Prolog

621 164 168
                                    

"Will? Dimana kau? Will?" Jesslyn memanggil suaminya sambil terus mengaduk sup diatas kuali panas.

"Disini, aku disini, sayang! Sebentar!"

Tak lama kemudian terdengar bunyi gedebuk pelan diikuti langkah kaki seseorang yang kian mendekat.

"Maaf, sayang aku.."

"Astaga, apa saja yang kau lakukan? Daritadi aku sudah memanggilmu," Jesslyn mengeluh sambil mengusap peluh yang membasahi dahinya.

Will tersenyum kecil. "Tadi putri kecil kita menangis, jadi aku menggendongnya supaya dia tertidur." Ia lalu melirik kuali besar dihadapan istrinya. "Butuh bantuan?"

Jesslyn hanya memutar bola matanya. "Tidak perlu. Semua sudah hampir siap, dan kau baru datang."

Sekali lagi, Will tersenyum kecil.

Malam ini badai saju menerpa kota itu, jadi semua orang harus tetap berada di dalam rumah untuk menghangatkan diri, tak terkecuali keluarga kecil Rochester.

Sesekali, William Rochester atau yang bisa disebut Will, menatap keluar jendela, dimana salju terus turun ke bawah dengan derasnya.

"Aku lega kita sudah berada di rumah." Kata Will sambil terus menatap jendela kecil itu. "Aku tidak dapat membayangkan bagaimana jadinya kalau kita masih ada di luar sana."

Jesslyn mengangguk sambil mulai menata mangkuk serta piring di meja makan. "Kau benar. Aku tidak bisa membayangkan ada seorang pun yang bisa bertahan di tengah badai itu." Katanya seraya bergidik pelan.

Will hanya mengangguk paham.

Tak berapa lama, akhirnya Jesslyn berdeham, menyadarkan Will dari lamunannya. "Makanan siap."

Will menoleh dan mulai berjalan mendekat meja makan.

Ketika hendak duduk, tiba-tiba ia mendengar pintu diketuk.

Sontak, Will dan Jesslyn menoleh bersamaan. Mereka saling melirik satu sama lain seolah bertanya dalam diam.

Tak berapa lama, pintu kembali diketuk.

"Siapa?" Tanya Will akhirnya.

Tak ada jawaban.

Will hanya menggelengkan kepalanya dan hendak kembali duduk, ketika mendengar pintu kembali diketuk.

Dengan tak sabar, ia berdecak sebal dan hendak melangkahkan kaki ke pintu, tapi Jesslyn mencegahnya.

"Jangan Will. Aku takut."

"Tidak apa, aku akan mengatasinya." Katanya sambil melirik pistol berlaras panjang di dekat pintu.

"Tapi.." Jesslyn mengerutkan kening cemas sambil melirik pintu sekilas sebelum kembali bicara dengan suara yang lebih pelan. "Orang gila mana yang berani keluar dari rumahnya ditengah badai salju seperti ini? Dan lagi kita juga tak memiliki tetangga, Will."

"Aku tahu, tapi.."

Terdengar ketukan lain di pintu.

Will tersenyum menenangkan pada istrinya. "Tidak apa." Katanya lalu berjalan mendekati pintu sambil sedikit mengendap-endap dan mengambil pistol berburunya di sebelah tangan, sementara tangan yang lain mulai membuka gerendel pintu.

Perlahan tapi pasti, pintu itu terbuka.

Jantung Will berdegup kencang selaras dengan derit pintu yang terdengar.

Tapi, ketika pintu benar-benar terbuka, ternyata di luar tidak ada siapa pun.

Jesslyn yang tadinya berdiri cemas di samping dinding pun ikut melongokkan kepalanya untuk melihat ke luar.

Di luar tidak ada apa pun selain badai salju yang menerpa dengan deras.

Will mencoba memicingkan matanya agar bisa melihat dengan lebih baik, dan hendak maju selangkah ketika mendadak kakinya terantuk sesuatu yang keras.

Will menatap ke bawah seiring dengan pekikan kaget dari istrinya.

Will mendapati sebuah kotak kayu besar dihadapannya.

Dengan pelan, Will mencoba melongok, melihat isinya melalui tutup peti yang sedikit terbuka, dan alangkah terkejutnya ia  karena isinya ternyata adalah seorang bayi kecil yang kurang lebih seusia putrinya, Bianca.

"Apa itu? Apa isinya Will?" Tanya Jesslyn sambil berjalan mendekat.

Jesslyn mencoba melihat dengan jelas apa yang ada di sana, dan setelahnya, ia terpekik kaget. "Ba..bayi? Ta..tapi bayi siapa? Siapa yang tega meletakkan bayi itu di depan sini dalam keadaan cuaca seperti ini?"

Will hanya mengedikkan bahunya, bingung.

Dengan pelan tapi pasti, ia membuka seluruh tutup peti itu, dan ternyata di dalamnya tidak ada apa pun selain bayi itu.

Diangkatnyalah bayi itu dan didekapnya dalam pelukannya.

Hangat. Walau ditengah cuaca seperti ini, tapi suhu bayi itu tetaplah hangat, dan entah darimana, tanpa sadar, timbulah rasa sayang seketika itu juga dalam hati Will pada bayi itu.

Dilihatnya bayi yang tersenyum padanya itu dengan haru.

"Mau kau apakan bayi itu, Will?" Tanya Jesslyn.

Will melirik istrinya sekilas sebelum kembali menatap bayi itu. Dalam satu tarikan napas, ia sudah membuat keputusan yang tidak akan pernah disesalinya, tidak peduli apa pun konsekuensinya.

"Aku akan merawatnya." Katanya mantap.

"Hai kecil," katanya sambil menyentuh tangan mungil bayi itu. "Mulai sekarang kau akan menjadi bagian dari keluarga ini."

"Dan namamu adalah..."

To be continued.

●●●

Hai, ini cerita terbaruku, semoga kalian suka❤❤

Jangan lupa tinggalkan jejak berupa vote dan comment ya hehe..

CinderelliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang