Penghuni Baru Sumur Kematian

2.2K 137 2
                                    

Ethan berlari terseok-seok menuju pintu keluar. Berusaha secepat mungkin keluar dari rumah terkutuk ini. Sedikit lagi ia hendak meraih handle pintu, tapi Sarala dengan cepat menebas pergelangan tangan Ethan. Membuat pergelangan tangan pria itu seketika lepas.

"Akhhh..!!" teriak Ethan.

"Kau berlari terlalu lamban. Aku jadi mudah mengejarmu." ucap Sarala santai. Kemudian, menebas leher Ethan. Membuat pria itu langsung jatuh dan tak lama kehilangan nyawanya.

"Permainan selesai dengan begitu cepat," Sarala menghela napas jengah. "sangat membosankan."

*****

Byuuaarrr... suara air sumur ketika Sarala menjatuhkan mayat Ethan ke dalamnya.

Sebelumnya, ia sudah menjatuhkan mayat Jack, Tom, Darius, dan Edwin ke dalam sumur sebagai rumah terakhir mereka.

Kalian pasti bertanya bagaimana cara Sarala membunuh Darius dan Edwin yang terkunci di dalam kamar miliknya.

Setelah Sarala membunuh Jack dan Tom, Sarala menebarkan gas beracun ke dalam kamarnya. Sehingga, Darius dan Edwin yang terkunci di dalam, mati tidak lama setelah mereka memasuki kamar tersebut.

Sarala mendongak ke dalam sumur. Penghuni sumur bertambah lima. Sarala sendiri tidak tahu sudah berapa banyak mayat yang ada di dalam sana. Mungkin puluhan atau bahkan sudah mencapai ratusan. Ia tidak mengingatnya.

Tiba-tiba Sarala merasa sangat pusing. Tak lama ia jatuh. Ambruk. Pingsan di sisi sumur. Bertepatan saat sebuah bayangan hitam keluar dari tubuhnya dan masuk ke dalam kalung yang tergantung di lehernya.

*****

Mata Sarala terbuka perlahan. Samar-samar ia melihat cahaya lampu yang tergantung di atasnya.

Gadis cantik itu duduk dengan menggenggam kalungnya.

Ia memijit kepalanya yang masih terasa pening. Seluruh tubuhnya terasa pegal. Ia rasa ia tidak akan bisa bekerja hari ini.

"Terima kasih karena selalu melindungiku." ucapnya entah pada siapa.

Kemudian sarala berdiri. Meninggalkan ruangan bawah tanah ini.

*****

"Sarala tidak masuk?" Kening Diven mengernyit mendengar penuturan salah satu pelayan cafe pamannya. Cafe tempat Sarala bekerja.

"Benar. Sudah dua hari. Katanya ia sakit."

"Sakit?" ulang Diven.

Pelayan itu mengangguk.

"Baiklah. Terima kasih, sekarang kau boleh kembali bekerja."

Diven meninggalkan cafe Pamannya. Ia hendak mengunjungi Sarala. Mendengar Sarala tidak masuk kerja karena sakit. Benar-benar membuat Diven tidak tenang.

*****

"Diven?" Sarala terkejut saat mengetahui Divenlah yang mengetuk pintu rumahnya.

Di depannya Diven tersenyum dengan membawa sebuket bunga mawar di tangannya.

"Kenapa kau ke sini?" tanya Sarala bingung.

"Ku dengar kau sakit. Makanya aku datang untuk menjengukmu." Diven menyodorkan bunga mawar tersebut kepada Sarala. "Ini untukmu."

Sarala menatap bunga mawar itu selama beberapa saat. Kemudian menerimanya dengan enggan. "Terima kasih. Tapi, tidak seharusnya kau repot-repot begini." ucap Sarala kemudian mempersilahkan Diven masuk.

*****

"Bagaimana keadaanmu sekarang?" tanya Diven penuh perhatian. Mereka berdua duduk di sofa ruang tamu.

"Sudah membaik. Besok aku akan kembali bekerja."

"Kenapa buru-buru? Kalau kau memang masih sakit, libur lah lebih lama. Mungkin kau perlu banyak istirahat."

Sarala menggeleng. "Tidak. Aku rasa aku sudah cukup istirahat." ucapnya.

"Tapi wajahmu terlihat lesu."

"Aku hanya merasa bosan saja di rumah sendirian."

Mendengar itu, Diven tersenyum. Ini kesempatannya untuk mengajak Sarala berkencan.

"Kau butuh hiburan."

Sarala mengangkat kedua tangannya setinggi bahu. "Mungkin."

Tiba-tiba Diven berdiri. Ia menarik tangan Sarala lembut. Menyuruhnya berdiri. "Ayo." ajaknya.

"Kemana?" tanya Sarala bingung.

"Jalan-jalan."

Sarala ingin menolak. Tapi, Diven sudah menariknya ke luar rumah.

*****

I'm came back.
Mulai sekarang aku usahakan up tiap hari.





Sarala Fioriele [TAMAT] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang