Pernikahan Sarala dan Diven baru saja selesai digelar. Sekarang mereka telah resmi menjadi pasangan suami istri.
Mereka baru saja selesai menyambut para tamu. Sekarang mereka tengah berbaur dan berbincang-bincang dengan tamu undangan.
Pesta ini sangat meriah. Tamunya juga sangat ramai. Seluruh keluarga Almo hadir. Termasuk Cessy, walau gurat sedih masih sangat terlihat di wajahnya tapi ia tetap memaksakan diri untuk datang ke pesta ini.
Kolega dan rekan-rekan bisnis Ayah Diven juga hadir. Teman-teman Diven juga. Semuanya.
Awalnya Sarala mengira Ayah mertuanya tidak akan datang. Tapi, ternyata ia datang. Bahkan, nampak paling bahagia. Mungkin ia malu, apa yang akan dikatakan orang-orang jika seorang Kezio Adalard Enrico, pengusaha nomor satu di Inggris, tidak menghadiri pesta pernikahan putra satu-satunya. Akan terlihat aneh bukan?
Seorang pria bertubuh tinggi besar menghampiri Diven dan Sarala. Di samping pria itu bergelayut seorang gadis sexi.
"Selamat sobat, aku tidak menyangka kau menikah secepat ini." ucap pria itu kemudian memeluk Diven dengan gaya laki-laki.
"Terima kasih, Stefan. Kapan kamu menyusul." ucap Diven melirik wanita di samping Stefan. "Kalian terlihat serasi."
"Tenang saja, tentu tidak secepat dirimu," Kemudian, Stefan menghadap Sarala. Matanya berbinar takjub. "Wooww... Aku tidak menyangka istrimu sangat cantik."
"Jangan berkata seperti itu, Stef. Aku cemburu." ucap Diven dingin. Sarala hanya tersenyum.
"Dasar possessive." sindir Stefan kemudian pamit kepada Diven untuk mencicipi hidangan.
"Dive, bisakah kau kendurkan sedikit pelukanmu di pinggangku. Aku sedikit susah bergerak." keluh Sarala. Sejak tadi, Diven tidak pernah melepas pelukannya.
"Baiklah." Diven mengganti posisi. Dari memeluk menjadi menggandeng tangan Sarala.
"Aku tidak menyangka kalian jadi menikah." ucap seorang wanita dengan nada sinis. Wajahnya terlihat sangat arogan.
"Jeslyn." ucap Diven jengah.
"Tapi, tidak masalah. Selamat atas pernikahan kalian." ucapnya terdengar jelas tidak ikhlas. Kemudian, dengan tiba-tiba ia mencium pipi Diven. Membuat pria itu menggeram.
"Jeslyn. Apa yang kamu lakukan?" Diven menatap Sarala memeriksa bagaimana ekspresi wanita itu. Sarala nampak menatap tajam Jeslyn. Namun, Jeslyn merasa tidak melakukan kesalahan. Ia memutar bola mata malas saat melihat Sarala. Kemudian, pergi begitu saja.
Sarala memandang kemana arah perginya Jeslyn. Kemudian, ia meminta izin Diven untuk pergi ke toilet sebentar.
Sarala terus mengikuti Jeslyn. Saat Jeslyn berdiri agak jauh dari keramaian. Sarala menarik tangan wanita itu. Membawanya ke suatu ruangan yang agak jauh dari pesta.
Setelah melepas tangan Jeslyn, Sarala mengunci pintu.
Jeslyn melipat tangan di dada dan memandang remeh Sarala.
"Apa? Kenapa kau membawaku kemari!?" Jeslyn sedikit membentak.
Namun, Sarala hanya diam. Ia menatap Jeslyn dari atas hingga bawah. Begitu seterusnya sembari mengitari wanita itu sebanyak satu kali.
"Apa yang kau lihat!?" Jeslyn menatap Sarala dengan pandangan mengejek.
Sarala hanya mengangkat alis. Ekspresi wajahnya benar-benar datar.
"Hei, Medusa. Apa kau tuli!?" sentak Jeslyn. "Jangan mentang-mentang telah menjadi istri Diven kau menjadi berlagak."
Sarala masih diam. Ia menopang tangannya di dagu. Pura-pura berpikir. Matanya tidak lepas dari Jeslyn.
"Dasar gila!" umpat Jeslyn.
"Pernah tidak kau membayangkan bagaimana caramu mati?" tanya Sarala tiba-tiba.
Sontak Jeslyn kaget mendengar pertanyaan Sarala.
"Apa maksudmu!? Dasar wanita aneh!"
Sarala tidak menjawab pertanyaan Jeslyn. Ia malah kembali bertanya. "Jika diberi kesempatan menentukan kematian. Kematian seperti apa yang kamu inginkan?"
Jeslyn semakin tidak mengerti dengan perkataan Sarala.
"Dasar tidak jelas. Buang-buang waktu saja aku meladeni wanita bodoh sepertimu."
Jeslyn kemudian berjalan menuju pintu, hendak keluar. Namun, pintu itu masih dikunci oleh Sarala.
Tiba-tiba, ponsel Jeslyn berdering. Dengan cepat ia merogoh tasnya. Mengambil benda pipih itu. Ia melihat layar hpnya. Dari nomor tidak dikenal.
Saat Jeslyn hendak mengangkat, teleponnya mati. Namun, beberapa detik kemudian kembali berdering. Mati lagi, kemudian berdering lagi. Begitu seterusnya hingga beberapa kali.
"Sudah ku duga." ucap Sarala.
Jeslyn berbalik menghadap Sarala. Di sana Sarala tengah berdiri. Matanya menatap tajam Jeslyn, sementara di tangannya ada sebuah ponsel.
Tatapan Sarala begitu menakutkan. Jeslyn sampai bergetar. Namun, segera ia sembunyikan. "Apa kau yang menelpon ku tadi?" Jeslyn susah payah mengeluarkan suaranya.
Tanpa menjawab, Sarala membuka pintu dan pergi dari ruangan itu. Tanpa, berkata apapun lagi. Meninggalkan Jeslyn yang masih diam terpaku, tidak mengerti arti dari tatapan Sarala padanya.
*****
Jangan lupa tinggalkan jejak guys....
KAMU SEDANG MEMBACA
Sarala Fioriele [TAMAT]
Mystery / ThrillerDia bernama Sarala Fioriele. Usianya baru delapan belas tahun. Gadis cantik dengan mata hijau se-tajam elang. Siap mengawasi siapa saja yang mengusik hidupnya. Di hari sekarang atau pun di masa lalu. Tidak akan melepaskan siapapun yang bersalah. Kau...