Victor Frankenstein?

260 88 43
                                    

Mata Eli bertemu dengan mata biru lelaki itu, untuk sesaat Eli merasa melihat bahwa mata pria itu sewarna biru laut, dan itu sangat indah.

Tapi, dengan cepat, Eli mengalihkan pandangannya. "Kau tidak apa-apa?" Kata Eli akhirnya.

Lelaki itu mengangguk sambil tersenyum riang, senyum yang bisa menghangatkan hati siapa pun, bahkan Eli.

Setelah terbengong beberapa saat, akhirnya Eli mengalihkan pandangannya dari wajah pria itu dan menatap ke arah motor yang berada di sampingnya.

"Ngomong-ngomong.." Eli menatap motor mahal itu dengan pandangan  bertanya. "Ada yang bisa kubantu?"

Lelaki yang sudah kembali fokus pada motornya itu pun seketika menghentikan kegiatannya. Ia mengernyit kaget. "Kau? Tidak." Katanya sambil tersenyum kecil.

Merasa diremehkan, Eli pun ikut berjongkok di samping pemuda itu. "Oh ayolah, katakan saja apa masalahnya, kurasa aku bisa membantu." Katanya sambil mengamati motor itu lagi.

" Katanya sambil mengamati motor itu lagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Lelaki itu hanya mengangkat alis dan dengan sedikit enggan memberitahukan permasalahannya.

Setelah beberapa saat terdiam dan hanya mendengarkan, akhirnya Eli mengangguk paham.

"Aku mengerti," katanya. "Minggir sedikit." Katanya berusaha untuk melihat lebih jelas. "Apa kau punya tang?"

Lelaki itu mengangguk dan membuka jok motornya untuk mengambil beberapa alat. "Ini."

Eli mengambilnya tampa melirik ke arah  lelaki itu sedikit pun.

Satu menit. Dua menit. Sepuluh menit.

Lelaki itu hanya diam memerhatikan Eli yang sibuk dengan pekerjaannya sendiri, entah kenapa ia begitu percaya Eli mampu memperbaikinya tanpa membuat kerusakan yang lebih parah.

"Selesai." Kata Eli akhirnya sambil tersenyum ceria. Ia mengusap peluh yang membasahi dahinya dengan punggung tangan, meninggalkan bekas corengan oli di wajahnya.

Lelaki itu terpana melihat hasil pekerjaan Eli. "Wah, apa yang kau lakukan?" Tanyanya. Ia pun mencoba menyalakan mesin motornya, dan ternyata berhasil!

"Sederhana saja, aku hanya mencari penyebab kenapa motormu macet dan ternyata penyebabnya adalah knalpotmu tersumbat jadi aku berusaha untuk memperbaikinya."

Lelaki itu mengangguk paham dan melirik ke arah Eli dan mengamati wajah gadis itu yang sudah kotor. Mendadak, seulas senyum menghiasi bibirnya.

Ia lalu mengambil sapu tangan dari jaketnya dan tanpa permisi menarik dagu Eli dan mulai mengusap wajahnya dengan lembut.

Eli yang terkejut dengan semua itu awalnya ingin menarik diri. Tapi lelaki itu berkata, "Diam sebentar. Aku tidak ingin wajah cantikmu kotor karenaku." Katanya sambil tetap berusaha menghapus bekas oli dari wajah Eli. Dan perkataan itu sukses membuat Eli terdiam.

Cantik. Seumur-umur, baru kali ini ada orang yang mengatakan dirinya cantik selain kedua orang tuanya. Dan mendadak hal itu membuat jantung Eli berdetak kencang.

Ada apa denganku? Pikirnya panik. Jangan bodoh, El. Dia melakukan ini karena kau sudah berhasil memperbaiki motornya!

"Selesai." Kata pria itu sambil bangkit berdiri dan hendak memasukkan sapu tangan itu ke dalam kantongnya ketika Eli mencegahnya.

"Tunggu," kata Eli tanpa sadar mencengkram lengan pria itu.

Gerakan pria itu terhenti, dan ia menatap Eli dengan alis terangkat.

"Itu," kata Eli sambil menunjuk sapu tangan dengan matanya. "Berikan padaku, biar aku mencucinya lalu mengembalikannya padamu. Bagaimana pun akulah yang membuatnya kotor, jadi biar aku bertanggung jawab. Rumahku ada di sekitar sini, jadi.."

Lelaki itu kembali tersenyum memperlihatkan lesungnya yang menggoda. "Tidak perlu. Aku melakukan ini karena rasa terima kasihku dan karena aku merasa bertanggung jawab sebab wajahmu kotor karena memperbaiki motorku."

"Tapi," Eli berusaha menyela dan memberikan jawaban yang tepat.

Setelah terdiam sesaat, akhirnya lelaki itu mengangguk pasrah. "Baiklah, aku akan menitipkan sapu tangan ini padamu, dan kau boleh mengembalikannya kapan pun padaku." Katanya sambil menyerahkan sapu tangan itu pada Eli dan memakai helmnya.

"Tunggu dulu," ucap Eli yang terlonjak kaget.

Lelaki yang sudah duduk di bangku motornya itu pun, membuka kaca helmnya dan menatap Eli.

"Kalau aku ingin mengembalikannya, dimana aku harus menemuimu?"

Lelaki itu tersenyum miring . "Kita akan segera bertemu lagi, percayalah padaku." Katanya dan menstater motornya.

"Kalau begitu, setidaknya beritahu aku siapa namamu?"

"Victor." Gumamnya pelan.

"Victor siapa? Ada banyak sekali Victor disini jadi.."

"Victor Frankenstein."  Ujar lelaki itu lalu melajukan motornya meninggalkan Eli yang masih berteriak memanggilnya.

"Hei! Jangan bercanda! Hei!" Eli berusaha mengejarnya, tapi motor itu beserta pengendaranya telah menghilang di tikungan.

"Aissshhh, sial." Kata Eli berusaha mengatur napasnya. "Zaman sekarang mana ada orang bernama itu? Dia kira dia dr. Frankenstein apa?" Katanya diselingi senyum.

Ia menggenggam sapu tangan ditangannya dengan pandangan hangat.

●●●

Victor yang sedang mengemudikan motornya itu sesekali tersenyum mengingat kejadian tadi.

Elisabeth Rochester.

Ia menatap lurus ke depan. Sudah kuduga, kau adalah gadis yang menarik.

Ia lalu mempercepat laju motornya menembus jalanan yang sepi.

To be continued.

CinderelliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang