The End Of A Game

9.5K 486 10
                                    

Alya hanya mampu duduk diranjangnya dengan sang mama yang sedang menyuapinya makan.
"Sejak kapan lo bangun dek?" Alya tersedak makanan membuat Lena buru-buru memberinya minum, sebenarnya kondisi Lena masih lemas saat ini, tapi setelah mendapat kabar dari Dafka kalau Alya sudah sadar. Lena langsung memaksa suaminya untuk kembali kerumah sakit.

"Sebenernya aku udah sadar sejak mama sama papa ninggalin ruangan ini, cuma aku masih gak bisa buat membuka mata aku." Riko menganggu sambil mengelus puncak kepala Alya.

"Kondisi mama masih belum pulih, mending pulang istirahat dan besok baru kembali lagi kesini." Lena langsung menggeleng tidak setuju akan usul Riki, bagaimanapun juga putri nya baru sadar dari masa kritisnya dan ia harusnya berada disamping putrinya setiap saat.

"Abang bener ma." Alya tersenyum sambil mengelus wajah mamanya yang sudah terdapat keriput disekitar dahinya, walaupun ada keriput, menurutnya, mamanya adalah wanita tercantik didunia ini. "Mama harusnya istirahat dirumah, dan besok baru mama datang lagi kesini sambil bawa makanan kesukaan Alya." Lena terdiam mencoba memikirkan usulan Alya.

"Apalagi yang harus mama pikirin? Mending sekarang mama pulang, kalo mama sakit, Alya besok makan apa? Alya gak mau makan kalo bukan masakan mama."

Lena menghelas nafas panjang. "Ok, mama akan pulang. Biar abang sama Dafka yang jagain kamu disini." ucapnya dengan nada ragu.

"Yaudah hati-hati mama." Lena mengangguk sambil mengikuti Galen keluar. Setelah Lena dan Galen keluar ruangan ini lagi-lagi hening sampai dering ponsel milik Dafka memecah keheningan yang ada.

"Al." Alya menatap Dafka dengan kerutan didahinya.

"Ada vidio call dari Ivan." Alya mengangguk mengerti akan maksud perkataan Dafka, mau apalagi Ivan menelfonnya jika tidak menanyakan soal si kembar.

"Hai." sapa Ivan yang hanya dibalas senyum tipis oleh Alya.

"Udah selesai?" Ivan menggeleng sambil tertawa.

"Leo sama Deo udah ditangkap polisi." Alya mengangguk.

"Apalagi masalahnya?"

"Mereka memakai virus Storm Worm, kalo kita tetap maksa buat menerobos sistem keamanannya, data-data perusahaan bokap lo dan bokapnya Dafka bisa terhapus semua, sama aja perusahaan kalian bangkrut."

"Gak ada cara lain?"

"Seinget gue, lo yang bisa menyelesaikan masalah ini." ucap Ivan.

"Ok, kita coba. Arahin kameranya kekomputer itu dan lo ikutin arahan gue." Ivan mengangguk sambil mengikuti semua arahan dari Alya, baik suasana diruangan ini ataupun ditempat Ivan saat ini sama-sama tegang. Riko dan Riki juga sesekali melihat kelayar ponsel Dafka yang saat ini sedang menampilkan sebuah komputer yang sedang diotak-atik oleh Ivan dan teman-temannya.

"Coba pencet yang diujung kanan."

"Yang ini?" Alya mengangguk.

"Gak mau Al." Alya terdiam sambil menghelah nafasnya.

"Berapa lama lagi waktu yang dibutuhkan virus itu untuk menyebar."

"5 menit."

"Coba yang diujung kiri." Setelah Ivan memencet tulisan yang ada diujung kiri, layar tersebut langsung mati dengan tiba-tiba membuat suasana jadi semakin tegang.

"Kenapa?" Ivan menggeleng tanda ia juga tidak mengerti kenapa komputer ini bisa mati secara tiba-tiba.

"Coba periksa aliran listriknya." ucap Ivan kerekan-rekannya, Ivan terus mencoba menghidupkan komputer tersebut. Setelah beberapa lama, komputer tersebut hidup membuat mereka bisa sedikit lega.

Aldebaran [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang