" Pesantren Miftahul ulum "

17.7K 494 22
                                    

  Tolong setelah membaca meninggalkan jejak🙏 Karena dukungan anda adalah Semangat bagi saya.

Selamat membaca
.......................................................

  Sauara adzan berkumandang menyusuri pelosok pesantren. Sudah waktunya dzuhur. Para santri dan santriwati bergegas untuk wudhu.

    Seperti biasa sudah adat di pesantren apa apa harus mengantri. namanya juga Santri Serba ngantri.

  " Cepetan dong " ucap lembut pemuda tampan yang mendapat gelar Gus.

    Gus itu nampak khawatir. Jika dia telat untuk sholat jama'ah pasti kena hukum. Dia mengaku hanya santri saja bukan seorang Gus.

    Pemuda ini maju sambil mengalirkan air jernih ke wajahnya. Tampak sangat bersinar wajahnya saat ini. Ditambah dengan berwudhu tadi. Wallahu 'alam apa yang terjadi jika para santriwati melihatnya.

   Nampak mulut Gus itu komat kamit setelah berwudhu. Lalu tangan yang ditadahkannya tadi menempel ke wajahnya.

  " Saya duluan nggeh sal " ucapnya kepada sahabat karibnya.

   " Nggeh gus " jawab Faisal. Dia haddam dari kyai pesantren ini.

     Sholat dzhur pun selesai. Sekarang waktunya bagi santri dan santriwati untuk mengikuti sekolah diniah atau madrasah.

    Gus Yusuf, itulah nama yang sering disebut jika ada yang memanggilnya. Dia bukan anak dari pemilik pesantren yang dia tempati saat ini.

    Yusuf anak dari kyai Zakaria yang juga seorang kyai di salah satu pesantren di Jakarta. Maka dari itu dia diberi gelar Gus.

    " Gus ketok kitabku ga? (Gus liat kitabku gak?) "ucap Faisal sambil mengacak² lemarinya.

    " Nggak. Coba cari yang bener "

    " Nah ini dia " Mereka pun kluar dari kamar lantas menuju ke kelas.

    Kelas mereka kebetulan jauh dari asramanya. Tidak jauh amat sii deket juga. Tapi yaa gitu dah pokoknya.

    Kelas yang mereka tempati berdekatan dengan pesantren putri. Memang ada gerbang besar yang menghalangi santri putra dan putri bertemu.

    Namun jika menjelang sore hari gerbang itu terbuka. Karna tidak sedikit para ibuk² menjenguk anaknya di pesantren.

   " Woyyy ra ngenteni aku (Woyy gak nunggu aku) . Jahat kalian! " teriak seorang pemuda dia berlari menuju Yusuf dan Faisal.

   Dia adalah Akin. Sahabat Yusuf dan Faisal. Dia adalah muadzin terbaik yang dimiliki pesantren ini.

    " Sepurane. Mangkane awakmu kesuwen (Maaf. Makanya kamu lama) " jawab Faisal.

     " Ayo dah cepet nanti telat " ajak Yusuf.

     Sesampainya dikelas mereka duduk bersebelahan. Tidak ada meja dan kursi. Bahkan karpet. Jadi mereka duduk di lantai.

     Seorang ustad paruh baya memasuki kelas. Beliau memberi salam dan dijawab oleh para santri. Satu persatu mereka maju untuk menyalami punggung tangan ustad ini.

    Punggung mereka seperti diberi beban yang berat, tertunduk dan sopan.

    Salah satu point plus bagi pesantren ini adalah Akhlak nya sangat luar biasa. Ntah itu santri maupun santriwati.

    Seusai belajar diniah. Para santri keluar dari kelas. Seperti biasa gerbang penghalang santriwati terbuka lebar.

    Banyak para orangtua membawa kiriman bagi anaknya.

   Ini adalah momen tepat bagi santri dan santriwati untuk bertemu. Cuci mata dulu Hhh.

    Saat hendak memasang sandal " Salamah ndi yo? (Salamah mana ya) " ujar Faisal matanya menyusuri pesantren putri.

   " Hallahh sal sal seng digolek Salamah (Hallah sal sal yang dicari Salamah) " Akin.

   " Tau. Istighfar sal zina mata " Yusuf.

   " Sihh sok awakmu kin. Wingi ae golek Farida (Kemaren aja cari Farida) " celetuk Faisal tak terima

    Akin terkekeh karna kemakan dengan omangannya sendiri. Sedangkan Yusuf? Dia diam seperti biasa.

   " Sudah pake sendalnya? Yuk ke kamar. Gak baik disini banyak santriwati " ucap Yusuf.

    Mereka berjalan melewati depan gerbang santriwati yang terbuka. Kebanyakan para santriwati langsung melihat atau mengendap Yusuf yang sedang melewati gerbang itu.

    Kenapa tidak? Selain sholeh dia juga ganteng pake parah. Sebutlah Yusuf adalah ketampanan Nabi Yusuf pada zamannya.

" Aduh Ya Allah meleleh hatiku "

" Rupone koyo Gus Azmi seng dek syubban iko "

" Nggak ndul. Sek gantengan Gus Yusuf "

" Eh rek ikolo. Kang Faisal manis banget "

" Gak ah aku Gus Yusuf wae "

" Ya Rabb. Pilihkan diantara Gus Yusuf, Kang Faisal, dan Kang Akin "

" Ya Allah.. Seperti inikah ketampanan nabi Yusuf? "

" Kalo gitu aku mau deh jadi Siti Zulaikhanya"

    Beberapa pujian muncul dari mulut santriwati. Mereka bertiga tidak akan mendengar karna jaraknya lumayan jauh juga.

    Tapi mereka sadar jika saat ini menjadi pusat perhatian para santriwati. Memang risih lalu harus bagaimana lagi.

   Sudah setiap hari begitu.

  " Risih aku rek " ujar Akin.

   " Yo podo kin. Ngene ikiwes lek nduwe rupo apik " Faisal

    " Alhamdulillah " Yusuf.

    " Oiya suf. Besok kamu ikut kyai ya? " tanya Akin.

     " Insya Allah kin. Kata kyai apakata besok" mereka masih diperjalanan

     " Lho kok gitu suf "

      " Gak tau juga. Saya manut aja kin "

      " Katene neng ndi suf? (Mau kemanasuf?)" Faisal.

      " Saya gak tau juga sal "

     Faisal menggut. Dan akhirnya mereka sampai di asramanya. Lega? Pastinya. Bagaimana tidak jika dari tadi menjadi bahan tontonan santriwati.

     " Saya mau mandi dulu ya. Kalo ada yang cari bilang "

     " Siap guss "

    Yusuf berjalan ke kamar mandi. Niatannya dicegah oleh seorang pembesar di pesantren. Dia adalah Ning Ulya, Ulyatunnisa putri dari kyai Muhammad.

    Tidak kaget lagi jika Ulya ke pesantren putra. Dia seorang Ning. Siapa beliau, kata Yusuf.

   " Assalamualaikum suf"

   " Waalaikum salam ning ada apa? "

   Faisal berbisik " Subhanallah cantiknya "

  " Huss jaga pandangan sal " ujar Akin. Mereka menunduk.

   " Sibuk gak suf? Saya ada perlu sama kamu "

   " Mboten ning. Ada perlu apa ning? "

   Ulya pun berbicara dengan Yusuf. Tak lama kemudian

   " Kalau begitu saya pamit. Assalamualaikum "

  " Waalaikuk salam "

   Yusuf meletakkan handuknya kembali

" Gak jadi mandi? " Akin.

" Nggak kin. Pasti sudah banyak yang ngantri. Saya wudhu saja "

   Yusuf pergi ke tempat wudhu dibuntuti oleh kedua sahabatnya.

Bagaikan Cinta Fatimah Dan AliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang