Bastard, Zac!

215 62 12
                                    

Eli meletakkan semangkuk sup panas dengan hati-hati ke tengah meja. 

"Fiuhh," ia mengelap keningnya usai menata meja dan segera memanggil semua orang untuk makan.

Mereka semua masuk ke ruang makan dan duduk di kursi masing-masing.

"Wah, kelihatannya enak." Kata Victor senang ketika Eli menyendokkan sup ke dalam mangkuknya.

Mendengar hal itu, Eli tersenyum senang.

Kali ini Zac setuju dengan pendapat Victor. Sup buatan Eli memang nampak sangat lezat, aromanya pun amatlah menggoda siapa pun untuk segera mencicipinnya.

Zac memandangi interior ruang makan sederhana itu. Secara keseluruhan, walau tidak besar, ruangan itu tampak rapi dan enak dipandang.

Mungkin ruang makan ini ukurannya tidak mencapai setengah dari ruang makan di rumahnya, tapi suasana di rumah ini jauh berbeda.

Zac mengerjap, berusaha mengalihkan ingatannya atas rumahnya, ia lalu mulai menyendok sup yang ada di hadapannya.

Ketika sudah merasakannya, matanya melebar. Enak.

"Aku tidak menyangka kalau kau pintar memasak." Katanya.

Eli memutar bola matanya. "Oh ayolah, itu hanyalah sup biasa, semua orang juga bisa memasaknya."

Zac menggeleng. "Ini enak sekali, aku tidak bohong." Ia cepat-cepat menghabiskan supnya, lalu memakan ayam bakar yang ada di piringnya. "Ayam ini pun enak." Katanya.

"Pelan-pelan saja makannya." Kata Eli sambil menggeleng-gelengkan kepala menatap Zac yang makan dengan lahap itu.

Zac tersenyum merasakan atmosfer damai di sekelilingnya. Selama ini ia selalu makan sendirian. Kedua orang tuanya sibuk bekerja, sehingga mereka hampir tidak pernah makan bersama-sama.

Ya, berkat Eli, ia merasa mendapat banyak pengalaman berharga. Ia merasa bahwa Eli dapat merubah kehidupannya yang awalnya membosankan menjadi lebih bermakna.

●●●

"Dad, apa semua sudah beres?" Eli meletakkan lap serta celemeknya di atas meja.

Ayahnya mengacungkan jempol, tanda semua sudah selesai.

Eli menghela napas lega. "Kalau begitu, aku berangkat dulu!"

"Eli!" Panggil ayahnya sebelum ia keluar dari bengkel.

"Yes, dad?" Eli menoleh dan menatap ayahnya yang baru saja selesai memperbaiki sebuah mobil.

"Kau tahu," ayahnya bangkit berdiri dan melap tangannya pada celemek yang dikenakannya. "Kau tak perlu membantuku tiap pagi. Lihatlah, wajahmu jadi kotor." Kata ayahnya sambil berusaha membersihkan kotoran di wajah Eli.

Eli menggeleng. "Tidak apa, nanti aku bisa membersihkannya di sekolah."

"Tapi tetap saja.."

Eli menggeleng sambil tersenyum hangat, "Aku bisa mengurus diri sendiri, dad. Jangan khawatir."

Akhirnya ayahnya hanya bisa menghela napas dan mengangguk lemah.

Eli tersenyum lalu mengecup pipi ayahnya sebelum kemudian melangkahkan kaki menuju sekolah.

Sebenarnya bohong kalau misalnya ia baik-baik saja dengan keadaannya.

Ia ingin sekali berangkat dalam keadaan bersih, seperti kemarin contohnya. Tapi hal itu sangatlah jarang terjadi.

Kotoran di wajahnya tidak semudah itu dapat dibersihkan, karena walau sudah mencucinya berkali-kali, tetap saja masih ada bekas kehitaman di sana. Belum juga rambutnya yang sering terlihat berminyak.

CinderelliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang