Tingkat pertama

8.7K 477 6
                                    

Dafka menghelah nafas berat, saat ini ia sedang berada di Bandung sejak kemarin Aji menjemputnya dan memberi tau nya kalau Alya menyerahkan diri ke Leo. Sedangkan papanya Alya sedang menjaga mamanya Alya yang tadi malam masuk rumah sakit.

"Udah dapat kabar dari anak buah lo bang?" Riki menggeleng sambil menundukkan kepala ia sangat cemas saat ini, kakak mana sih yang tidak cemas saat nyawa adiknya lagi terancam.

"Ivan." gumam Dafka membuat Riko, Riki dan Aji menatap bingung kearahnya.

"Kita harus minta bantuan Ivan."

"Emang Ivan siapa?" tanya Aji.

"Ivan itu rekan agen nya Alya."

"AGEN?" teriak mereka bertiga sambil membelalakkan matanya.

"Kakak macam apa sih kalian? Apa yang dilakukan adiknya selama ini aja gak tau." sinis Dafka sambil mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi Ivan.

"Halo van?"

"Bisa ke Bandung sekarang?"

"Oh lo sama yang lain lagi ada Bandung, kebetulan. Lo kerumah Alya sekarang ya? Ajak rekan lo yang lain juga."

"Sip, gue tunggu sekarang."

"Apa kata si Ivan?"

"30 menit lagi dia datang."

Mereka semua menunggu kedatangan Ivan dan rekannya sambil menyelesaikan pekerjaannya masing-masing. Riko dan Riki sibuk menelfon orang suruhannya untuk menanyakan perkembangan pencarian Alya sedangkan Aji dan Dafka hanya mampu melamun ditempat mereka sambil memikirkan bagaimana kondisi Alya saat ini.

Tok tok tok

"Biar gue yang buka." ucap Aji sambil berlari kearah pintu, dan menemukan tiga pria yang sepertinya seumuran bang Riko dan Riki.

"Ayo masuk." mereka mengangguk sambil mengikuti langkah Aji untuk masuk kedalam.

"Hai ka, Alya mana?" sapa Ivan.

"Itu yang mau kita bahas sama lo van, lo inget Leo kan?" Ivan mengangguk. "Mantannya Alya."

"Nah masalahnya Alya pergi buat nyerahin diri nya ke Leo." Ivan dan rekan-rekannya membelalakkan mata mereka.

"Aldo, lacak keberadaan Alya sekarang juga." Aldo menganguk dan langsung mengeluarkan laptop dari tas nya, entah apa yang diketiknya namun setelah 20 menit kita menunggu, Aldo menghelah nafas panjang.

"Kenapa?" tanya bang Riko.

"Gue gak bisa ngelacak Alya, ataupun Leo."

🚀🚀🚀

Alya menatap piring yang ada didepannya ini dengan tatapan lapar, ia langsung memakannya saat penjaga tersebut meninggalkan ruangan ia disekap selama ini. Ini sudah tepat satu bulan Alya disekap diruangan ini, dan makanan yang dimakannya ini adalah makanan keduanya untuk minggu ini, jadi Alya hanya diberi makanan dua kali seminggu. Alya tidak akan sok jual mahal dengan menolak makanan itu karena dengan makan, energinya akan kembali lagi dan ia bisa menghadapi Leo kembali.Baru saja Alya mengunyah suapan terakhirnya, pintu yang ada didepannya langsung didobrak oleh Deo.

"Ayo ikut gue sekarang." Deo langsung menggeret Alya kearah ruang IT yang ada dirumah tersebut. Dan mereka langsung menemukan Leo dan kak Ivi-orang kepercayaannya Leo.

Prok prok prok

"Aku gak nyangka kalo kamu itu benar-benar cerdas sayang."

"Maksud lo apa?" tanya Alya sambil menatap curiga kearah Leo, jangan sampai Leo mengetahui cara membuka pengaman yang ia pasang itu.

"Udah lah ya, gue gak mau main-main lagi. Gue benar-benar gak nyangka kalo lo buat pengaman ini pake sidik jari lo, kalo tau gini sih udah gue potong duluan jari lo dari dulu." Alya langsung menegang saat Leo sudah mengetahui salah satu dari tiga pengaman yang ia pasang.

"Jadi Alya, mau secara sukarela buka pengaman ini atau gue potong jari lo sekarang." Alya menatap tajam kearah Deo kerena tidak menyukai maksud perkataannya.

Plak.

"BERANI LO MELOTOTIN GUE?" teriak Deo setelah menampar wajah Alya hinggah terdengar suara nyaring, bahkan kak Ivi langsung menatapnya dengan pandangan terkejut, pasalnya ini pertama kali nya kak Ivi melihat Alya dipukuli oleh Leo ataupun Deo.

Alya mendengus saat ia merasa bahwa ia tidak bisa membalas perbuatan Deo, Alya bukan wanita bodoh yang bertindak tanpa memikirkan akibat dari tindakannya itu. Jika Alya melawan Deo saat ini, pertama semua anak buah mereka akan menyerbunya, kedua ia tidak tau harus melarikan diri kemana karena ia tidak mengetahui setiap sudut dirumah ini dan jika ia tetap nekat, saat ia sudah tertangkap kembali nanti, Leo dan Deo akan semakin gencar untuk menyiksanya.

Alya melangkahkan kakinya kearah layar komputer dan langsung menempelkan jarinya kesana, Leo dan Deo tersenyum kemenangan sebelum ada tulisan yang muncul dilayar komputer membuat kedua pria itu mengeraskan rahangnya.

Selamat karena sudah berhasil membuka pengaman tingkat pertama ini, silahkan mencoba untuk tingkat yang kedua dan pasti itu lebih sulit dari yang sebelumnya.

"Maksud nya apa?"

"Ya baca dong, mata lo buta?" sarkas Alya, membuat Deo murka dan menjambak rambut Alya, namun sebelum Deo bisa menjambak rambut Alya, Alya lebih dulu menerjang Deo hinggah kepojok ruangan dan langsung melarikan diri keruangan ia disekap seperti biasa, tak lupa pula ia segera menguncinya.

"Masa bodoh kalo mereka bakal nyiksa gue lagi yang penting gue udah cukup puas setelah nerjang Deo tadi." batin Alya.

Alya mengerutkan dahinya saat kak Ivi memasuki kamarnya dengan raut gelisah.

"Kakak mau ngapain?" tanya Alya, namun bukannya menjawab kak Ivi hanya menatap Alya dengan tatapan nanar.

"Leo sama Deo tau kalau kakak kesini?" kak Ivi menggeleng.

"Kakak gak tau Leo sama Deo kemana, setelah kamu menerjang Deo tadi, Leo menerima panggilan dari seseorang setelah itu mereka langsung bergagas untuk pergi. Maaf Al, kakak gak tau kalau selama ini mereka nyiksa kamu Al." ucap kak Ivi sambil mengelus puncak kepala Alya, siapapun yang melihat kondisi Alya saat ini pasti ia akan menangis, karena kondisi Alya saat ini benar-benar memprihatinkan dengan luka sobek diujung bibir, luka memar pada pelipis serta dahi, lengan kiri yang sudah berbalut kain kasa karena sepertinya itu bekas sayatan pisau yang cukup dalam, leher yang memar bekas dicekik oleh Leo atau Deo. Tak lupa pula Alya yang saat ini tidak menggunakan alas kaki.

"Maaf kakak gak bisa bantu kamu banyak, tapi kakak mau ngasih ini untuk kamu. Kakak bangga karena kamu membuat pengaman itu dengan sangat hebat, bahkan kakak gak bisa membukanya." Alya menerima kertas yang disodorkan kearahnya dan membukanya sambil mengerutkan dahinya.

"Ini apa?"

"Denah rumah ini sampai keujung jalan depan."

Aldebaran [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang