" Desiran "

4.4K 311 0
                                    

Fatimah POV

Aku melihat semua orang yang ada di dalam Bandara itu. Dimana suruhan abah itu. Katanya mau menjemput. Mungkin dia terlambat.

Aku berusaha untuk husnudzon padanya. Tiba² ada suara laki laki di belakangku.

Hendak membalikan badan aku menangkap wajahnya yang cerah. Tidak ingin kena zina mata. Aku menunduk.

Ternyata laki laki ini adalah suruhan abah. Ku kira yang menjemput seorang bapak². Ternyata pemuda tampan.

Cara bicaranya lembut nan sopan. Ntah kenapa hatiku dibuat berdesir dengan senyumnya.

Dia mempersilahkan ku untuk masuk. Ingin rasanya aku duduk didepan. Tapi rasanya tak mungkin. Aku beristigfar dikala pikiranku dipenuhi setan.

Didalam perjalanan hening tak ada suara. Aku ingin bertanya, lalu aku kumpulkan semua keberanian untuk bertanya. Jujur aku gugup.

Aku meliriknya dan berkata
" Emm kira kira berapa lama lagi... "

" Yusuf " dia menyebut namanya, dikala aku memberinya kode.

" satu jam lagi Ning "

Aku manggut.

Tiba² pesan masuk dilayar hpku. Ternyata abah.

Abahkyuu.

Assalamualaikum kamu sudah ketemu sama orangnya nak?

Me

Waalaikum salam. Nggeh bah sudah.

Abahkyuu

Abah mau kamu panggil dia gus ya nak. Sebagai tanda hormat. Dia juga anak dari seorang ulama besar di Jakarta.

Aku tersentak. Dia seorang gus? Ya Allah malunya diriku, gumamku.


Me

Nggeh abah. Fatimah akan menghormatinya. Seperti dia hormat sama Fatimah.

Setelah itu hanya di balas emotic senyuman oleh Abah.

.....

Satu jam lebih Fatimah dan Yusuf diperjalanan. Di dalam hanya ada keheningan. Keduanya sama sama canggung.

Waktu sudah menunjukan dzuhur. Yusuf menghentikan mobilnya.

" Ning kita sholat di masjid ini dulu "

" Nggeh gus, mari "

Yusuf tersentak. " Apakatanyaa? Guss? Tau dari mana dia " gumam Yusuf.

Fatimah beranjak hendak pergi ke tempat wudhu. Setelah berwudhu suara adzan terdengar.

Sangat merdu, pujinya.

Fatimah melihat siapa yang menjadi muadzin dzuhur ini. Suaranya sangat merdu.

Dia kaget ternyata yang menjadi muadzin adalah Yusuf. Lagi² hati Fatimah dibuat berdesir oleh Yusuf.

Setelah adzan selesai Fatimah berdoa. Dan menunaikan sholat sunnah qobliyah dzuhur. Begitupula Yusuf.

Jamaah masih ribut dengan siapa yang menjadi imam. Karna imam yang biasa mengingami ada halangan.

" Nak, sepertinya kamu seorang santri yang berilmu. Kamu saja ya menjadi imam" kata bapak².

Aggukan Yusuf pertanda jika ia menyetujui.

Yusuf mengucap takbir. Sholatpun dilaksanakan. Sampai saat sujud terakhir Fatimah merasa jika ia sedang di imami oleh Yusuf.

Hanya saja yang menjadi makmumnya banyak.

Setelah menunaikan sholat dzuhur keduanya kembali ke mobil. Dan melanjutkan perjalanan.

Tiba tiba mobil yang mereka kendarai terhenti. Bukan Yusuf yang menhentikannya. Tetapi mobilnya mogok.

Yusuf menarik nafas panjang. Dan mengeluarkannya kasar.

" Innalillahi " ucapnya.

Fatimah kluar dari mobil " Kenapa gus? "

" Mobilnya mogok ning "

Raut wajah Fatimah nampak biasa saja. Tidak ada kekhawatiran di mukanya.

Yusuf bingung dibuatnya.

" Punten ning. Njenengan gak khwatir? Ngapunten ning saya lancang " wajah Yusuf tertunduk. Sesekali dia melihat wajah Fatimah.

Fatimah tersenyum " Ngapain saya khawatir jika disini masih ada bantuan "

Yusuf mendongak lalu menunduk lagi
" Bantuan ning? "

" Nggeh gus. Kan ada Allah. Biar Allah yang membantu, jadi saya tidak khawatir gus "

Jujur dia kagum dengan Fatimah. Wajahnya sangat santai sekali, seperti tidak ada apa apa.

" Saya boleh liat mesinnya "

" Njih ning "

Fatimah melihat mesinnya. Ternyata ada kabel yang terputus. Dia menyambungnya kembali.

" Khalash. Coba nyalakan mesinnya gus "

Yusuf menyalakan mesinnya. Dannn hidup. Mobilnya tidak mogok lagi.

Yusuf menekuk wajahnya malu. Laki laki tidak tau mesin, kutuknya pada diri sendiri.

Fatimah sepertinya peka dengan raut wajah Yusuf. Dia meyakinkan Yusuf agar tidak malu.

" Tidak apa apa gus tidak tau mesin. Yang penting tau caranya masuk ke syurga. Saya juga tidak tau caranya masak "

Sangat jujur sekali wanita ini, batin Yusuf.

Fatimah berusaha menghibur Yusuf dengan kata²nya. Tapi tentang memasak dia berdusta. Bahkan Fatimah sangat jago masak.

" Njeh ning. Mari lanjutkan perjalanannya" ujar Yusuf.

Dia merasa bersalah. Fatimah jadi malu karna kejujurannya untuk menghibur Yusuf.

Tapi tak apalah.

Bagaikan Cinta Fatimah Dan AliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang