Tamu tak diundang

3.1K 206 10
                                    

Jeslyn berusaha meraih tangan Diven saat pria itu hendak berbalik setelah melihat dirinya. Tidak membiarkan pria itu kembali masuk ke dalam rumah. "Dengarkan aku dulu, Dive." ujar Jeslyn memohon.

Pagi-pagi sekali wanita itu, Jeslyn, sudah berdiri di depan rumah Diven. Entah apa yang ia inginkan dari pria itu? Yang jelas Diven sudah benar-benar muak melihat wajahnya. Jeslyn, mantan tunangannya, yang tega-teganya mengkhianati dirinya dengan sahabatnya sendiri. Ke mana otak kedua orang itu saat berkhianat padanya.

Diven memutar badannya, hingga ia kembali berhadapan dengan wanita itu. Menyentak tangan Jeslyn kasar, "Apa maumu?" tanya Diven sarkas.

"Aku hanya ingin bicara sebentar, Dive. Hanya sebentar, ku mohon. Dengarkan aku sekali ini saja." 

"Baiklah. Katakan dengan cepat. Jangan buang waktuku." titah Diven. Ia menatap malas Jeslyn.

Wanita itu, Jeslyn, menatap Diven dengan sorot penuh harap. "Aku minta maaf, Dive." cicitnya.

Dahi Diven mengernyit, "Untuk?" Ia mengangkat kedua tangannya tanda tak paham.

"Semua, Dive. Aku ingin kembali padamu." ucapan Jeslyn itu berhasil membuat mata Diven membulat sempurna. Kemudian, pria itu tertawa keras. 

"Kau bercanda?" tanya Diven sembari mengelap setitik air yang tercipta di ujung matanya karena tertawa terlalu lama. "Sangat lucu." Kemudian raut wajah Diven berubah seratus delapan puluh derajat. Pria itu memandang Jeslyn dengan pandangan menusuk.

"Aku serius, Dive. Aku benar-benar ingin kembali padamu. Waktu itu aku khilaf. Aku tidak berniat mengkhianatimu." ucapnya terdengar pasti. Namun, dari yang Diven lihat. Tidak ada ketulusan di mata wanita itu.

"Khilaf? Semudah itu kau berkata khilaf?" Diven tidak habis pikir. Kemarin, Jeslyn bermesra-mesraan dengan sahabatnya sendiri dan mengacuhkan dirinya. Wanita itu berkata, jika ia lebih memilih sahabat Diven dibanding dirinya. Kenapa sekarang tiba-tiba ia datang? Mengaku ingin kembali padanya dan berkata jika ia khilaf?

Diven berdecih, memandang jeslyn dengan tatapan jengah.

"Lebih baik kau pergi sekarang. Mungkin aku sudah memaafkanmu. Tapi, jika ingin kembali. Tidak ada niat sedikitpun di hatiku." ujar Diven dingin. Kemudian, pria itu berjalan, kembali masuk ke dalam rumah dan mengunci pintu rapat-rapat. Meninggalkan Jeslyn yang kini tengah mengepal ke dua tangannya dan memandang kesal ke arah pintu rumah Diven.

*****

Diven kembali menemui Sarala di cafe.  Saat ini, cafe akan segera tutup. Diven menawari Sarala tumpangan. Namun, gadis itu menolak.

"Aku tidak mau merepotkanmu." ucap Sarala saat Diven bertanya alasan kenapa ia tidak mau diantar oleh dirinya.

"Aku tidak merasa keberatan. Justru aku sangat senang jika mau ku antar."

"Tapi," Sarala ingin menolak.

"Aku tidak tenang jika kau pulang sendirian. Ini sudah malam, Sarala. Aku hanya ingin memastikanmu selamat sampai di rumah. Aku tidak ingin terjadi sesuatu padamu."

Dengan jelas, Sarala dapat melihat ada ketulusan di mata Diven. Tidak ada nafsu dan tatapan nakal yang terpancar dari mata pria itu. Hanya tatapan sayang dan penuh ketulusan.

Sarala nampak berpikir, "Baiklah." Entah mengapa ia tidak ingin membuat Diven kecewa dengan menolak pria itu.

Mendengar jawaban Sarala, Diven tersenyum. Ia merasa bahagia Sarala mau diantar olehnya

Sarala Fioriele [TAMAT] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang