Awkward

166 25 2
                                    

Eli dan Zac sama-sama termenung sesudah 'kejadian itu'. Mereka tidak bicara satu sama lain, dan bahkan tidak menatap satu sama lain.

Untuk beberapa lama, suasana di UKS itu terkesan seolah tidak ada orang.

Hingga beberapa saat, akhirnya Zac berdeham.

"Itu.." ujar mereka bersamaan.

"Kau duluan." Kata mereka kembali bersamaan.

Eli mengerjap, dan seketika tawanya pun lepas, melihat hal itu Zac hanya terbengong selama beberapa saat dan ia pun ikut tertawa, lega karena melihat Eli tidak marah.

"...kau..." Zac melirik Eli. "Tidak marah?"

Eli mengangkat alisnya. Ia terdiam beberapa saat sebelum menjawab. "Jujur saja, awalnya aku terkejut tadi, tapi aku yakin itu adalah sebuah kesalahan ya.."

"Itu bukanlah kesalahan." Kata Zac menyela.

"Apa?"

"Itu bukanlah kesalahan." Katanya kali ini dengan pipi yang merona merah.

Eli mengerjap kaget, tak tahu harus bicara apa.

Ketika akhirnya Eli hendak mengatakan sesuatu, Zac bangkit berdiri.

"Lukamu sudah kuobati, aku pergi dulu." Katanya sambil melangkah kikuk, meninggalkan Eli sendirian yang masih menatapnya terkejut.

Apa ini kenapa dia meninggalkanku setelah menciumku?

Eli mengerjap sekali lagi, bingung.

Dasar pria brengsek!

Simpulnya kemudian.

Ia sudah menduga, bahwa Zac adalah satu dari sekian banyak orang yang seharusnya ia hindari, tapi pada kenyataannya ia tidak bisa menghindari pria itu melainkan terus berada di dekatnya. Kejadian yang dialaminya merupakan akibat dari ketololannya.

Sial.

Eli meraba bibirnya, masih bisa merasakan kelembaban bibir Zac di sana.

Bagaimana pun, itu adalah ciuman pertamaku. Dan aku membiarkan si brengsek itu mengambilnya! Dasar bodoh!

●●●

Zac menyusuri koridor sambil merutuki kebodohannya. Sesekali ia memukuli kepalanya sendiri.

Kenapa aku melakukan itu? Aku pasti sudah gila!

Ia benar-benar bingung dengan dirinya sendiri.

Kenapa aku mencium seseorang seperti Eli? Maksudku, hei! Aku suka gadis seksi yang menarik bukan gadis seperti Eli! Apa aku sudah gila?

Tetapi ketika diingatnya rasa manis dan lembut dari bibir Eli, ia tak bisa memungkiri bahwa ia menikmati ciuman itu.

Gila..gila..

Zac menggeleng-gelengkan kepalanya. Tapi daripada semua itu, yang lebih mengusiknya adalah tatapan Eli pada dirinya saat ia meninggalkan gadis itu seorang diri.

Kecewa kah?

Saat ini Zac dilanda kebibgungan. Selama ini, ia belum pernah mengalami hal seperti itu. Ini merupakan pengalaman baru untuknya.

Ia menghentikan langkahnya, dan termenung selama beberapa menit di sana. Sendirian.

Tanpa sadar, wajahnya terasa panas ketika otaknya kembali mengingat kejadian tadi.

Apakah aku jatuh cinta padanya?

Sontak pikiran itu datang kepadanya, dan secepat pikiran itu muncul, ia cepat-cepat menepisnya.

Tidak mungkin. Yang kurasakan ini pasti bukan itu. Bukan.

Selama ini Zac tidak pernah jatuh cinta pada siapa pun, ia tidak pernah merasakan hal itu karena selama ini ia hanya memain-mainkan perasaan para wanita. Tapi, kini ia merasa bahwa perasaannyalah yang dipermainkan.

Tidak. Zac harus mendapatkan kejelasan mengenai perasaannya sendiri.

Dan terutama mengenai perasaan gadis itu.

Dengan langkah tegap, ia kembali berjalan menuju UKS.

Aku harus menanyakannya pada Eli. Aku harus bertanya apa yang dia pikirkan. Harus.

Ketika sampai di pintu UKS, ia terdiam sejenak, berusaha mengatur napasnya sebelum masuk.

Setelah ia menghembuskan napas pelan, Zac membuka pintu sedikit ketika melihat bahwa Eli tak sedang sendirian di sana.

Dan melihat pemandangan yang saat ini berada di depannya, seketika membuat jantungnya berdegup kencang, dan jujur saja, ia merasa sakit.

Zac mengepalkan tangannya, berusaha menahan amarah yang entah sejak kapan menumpuk di dalam dirinya.

Ia hanya bisa berdiri mematung di sana, dan menatap kejadian di hadapannya.

●●●

"Hei, bro!" James mengejar Victor yang berlalu meninggalkannya dengan Michael. "Kau mau kemana?" Tanyanya setelah berhasil mengejar Victor.

"Bukan urusanmu."

"Jangan bilang kau mau mencari gadis itu?"

Victor terdiam.

James menghela napas pelan. "Aku tahu aku tak berhak ikut campur mengenai perasaanmu. Tapi kalau ada apa-apa, kau bisa cerita padaku." Ujar James sambil tersenyum riang. "Kau tahu kan aku selalu ada di pihakmu?"

Victor tersenyum miring.

"Aku tahu," bisiknya tipis kemudian berjalan meninggalkan James yang berdiri mematung, terlalu terkejut mendengar jawaban Victor.

Memang diantara ketiga sahabatnya (James, Zac, dan Michael), Victor lebih jauh dekat dengan James. Karena mereka sudah saling mengenal sejak kecil.

Walau Victor jauh lebih tua daripada James, tapi sejak dulu mereka sering bermain bersama.

Bahkan sewaktu dulu Zac berhenti sekolah, James tidak pernah sekali pun menghakiminya. Ia tetap menjadi temannya dan selalu setia bersamanya.

Victor tersenyum mengingat-ingat saat-saat itu.

Ia lalu melangkahkan kakinya untuk mencari Eli, dari kelas-ke kelas lain, hingga akhirnya tanpa sengaja ia berpapasan dengan Jennie.

"Kau tahu dimana Eli?"

"Setahuku tadi Zac membawanua ke UKS."

"Ok, thanks." Kata Victor dan berlalu dari sana.

Zac.

Mendadak Victor teringat bahwa memang beberapa hari ini Zac selalu ada di dekat Eli.

Apa ia bermaksud mempermainkannya?

Bahkan bila itu sahabatnya sendiri, ia tidak akan segan-segan menghajarnya bila suatu saat nanti ia tahu bahwa Zac mempermainkan perasaan Eli.

To be continued.
Halo, masih ada yang baca cerita ini? Maaf ya baru update hehe..author usahain tamatin cerita ini kok dan ini ceritanya masih panjang buanget jadi baca terus ya hehe...aku bakal cepet update kalau banyak yang baca kok hehe..tapi kalau ga juga tetep bakal kuupdate wakakak..ok sampai ketemu di bab selanjutnya..thanks buat yang masih baca ceritaku😘

CinderelliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang