Apakah Ini Akhir?

1.7K 91 6
                                    

"Sarala! Sadarlah Sarala! Aku ini Diven. Suamimu." ucap Diven sembari berdiri. Ia memandang Sarala awas, berhati-hati dengan setiap pergerakan wanita itu.

Suasana ini benar-benar sulit bagi Diven. Ia harus berusaha melawan Sarala, namun tidak ingin menyakitinya sedikit pun.

Dengan gerakan cepat, Diven berhasil memegang pergelangan tangan Sarala yang memegang pisau. Mencoba merebut benda itu dari tangan Sarala.

Genggaman tangan Sarala pada pisau itu sangat kuat. Diven tidak bisa menyentuh gagang pisau itu, terpaksa ia menarik pisau itu dengan menarik mata pisaunya. Sisi tajam pisau itu berhasil melukai telapak tangannya. Namun, Diven acuh terhadap rasa sakitnya. Yang ia pikirkan saat ini adalah bagaimana cara mengambil pisau itu dari Sarala.

Sarala yang masih dikuasai Alicia menendang perut Diven. Membuat pria itu terhempas kuat. Saking kuatnya, meja yang ia tabrak saat mendarat itu hancur menjadi beberapa bagian.

"Sia-sia kau melawannya seperti itu Diven. Dia bukanlah manusia. Dia adalah iblis yang bersarang di tubuh istrimu. Satu-satunya cara untuk menghentikan ini adalah kita harus mengambil kalung yang ada di lehernya dan melemparnya ke sumur tua itu." teriak Kezio yang masih terduduk di lantai.

Diven mengerti sekarang. Ia akan melakukan seperti yang dikatakan Ayahnya.

"Jangan mendekat, atau nyawa Ayahmu taruhannya." ucap Alicia yang langsung mengunci pergerakan Kezio, dan menaruh mata pisau itu di ceruk leher pria paruh baya itu.

Seketika, hati Diven bimbang. Ia harus memikirkan cara yang lebih baik. Cara yang tidak menyakiti siapa pun.

"Jangan dengarkan dia. Kau harus menyelamatkan jiwa istrimu. Semakin lama ia bersarang di tubuh Sarala, maka jiwa istrimu akan semakin lemah. Ia bisa saja mati. " ucap Kezio membuat Diven semakin khawatir.

Alicia menatap Kezio tajam penuh ancaman.

"Aku tidak suka mata hitammu yang jelek itu." ucap Kezio memalingkan pandangannya dari tatapan Alicia.

Bibi bukankah kau sudah berjanji padaku untuk tidak membunuh mereka. ucap jiwa Sarala yang hanya bisa di dengar Alicia.

"Tidak! Mereka harus mati! Mereka harus membayar mahal untuk jiwa keluargaku." teriak Alicia.

Tapi, Bibi aku mencintai Diven. Setidaknya biarkan dia selamat.

Alicia tertawa sarkas, "Cinta? Kau mengakuinya sekarang, huh? Setelah semua yang kita lalui dengan mudahnya kau mengatakan cinta pada pria brengsek ini!"

"Tidak Sarala! Cinta itu hanya akan membuatmu menderita dan mati perlahan."

Melihat pergulatan emosi Alicia, Kezio mengambil kesempatan untuk menghempas pisau dari tangan Alicia.  Kemudian menarik kalung itu dari leher Sarala.

"Tangkap Diven!" teriak Kezio sembari melempar kalung itu. Dengan sigap, Diven menangkapnya.

Alicia berteriak marah. Kali ini ia tidak akan main-main lagi. Ia menggunakan kekuatan supranaturalnya untuk menggerakkan benda-benda di sekelilingnya.

Angin berhembus kuat, bak topan. Padahal, ini adalah ruang bawah tanah. Tidak mungkin ada angin yang masuk ke sini.

Kalung yang semula ada di tangan Diven terlempar akibat angin kuat itu.

Dengan cepat, Alicia berlari menuju lemari tempat penyimpanan ramuan kunonya. Ia mengambil pisau kecil yang telah ia lumuri racun. Kemudian, berlari ke arah Diven yang hendak meraih kembali kalungnya.

Sedikit lagi Diven meraih kalung itu, Alicia sudah berdiri di dekatnya dan langsung menusuk punggung tangan Diven yang hendak meraih kalung itu menggunakan pisau kecil beracun itu.

Diven berteriak karena sakit. Sementara, Alicia tersenyum smirk.

"Sekarang kalian semua akan berakhir di tanganku." ujarnya penuh kebencian.

Tubuh Diven seketika melemah. Racun itu ternyata sangat cepat bekerja.

Karena merasa puas, Alicia menjadi lengah. Ia melupakan fakta bahwa Kezio ada di belakangnya.

Pria itu, Kezio berhasil memukul bagian belakang kepala Sarala menggunakan kaki meja yang hancur tadi.

Alicia memegang lehernya yang terasa seperti terlempar bola kertas, rasa sakit yang seharusnya ia rasakan akibat hantaman kayu itu sama sekali tidak berpengaruh padanya. Ia berbalik menatap Kezio dengan marah.

"Diven cepat lempar kalung itu ke dalam sumur! Aku akan mencoba menahannya." teriak Kezio kemudian mencoba melawan Alicia.

Menghiraukan rasa sakitnya, Diven dengan cepat meraih kalung itu kemudian berjalan secepat mungkin ke arah sumur.

Alicia berhasil mematahkan lengan Kezio. Ia segera mengejar Diven yang berjalan lemah.

Diven segera melempar kalung itu ke dalam sumur saat Alicia sudah berada selangkah di belakangnya.

Alicia mencoba menangkap kalung yang melayang itu. Namun, terlambat. Kalung itu sudah jatuh ke dalam sumur dan sedikit demi sedikit tenggelam ke dasar sumur.

"TIDAK!!!" teriaknya.

Tiba-tiba angin dahsyat kembali hadir. Mengacaukan ruangan ini. Semburan bayangan hitam perlahan keluar dari tubuh Sarala menuju ke dasar sumur. Menyatu dengan kalung itu.

Sarala ambruk, begitu juga Diven yang sudah tidak tahan dengan racun yang semakin menggerogoti tubuhnya.

Mata Sarala kembali hijau, menandakan jika jiwanya telah kembali. Dada Diven terasa sesak, ia memuntahkan darah segar.

Mereka berdua, Sarala dan Diven, saling berusaha meraih tangan satu sama lain. Namun, rasa pening di kepala dan rasa sesak di dada mereka begitu menyiksa. Mereka berdua sama-sama tak sadarkan diri.

Apakah ini akhir?

***

Detik... Detik.. Ending...

Sad ending?

Or

Happy ending?

Sarala Fioriele [TAMAT] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang