Jennie POV
Kini aku dan Hanbin sedang berada di kamarku. Aku duduk dipinggir ranjang, dan kulihat dia masih berdiri mematung setelah menutup pintu kamarku.
"Sebenarnya apa yang ingin kau bicarakan?", tanyaku dingin.
Aku sebenarnya terpaksa berbicara dengan nada dingin padanya, karena aku harus belajar tidak peduli padanya.
Tapi entahlah, itu sulit karena aku sangat mencintainya.Hanbinpun melangkah untuk menghampiriku, lalu dia duduk disampingku.
"Jen, aku sudah mendengarkan penjelasan Bobby hyung.", katanya.
Seketika akupun langsung menatapnya karena terkejut.
Bisa - bisanya dia mau mendengarkan penjelasan Bobby oppa, sedangkan penjelasanku tidak."Aku percaya padanya.", lanjutnya.
"Lalu?",tanyaku.
"Aku ingin kau pulang bersamaku hari ini.", katanya.
Wah, aku sangat terkejut.
"Apa yang Bobby oppa lakukan padamu sampai - sampai kau seperti ini? Apa dia mengancammu?", tanyaku.
Aku akan pulang bersamanya, jika memang itu kemauan hatinya bukan paksaan dari Bobby oppa.
"Bobby hyung hanya menjelaskan semuanya padaku tadi pagi. Dia bahkan menghubungiku sekitar jam 4 pagi, lalu datang kerumah sekitar jam 5 pagi. Dan dia tidak mengancamku, dia hanya memberiku penjelasan dan pengertian.", katanya.
Mwo? Pengertian?
"Dia menyuruhku untuk menjagamu karena jika dia sudah menikah, dia tidak lagi bisa menjagamu dan anak yang kau kandung.", lanjutnya.
"Bobby hyung sepertinya memang sangat mencintaimu, Jen.", lanjutnya lagi.
Sungguh aku terkejut. Apa Bobby oppa bercerita juga kalau dulu dia menyatakan perasaannya padaku?
Wah, jinjja?
"Jadi, Bobby oppa bercerita tentang dia yang mengutarakan perasaannya padaku?", tanyaku.
"Eo, dia juga bercerita tentang itu. Jujur, aku tidak menyangka. Tapi sepertinya itu mungkin, karena jika aku menjadi Bobby hyung maka aku juga akan menyukaimu. Aku baru sadar saja dengan perasaanku padamu. Aku merasa kesulitan ketika kau tidak ada.", katanya.
"Kesulitan bagaimana? Kau hanya tidak makan malam sekali dalam sehari.", kataku.
"Eo, kau benar. Tapi, jika kita bercerai mungkin saja aku bisa mati ....", katanya dan dengan cepat kupotong.
"Karena kau tidak makan?", tanyaku.
"Eo, karena itu.", katanya lalu terkekeh.
"Aniya, Jen. Aku ingin serius kali ini. Dengarkan aku baik - baik!", katanya.
Lihatlah, dia menyuruhku mendengarkannya? Sedangkan dia kemarin tidak mau mendengarkanku.
"Apa aku harus? Kau bahkan tidak mau mendengarkan penjelasanku kemarin.", kataku menyindirnya.
"Mian, lain kali aku akan mendengarkan semua ucapanmu. Sekarang kau dengarkan aku dulu", katanya.
"Lain kali? Kita akan secepatnya bercerai. Kau tinggal jelaskan pada appa, jika alasan kita bercerai karena kau yang tidak menginginkan anak kita. Maka bukan hanya aku yang akan membencimu, melainkan appa dan juga eomma.", kataku.
Tiba - tiba aku merasa sedih dengan ucapankku sendiri, mengingat Hanbin yang memang tidak mengakui anaknya sendiri.
Lihat, aegya. Appamu tidak mengakuimu sebagai anaknya, maafkan appamu eo?
Sepertinya aku tidak bisa menahan air mataku, aku takut jika air mataku akan menetes dihadapannya. Dia tidak boleh melihat air mataku, dia akan berpikir bahwa aku ini wanita lemah.
Aku ingin keluar dari kamar ini, tapi tiba - tiba aku merasakan tanganku dicekal olehnya dan dia langsung bangkit untuk membawaku kedalaman pelukannya.
"Lepas! Bukankah kau bilang aku jalang? Itu artinya aku ini sangat menjijikkan kan?", tanyaku sambil memukuli dadanya dan mulai menangis.
"Jen, kumohon dengarkan aku. Ayo kita mulai semuanya dari awal. Aku akan belajar memcintaimu dan menerima anak kita. Kumohon, Jen. Dan aku minta maaf telah menyebutmu jalang, karena saat itu aku emosi.", kata Hanbin.
Apa aku tidak salah dengar? Memulai semuanya dari awal? Belajar mencintaiku dan menerima anak kami?
Seketika aku berhenti memukulinya, tapi masih dengan tangisku.
Aku harus bagaimana sekarang?
"Kembalilah ke rumah, Jen. Aku berjanji akan menjagamu dan anak kita.", katanya.
Seketika aku ingat pada Dahyun.
"Bagaimana dengan kekasihmu?", tanyaku masih dalam dekapan Hanbin.
Tapi mendengar pertanyaanku itu dia langsung melepaskan pelukannya.
"Dan mulai sekarang jangan bahas tentangnya lagi. Hubunganku sudah berakhir dengannya.", katanya lalu mendudukan dirinya dipinggir ranjangku.
"Apa aku boleh tau apa alasannya?", tanyaku penasaran.
Bukankah mereka saling mencintai? Mengapa hubungan mereka berakhir?
"Dia selingkuh. Kau ingat saat aku mabuk? Saat itulah aku melihatnya sedang berciuman dengan pria lain yang dia sebut sebagai tunangannya. Aku tidak menyangka dia akan melakukan itu padaku.", kata Hanbin menjelaskan.
"Dan dimalam itu pula, mungkin aku melakukannya denganmu? Tapi sungguh aku tidak sadar. Mianhae.", sesal Hanbin
"Gwenchana, semua sudah terjadi. Itu juga salahku yang tidak mampu menahanmu, dan aku tidak menyesal karena mengandung anakmu.", kataku lalu aku pergi ke kamar mandi untuk membasuh wajahku karena air mata sialan ini.
Saat aku sudah berada di depan wastafel, aku melihat pantulan diriku dicermin tapi aku terkejut karena ternyata ada pantulan tubuh Hanbin juga. Tenyata dia mengikutiku. Dia membalikkan tubuhku, lalu dia menghapus sisa air mata dipipiku.
"Aku juga tidak menyesal membiarkanmu mengandung anakku. Aku akan menjagamu dan anak kita mulai sekarang. Maafkan aku yang dulu, dan terimalah aku yang sekarang. Aku akan berubah menjadi lebih baik lagi untukmu dan anak kita.", kata Hanbin.
Aku hanya tersenyum. Aku merasakan ketulusannya, sampai aku tidak bisa berkata - kata lagi.
Tiba - tiba dia mendekatkan wajahnya padaku, dan dia mengecup bibirku singkat. Aku sungguh terkejut.
"Mengapa kau lakukan itu?", tanyaku.
Tapi dia hanya tersenyum dan malah memelukku.
Jennie POV End
.
.
TBC.Gimana part 28nya all? 😁
Jangan rame diawal aja ya, dipart-part selanjutnya tolong ramein juga 🙏
Ah iya, jangan lupa vote ya sebagai tanda kalian dukung aku. 🙏🏻
Bagi yang belom follow aku, tolong follow ya. 🙏🏻
Gomawo, all.
KAMU SEDANG MEMBACA
Saranghae Kim Hanbin
FanficMenikah adalah hal yang paling membahagiakan didalam hidup seseorang. Tapi tak semua pernikahan akan membahagiakan. Contoh saja pernikahan Kim Jennie dan Kim Hanbin. Mereka menikah karena suatu alasan yang disebut perjodohan. Bagi sebagian besar ora...