Keesokkan harinya, Eli bangun dengan perasaan yang lebih damai. Ia lalu bangkit dari tidurnya dan berdoa dengan harapan semoga hari itu ia dapat bertemu dengan pria itu lagi.
Selesai dengan hal itu, ia lalu mandi dan berganti pakaian.
Ia lalu menyisir rambutnya dan menguncitnya menjadi ekor kuda, dan meraih tasnya. Tak lupa ia memasukkan sapu tangan itu ke dalam tasnya.
Setelah itu, ia turun ke lantai bawah dimana ayahnya menunggunya dengan segudang pekerjaan pagi.
Sesekali Eli menghela napas. Kapan aku terbebas dari semua ini? Aku ingin sekali tampil bersih dihadapan semua orang.
Percuma Eli mandi, dan merapikan rambutnya, toh nantinya ia akan kusut lagi seperti biasa karena ia harus membantu ayahnya. Dan Eli tak bisa menolak, karena itu harus dilakukan.
Tapi, alangkah kagetnya ia ketika mendapati bengkel hari itu kosong.
Kemana semua pelanggan?
Biasanya di pagi hari, bengkel itu sudah langsung penuh sehingga ayahnya dan para pegawainya kesusahan.
"Dad? Dimana kau?" Eli berjalan kesana kemari mencari ayahnya.
"Oh, Eli? Kau sudah siap ke sekolah, nak?" Tanya ayahnya sambil melongok ke dalam bengkel, "Kemarilah." Katanya mengajak Eli pergi keluar.
Dengan sedikit perasaan aneh, ia berjalan ke luar rumah.
"Ada apa da.." seketika ucapan Eli berhenti begitu melihat orang yang sedang bersama ayahnya. "Ka..kau?" Eli membulatkan matanya lebar.
Kedua orang yang sedang berbicara itu pun menghentikan kegiatannya dan menatap Eli. "Oh, nak, kenalkan, ini salah satu pelanggan setia ayah. Victor Johannson. Kudengar ia satu sekolah denganmu." Kata ayahnya berusaha menggiring Eli agar berdiri lebih dekat dengan Victor.
"Hai," kata Victor sambil tersenyum. "Sudah kubilang bukan kalau kita akan bertemu lagi."
Eli hanya mengerjap, masih belum pulih dari kekagetannya, hingga akhirnya ayahnya kembali berbicara.
"Dia bilang kemarin kau memperbaiki motornya, dan ia merasa sangat berterima kasih, oleh karena itu, ia berinisiatif untuk mengantarmu ke sekolah sebagai ucapan terima kasih."
Eli hanya mengangguk ketika ayahnya mengatakan itu semua, masih belum sepenuhnya sadar hingga beberapa detik kemudian...
"WHATT!???" Ia menatap Victor dan ayahnya bergantian. "Tunggu..aku..tidak..aku.."
"Sudahlah," ayahnya mendorong Eli kearah motor lelaki itu. "Cepat berangkat kalian akan terlambat."
"Tapi aku.."
"Cepat." Kata ayahnya sambil menatap Eli dengan pandangan yang sulit diartikan.
Akhirnya Eli hanya pasrah dan naik ke belakang Victor.
"Hati-hati!" Teriak ayahnya ketika motor telah melaju.
●●●
"Jadi.." Eli berdeham pelan sebelum melanjutkan. "Namamu bukan Victor Frankenstein?"
Begitu mendengar pertanyaan itu, mendadak Victor tertawa. "Itukah pertanyaan pertamamu padaku?" Katanya disela tawanya.
Eli mengerucutkan bibirnya sebal. "Dasar penipu, sudah kuduga namamu tidak mungkin itu."
"Dan kau percaya?" Lelaki itu menggoda Eli.
"Sudah diamlah." Kata Eli dengan jengkel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinderelli
Teen FictionElisabeth Rochesther atau yang biasa dipanggil "Eli" diberi julukan "Cinderelli" oleh teman-temannya karena setiap hari tubuhnya selalu ditutupi debu dan kotoran dikarenakan ia harus membantu ayahnya mengurus bengkel. Tapi apa jadinya bila suatu ha...