21

1.5K 111 3
                                    

Jennie POV

Setelah appa pergi untuk mandi, eomma juga pergi ke dapur untuk menanyakan Park ahjumma apakah makan malam sudah siap atau belum.

Kini tinggal aku dan Bobby oppa, yang masih setia mematung di ruang santai.

"Oppa, bukankah kau bilang tadi ada urusan? Mengapa kau malah kembali kesini?", tanyaku sambil menghadap kearahnya.

"O ... oh ... itu? Ah iya, urusan yang kumaksud adalah untuk membukakan pintu untuk samchon. Ayo, lebih baik kita ke meja makan. Kita tunggu samchon disana.", katanya lalu menarik tangan kananku.

Tapi aku menahannya dengan tangan kiriku.

"Kau tidak bohong padaku kan? Kau tadi sangat serius, sepertinya tadi kau juga terlihat emosi.", kataku ketika menyadari kebohongannya.

"Aku ... aku tidak berbohong, Jennie-ya. Percayalah, aku tadi hanya sekedar ingin menyambut samchon saja.", kata Bobby oppa masih berbohong.

Aku tahu dia sedang berbohong, tapi aku tidak tahu apa yang sedang dia tutupi sebenarnya.

"Lalu mengapa kau tidak mengajakku untuk menyambut appa? Lagi pula, kau tahu dari mana appa akan pulang jam segini? Aku sebagai anaknya saja tidak tahu, kepulangan appa itu tidak tentu. Tapi kau bisa tahu begitu saja? Jujurlah padaku, oppa.", kataku sedikit memaksa.

"Geurae, aku memang tadi ada urusan. Tapi ketika aku membuka pintu, samchon pulang. Jadi aku masuk lagi, aku akan menunda urusanku setelah aku pulang dari sini mungkin. Ayo, kita ke meja makan sekarang.", ajak Bobby oppa, lalu menarikku lagi.

Kali ini aku menurut karena dia sudah mengaku. Tapi masih ada satu hal lagi yang membuatku penasaran, urusan apa itu? Haruskah aku menanyakannya lagi? Tapi, dari awal dia sudah menutup - nutupinya dariku. Jika aku bertanya, dia pasti tidak akan menjawabnya atau dia akan berbohong lagi padaku.

Jennie POV End

Bobby POV

Setelah makan malam, kami berkumpul di ruang tamu. Samchon sepertinya mencurigai Jennie yang datang untuk bermalam tanpa Hanbin, maka dari itu dia menyuruh kami berkumpul di ruang tamu.

Kini samchon sedang meminum tehya, dan tiba - tiba Jennie memulai  pembicaraan.

"Appa, aku memiliki kabar bahagia.", kata Jennie sambil tersenyum bahagia.

Eo, aku dapat melihat senyum itu. Dan itu memang bukan senyum palsu.

"Hng? Apa itu? Cepat beritahu appa.", kata samchon tidak sabar ingin mendengarnya.

"Aku hamil, appa.", Lanjut Jennie.

Dia terlihat sangat bahagia, entah apa yang sebenarnya dia pikirkan. Mungkin saja dia merasa bahagia, kini dia bisa mengandung anak dari pria yang dia cintai.

"Jinjja? Wah, chukhahae Jennie-ya. Appa sangat senang mendengarnya.", kata samchon sambil tersenyum dan melihat ke arah imo, imopun membalas senyum samchon.

"Ne, appa. Gomawo.", kata Jennie.

"Em, appa. Tapi aku minta maaf padamu, aku akan ....", sebelum Jennie menyelesaikan kalimatnya, aku dengan cepat memotongnya.

Aku tidak mau sampai samchon tahu jika Jennie meminta Hanbin untuk menceraikannya. Karena aku berniat memperbaiki hubungan Jennie dan Hanbin. Itu sangat berat untukku sebenarnya, karena jujur aku masih sedikit tidak rela  jika Jennie dimiliki pria lain. Tapi aku tidak boleh egois, aku lahir bukan untuk menjadi suami Jennie melainkan hanya menjadi sepupunya.

"Jennie akan tinggal sementara disini sampai dia melahirkan, samchon. Begitu. Jennie bilang, dia ingin saat masa - masa kehamilannya, dia selalu dekat dengan imo. Karena ini kehamilan pertamanya, jadi dia belum ada pengalaman dalam mengurus diri saat hamil, ne seperti itu samchon. Jadi aku mohon pengertian samchon, agar mengizinkannya tinggal disini. Setidaknya sampai dia melahirkan, samchon.", kataku dengan tatapan serius pada samchon.

Jennie yang ada dihadapanku menatapku tidak percaya.

"Mwo? Itu terlalu lama jika harus sampai melahirkan. Lagi pula, ada Hanbin yang akan membantu Jennie jika dia kesulitan mengurus dirinya yang sedang hamil. Hanbin harus menjadi suami siaga saat ini.", kata samchon.

"Ne, samchon. Tapi Hanbin bilang dia akan sering melakukan tugas luar kota. Jadi, dia tidak bisa menjaga Jennie. Aku hanya khawatir, Jennie akan kesepian. Dan jika dia mulai mengalami masa mengidam, siapa yang akan dia minta untuk melakukan suatu hal?", kataku mencoba memberi pengertian pada samchon dengan cara berbohong.

Lihatlah Jen, aku melakukan banyak kebohongan hanya karenamu.
Maafkan aku, Tuhan.

"Kau benar juga Bobby-a.", kata samchon.

"Ok, kalau begitu appa mengizinkanmu untuk tinggal disini sampai cucu appa lahir.", kata samchon pada Jennie.

Lalu aku tersenyum, karena aku berhasil membuat samchon menyetujuinya.

"Tapi, aku ingin Hanbin datang kesini. Aku ingin bicara sesuatu. Jika dia tidak sibuk, suruhlah dia datang Jen.", kata samchon lalu bangkit dari duduknya.

"A ... ah ... ne appa, aku akan menghubunginya nanti.", kata Jennie.

Setelah mendengar jawaban Jennie, samchonpun pergi ke kamarnya.

"Yak! Oppa. Apa yang kau lakukan sebenarnya? Mengapa kau selalu tidak memperbolehkan aku mengatakan pada appa? Jika appa tahu, maka appa akan mendukungku untuk cepat bercerai dengan Hanbin oppa.", kata Jennie yang kesal padaku.

"Jangan seperti itu, Jennie-ya. Kau harus memikirkan calon anakmu itu, apa kau benar - benar siap melihat anakmu lahir tanpa sosok appa? Jika tidak, maka kau harus menurut padaku. Aku akan membantumu keluar dari masalahmu, cukup percaya padaku.", kataku lalu meminum tehku.

"Eo, Jennie-ya. Kau harus menurut pada Bobby. Dia memiliki rencana untuk membantumu. Eomma juga tidak tega jika kau harus melahirkan anak tanpa suami dan melihat cucu eomma lahir tanpa appanya. Eomma tidak tega, Jennie-ya. Jangan keras kepala disaat seperti ini eo? Eomma mohon.", mohon imo memberi pengertian pada Jennie.

Entah Jennie akan mengerti atau tidak. Yang pasti aku harus pulang malam ini, dan besok aku harus memaksa Hanbin untuk datang menemui samchon.

Bobby POV End
.
.
.
TBC.

Gimana part 21nya all? 😁
Jangan rame diawal aja ya, dipart-part selanjutnya tolong ramein juga 🙏
Ah iya, jangan lupa vote ya sebagai tanda kalian dukung aku. 🙏🏻
Bagi yang belom follow aku, tolong follow ya. 🙏🏻
Gomawo, all.

Saranghae Kim HanbinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang