipi Kana dan mengelusnya lembut.

Kana selalu dapat memikatnya. Hanya karena melihat pipi gadis itu yang memerah, tangannya tidak bisa ditahan untuk tidak menyentuhnya. Bersyukur saja Kana tak menolak. Mendapat respon Kana yang menunduk malu, ia semakin gemas. Tangannya tak berhenti mengelus pipi itu yang membuatnya merasakan getaran aneh. Desiran halus di sekujur tubuh tak dipungkiri membuat ia mengenyitkan dahi. Ia tidak pernah merasakan ini sebelumnya. Pada siapa pun. Tidak dengan mantan-mantannya, tidak pada gadis cantik mana pun. Hanya Kana.

Kana menjauh dari Neil dengan gugup. Ia melirik ke arah Neil sekilas sembari menggigit bibir. Sungguh, tubuhnya belum pulih total. Jika ia terlalu banyak bergerak, kesakitan itu akan menyerangnya dan ia tidak mau Neil curiga. Ia sengaja menggunakan celana panjang agar bekas pukulan itu tidak terlihat oleh orang lain. Bisa-bisa Mike mendapat masalah jika ia menunjukkan lebam-lebam di tubuhnya. Tak hanya celana, ia juga menggunakan baju kebesaran berlengan panjang untuk menutupi semuanya dan memberikan ruang pada salep-salep yang telah ia oles di sekujur tubuh.

"Hm, kau tak bekerja, ya?" tanya Kana, mencoba mengalihkan tatapan Neil yang begitu intens.

Neil tersenyum hangat. "Tidak untuk sekarang. Aku tidak mempunyai tugas dan hanya menunggu tugas apa yang akan diberikan padaku."

"Kau bekerja sebagai apa?"

"Aku editor. Studio kami sedang melakukan proses syuting film dan aku yang akan mengeditnya."

"Hah? Benarkah?" Kana membelalakkan mata.

Neil mengangguk. "Iya. Ada apa?"

"Mike juga bekerja sebagai editor!" jawab Kana reflek.

"Hah? Mike? Michael Abraham maksudmu?"

Kana menggangguk cepat dan melolot. Ia tersadar apa yang dilakukannya. Seharusnya ia tidak mengatakan apa pun tentang Mike. Ini adalah rahasia! Mike akan marah jika ia membongkar hal pribadinya. Ia mengatupkan mulutnya lalu menatap takut Neil seakan pria itu akan mengadukannya pada Mike.

Neil hanya tersenyum lembut. Ia mengenal Mike dan sudah tahu sejak datang kemari ke kota ini. Ekspresi Kana yang tampak menggemaskan, membuat jemarinya terkepal untuk tak menyentuh pipi menggemaskan itu.

"Aku tahu apa yang di pikiranmu. Dia satu partner denganku. Bagian kami sama. Dulu aku hanya bekerja sebagai fotografer. Saat atasan melihat skill editing-ku, aku dipindahtugaskan," jelas Neil seakan menenangkan Kana yang tampak gelisah. "Kau tahu, gaji seorang editor itu banyak! Apalagi kalau di studio besar. Dan studio kami sedang membuat beberapa film layaknya studio Marvel yang akan menayangkan beberapa film superhero-nya tahun ini."

"Memang film apa yang sedang kalian buat?"

"Rahasia." Neil menarik-turunkan alisnya hingga Kana berdecak sebal. Ia ingin melihat bagaimana keadaan studio itu. Ia akan mengajak Mike untuk berkunjung ke tempat kerja Mike agar ia bisa melihat bagaimana proses syuting itu berlangsung. Itupun kalau diizinkan.

"Oiya, kau tahu film Avengers End Game yang akan tayang nanti?" tanya Neil.

Kana menggelengkan kepalanya. "Tidak. Aku tidak pernah menonton film sejenis itu."

"Kalau kau tidak tahu, aku jadi tidak bisa bercerita."

"Aku jarang menonton film begitu. Kebanyakan drama romantis yang kutonton. Hihihi!" Kana terkikik dengan mata menyipit.

Neil mencubit lagi pipi Kana dengan gemas. Rasanya ia lebih baik menghabiskan waktu dengan gadis ini daripada kembali ke tempat kerja. Dunianya telah diserap oleh sosok mungil nan polos bak bayi yang baru saja dilahirkan.

"Kana," panggil Neil dengan tatapan intens. Kana meneguk saliva. Menurutnya tatapan itu mengisyaratkan yang tidak baik dan terkesan aneh. Wajahnya mendadak kaku dan tampak gugup karena salah tingkah. 
Tiba-tiba saja gelak tawa terdengar di telinganya.

"Hahahaha!" Neil tertawa terbahak-bahak.

Kana bingung, masih belum mengerti kenapa Neil tertawa.

"Ada yang lucu?" tanyanya dengan ekspresi bodoh.

"Kau yang lucu! Ekspresimu lucu tadi! Hahahahaha!" Neil memegang perutnya dan merangkul Kana tanpa sadar.

"Sebenarnya aku ingin mengatakan," Neil menggantung ucapannya yang membuat Kana tampak lebih bodoh dengan wajah polosnya.

Neil mengecup pipi Kana sekilas. "Kau sangat manis!"

.

.

.

TO BE CONTINUE

Light As A Feather ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang