" Teguran "

4.1K 243 0
                                    

Lantunan nadzoman terdengar diseluruh penjuru pesantren. Sudah menjadi kebiasaan setiap sore para santri membaca nadzoman.

Seorang gadis berusia 19tahun berkeliling pondok putri untuk mengecek kelas kelas di pesantren itu. Siapa lagi kalau bukan putri pengasuh pondok, Ulya.

Sapaan salam diterima olehnya. Meskipun seorang ustdzahpun tertunduk pada Ulya. Teringat jika Ulya adalah anak dari pemilik pesantren.

Ulya bukan seenaknya berkeliaran pesantren. Biasanya Laila yang berkeliling, namun Laila hari ini tidak enak badan. Jadi beliau digantikan oleh Ulya.

Lalu Fatimah? Dia memilih untuk ngaji dikamarnya, seusai ngaji Dia kluar hendak mencari angin.

Jam empat sore, para santri dan santriwati pasti sudah selesai sekolah diniah. Fatimah bingung mau kemana. Dia berjalan saja tanpa tau kemana arah tujuannya.

Lalu Dia ingat jika di samping pesantren ada lapangan untuk extra memanah, berkuda, dan berpedang. Fatimah jadi penasaran.

Di Lapangan itu banyak para santri berlatih. Bukan hanya santri, santriwati juga berlatih. Langkah Fatimah terus kedepan sampai Dia berjumpa dengan sang pelatih.

" Assalamualaikum ning Fatimah " Pak Khoir, Dia pelatih disini.

" Waalaikum salam pak " Fatimah hendak mencium tangannya teringat pak Khoir memang terlihat tua daripada Abinya.

Secepatnya pak Khoir menepis tangan Fatimah pelan. " Aduh ning. Tidak usah seperti itu. Sampeyan anak kyai disini " katanya.

Senyum kecil tampak diwajah Fatimah. "Mboten menapa pak. Njenengan lebih tua dari saya, sudah sepantasnya saya seperti ini. Masalah saya anak siapa, itu tidak penting jika dihadapan Allah "

" Masya Allah ning. Wajah dan hatinya hampir selaras. Samasama cantik " puji Khoir.

" Aamiin pak "

" Sampeyan mau berkuda juga ning? Atau memanah? Silahkan, nanti ustdzah Fina ngajarin "

" Owalah saya kira pelatihnya " Fatimah menjeda, lalu Dia mendekati kuping Khoir "Cuma pak Khoir " Fatimah menyengir.

" Tidak ning. Kalau saya yang latih semua. Wahh bisa berabe saya" ucapan Khoir dicerna cepat oleh Fatimah, karna dia sudah dewasa pasti peka.

" Boleh nih Fatimah gabung pak? "

" Boleh atuh ning. Saya gak bisa melarang ning " ujarnya.

Keduanya sama sama menyengir.

" Mari. Saya antar ning ke ustdzah Fina " Khoir.

Fatimah di kenalkan dengan Fina. Ustdzah sekaligus pelatih santriwati.

" Sekarang latihannya ustdzah? " tanya Fatimah.

" Jangan panggil saya ustdzah ning. Panggil Fina saja"

" Loh kenapa? Kan ustdzah, ustdzah disini. Ilmunya pasti lebih banyak daripada Fatimah. Meskipun sedikit umur ustdzah kan lebih tua. Jadi gapapa yaa"

" Tapi ning... " ucapannya terpotong.

" Ustadzah ayo ajarin Fatimah "

Fina menghela nafas. Ternyata ningnya ini sifatnya masih kekanak kanakan rupanya.

" Ngapunten nggeh ustdzah. Fatimah berani potong ucapan usrdzah "

" Nggeh ning. Tidak apa apa "

Fatiamah melangkah namun tiba tiba terhenti ketika Fina membuntuti dibelakang seperti haddam Fatimah.

Sekali lagi pesantren ini memang terkenal akhlaknya yang baik. Anak dari gurunya harus dihormati seperti mereka menghormati gurunya sendiri.

Bagaikan Cinta Fatimah Dan AliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang