" Jahe "

3.5K 265 1
                                    

   Fatimah menjatuhkan piring yang ada ditangannya.

  " Astagfirullah hati hati dong dek " tegur Ulya.

    Tanpa merespon ucapan Ulya. Fatimah sesegera mungkin membersihkan pecahan piring itu.

    Ulya menggeleng kepala dan ikut membersihkannya. " Kamu kenapa sih dek? Gak papa kan? " tanya Ulya khawatir.

    " Gak papa mbak. Cuma kurang seimbang aja " mendengar suara Fatimah yang serak, Ulya menghentikan pekerjaannya.

    " Kamu kok serak gitu? Makanya jangan es truss " alis Ulya menyatu. Dia marah seakan dia ibunya.

    " Ih mbak.. Es cream aja Fatimah gak suka" elak Fatimah.

    " Iya juga. Makanya jaga jaga suara kamu. Mentang² suara bagus dikluarkan semua. Nanti gimana kalo makin hilang "

     " Iya mbakku. Fatimah akan jaga "

     " Nah sudah taroh aja disana. Nanti mbak yang buang, kamu istirahat aja jangan banyak bicara. Ngerti! " ucap Ulya semacam emak emak.

      Fatimah mengangguk tanpa bersuara. Lalu meninggalkan Ulya yang masih sibuk membersihkan pecahan itu.

     Sesampainya di kamar. Fatimah langsung merebakan tubuhnya " Hah " ia menghela nafas, berharap semuanya akan baik² saja.

    Fatimah memejamkan matanya. Namun ingatannya kembali terputar pada kejadian 5menit lalu.

  Perut Fatimah lapar. Ia hendak mengambil secentong nasi, namun Ulya sudah menyambarnya dari belakang.

  " Dek, kamu tau gak " ucap Ulya kegirangan.

  Fatimah menggeleng tidak tahu.

  " Abah mau melamar Yusuf buat mbak "

  Telinga Fatimah  mendengar sangat jelas perkataan Ulya tadi.

  Ntah gravitasi diruangan itu seakan tidak ada. Piring ditangan Fatimah jatuh dan pecah.

  Sebelum Ulya menegur, Fatimah sempat melongo beberapa detik. Dan dia menyadarkan diri ternyata dia telah menjatuhkan ssbuah piring.

  Tanpa merespon ucapan Ulya. Fatimah langsung membersihkan pecahan itu.

  " Yakin Fatimah rencana Allah lebih indah daripada rencana manusia " ucap Fatimah pelan. Suaranya semakin lama semakin habis.

  Tanpa menghiraukan kejadian tadi. Fatimah memilih pergi ke kamar mandi. Ingin menyegarkan diri dan berharap suaranya kembali normal.

......

" Assalamualaikum buk " Akin menyalami punggung tangan ibunya, lalu diikuti oleh Faisal dan Yusuf.

" Waalaikum salam lee. Bagaimana sehat nak Yusuf, Faisal ?"

" Alhamdulillah bu " kompak.

Akin memajukan bibirnya " Khem. Akin gak ditanyain? "

Mata ibu Akin beralih padanya " Anak ibu bagaimana, sehat kan nak yaa? " lembut.

" Alhamdulillah buk sehat. Hehe maafin Akin buk, lagian Akin cemburu. Masak anak sendiri gak ditanya " cerocos Akin. Yusuf dan Faisal terkekeh mendengarnya.

" Kata siapa. Baru aja ibuk mau tanya. Ayoo jangan suudzan "

" Hehe astagfirullah. Maafin Akin buk, gus, sal "

Mereka tersenyum.

Ibu Akin mengeluarkan isi tas yang beliau bawa. Tentu saja yang dikeluarkan dari tas yaitu nasi dan lauknya.

" Kalian lapar kan? Ayo makan " tanya ibu Akin. Beliau masih sibuk membuka bungkusan nasi.

Akin, Faisal, dan Yusuf menyantapnya bersama. Beginilah kebersamaan di pesantren, sangat luar biasa sekali.

Disela sela mereka makan. Ibu Akin bertanya kepada Yusuf " Nak gus. Bagaimana Akin disini? Nakal kan? "

Sebagai ketua kamar tentu Yusuf akan terbiasa ditanyakan seperti ini.

" Alhamdulillah bu. Akin sama seperti biasa, rajin "

" Masih sering adzan kan nak gus? "

" Masih bu. Saya selasain dulu nggeh bu makannya. Nanti kita lanjutin "

" Nggeh nak. Maafin ibu yaa "

" Mboten menapa bu " ujarnya sangat lembut.

Setelah makan dan berbincang² dengan ibu Akin. Ketiganya kembali ke kamarnya. Kini mereka sibuk dengan pekerjaan masing².

" Gus, kin. Aku mau ke ndalem dulu ya. Nyapu ples ngepel "

Akin sambil melipat baju " Iya yang bersih biar gak kumisan "

Faisal terkekeh, dan Yusuf menyambar "Iya sal. Silahkan "

Faisal mengucap salam lalu bergegas untuk ke ndalem. Setelah beberapa menit kepergian Faisal. Yusuf tiba² tepuk jidat.

" Astagfirullah "

" Ada apa gus? " Akin.

" Saya lupa. Saya mau nyusul Faisal dulu kin. Assalamualaikum "

Yusuf bergegas dan mencari kresek hitam yang disiapnya tadi.

" Wa alaiukum salam ada ada aja gus Yusuf "

Didalam perjalanan Yusuf berharap bertemu dengan Faisal. Dan tidak berharap bertemu dengan Ulya, astagfirullah.

" Mana kamu sal " gumamnya.

Mata Yusuf mencari kemana perginya Faisal. Ketika Yusuf menoleh ke arah kiri "Astagfirullahal 'adzim " sambil mengelus dadanya.

Wajah Yusuf hampir saja bersentuhan dengan wajah Fatimah. Yusuf dan Fatimah terus beristigfar.

" Cari siapa gus? " tanya Fatimah gugup.

" Saya cari Faisal. Ning gk keliatan? "

" Mboten gus "

" Ning sendiri cari siapa? "

" Saya bingung, ah sudahlah tidak terlalu penting "

Sebenarnya Fatimah bingung dengan Yusuf yang matanya terus mencari kesana kemari. Ketika keduanya menoleh kearah berlawanan, bertemulah kedua wajahnya.

Yusuf ber " o " ria.

Suasana menjadi hening beberapa detik. Mereka harus terlihat biasa, meskipun dihatinya sekarang dag dig dug derr.

" Saya permisi gus Ass " perkataan Fatimah tergantung.

" Punten ning. Ini buat ning Fatimah " sambil menyodorkan sekantong keresek hitam.

" Apa ini gus " kini kresek itu berada di tangan Fatimah.

" Jahe ning "

Fatimah mendengak " Jahe? " dan menunduk lagi.

" Nggeh ning, wedang jahe. Biar suaranya agak membaik"

" Dari siapa? " pertanyaan yang aneh. Jelas² yang ngasih Yusuf, haduhh Fatimah.

Yusuf tampak kikuk mendengar pernyataan Fatimah. Yusuf berusaha untuk tidak gugup agar Fatimah tidak curiga.

" Dari saya ning. Tiga hari lagi kan hari H nya kalau masih serak kan gak baik.  saya belikan buat tim hadroh juga " jawabnya santai.

Sebenarnya Yusuf berbohong. Dia tidak membeli wedang jahe untuk tim hadroh, dia berbohong karna takut Fatimah curiga.

Dia tidak ingin cintanya diketahui Fatimah. Biarlah Allah dan Yusuf yang tau. Karna khawatir Yusuf membelikannya wedang jahe.

Meskipun saat ini suara Fatimah agak membaik.

" Oo syukron gus. Mari saya permisi Assalamualaikum "

" Waalaikum salam "

Hati Fatimah senang. Yahh walaupun wedang jahe saja.

Mungkin untuk saat ini lukanya terobati saat Ulya mengatakan yang tidak mengenakan hati Fatimah tadi.

Bagaimana perempuan salah kira, jika perlakuannya saja seperti ini. Pikir Fatimah.

Bagaikan Cinta Fatimah Dan AliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang