***
Joker bilang, hanya butuh satu hari sial untuk menjungkir balikan hidup seseorang. Seperti hidupnya yang hancur karena satu hari sial yang menimpa keluarganya.
Kwon Jiyong, akhirnya tahu bagaimana buruknya hari sial yang menimpa Joker. Pria itu menikah di usianya yang baru 25 tahun, namun kemudian ia harus kehilangan istri dalam sebuah kecelakaan, tepat sebulan setelah pernikahan mereka. Saat itu memasuki musim semi di akhir Maret 2009, ketika sebuah kecelakaan hebat terjadi dan Sandara, istri Jiyong, tewas dalam kecelakaan tersebut.
Malam itu tawanya pecah, di atap sebuah bangunan rumah sakit, Jiyong tertawa sendirian. Pria itu menertawakan si hidup yang terasa seperti tengah mempermainkannya. Sampai beberapa hari sebelumnya, Sandara hanyalah seorang gadis yang di jodohkan dengannya, keduanya menikah tanpa pernah bertemu sebelumnya, keduanya menikah tanpa pernah saling mencintai sebelumnya. Namun di saat Jiyong mulai berfikir untuk mencintai wanita itu, alam merenggutnya. Di saat Jiyong mulai berusaha mencintai Sandara, wanita itu tewas dalam sebuah kecelakaan besar. Tewas dengan tubuh dan wajah yang hancur karena hantaman benda tumpul, pecahan kaca, terhimpit diantara aspal dan kuda besinya.
Jiyong tertawa, karena hidupnya terasa seperti komedi satir yang menyesakan. Hembusan angin malam sama sekali tidak membantunya, angin itu hanya terasa sangat dingin sampai tulang-tulangnya ikut tertusuk. Di tengah tawanya, samar-samar terdengar suara isakan seorang wanita. Jiyong pikir itu hantu, pria itu menoleh kemudian melihat seorang gadis berdiri di atas dinding pembatas atap. Gadis itu menangis dan berdiri dengan ragu, melompat atau tidak.
"Kenapa seorang gadis kecil menangis disini? Pulanglah, eomma dan appamu menunggu," ucap Jiyong, sedikit berteriak agar suaranya dapat mengalahkan keramaian di bawah. Saat itu jam masih menunjuk pukul 10 malam saat itu, baru 4 jam setelah kecelakaan dan baru 2 jam setelah istri Jiyong di nyatakan meninggal.
Gadis itu menoleh, ada luka di dahinya, darah di pakaiannya dan saat itulah Jiyong tahu kalau gadis itu berada di posisi yang sama dengannya. Gadis itu sepertinya juga baru saja kehilangan keluarganya dalam kecelakaan beberapa jam lalu. Melihatnya, Jiyong lantas merasa kasihan. Gadis itu terlihat masih sangat muda.
"Jangan membiarkan hidup mempermainkanmu, kemarilah," pinta Jiyong sembari mengulurkan tangannya, menunggu gadis yang masih terisak pelan itu meraih tangannya dan turun dari dinding pembatas. "Kemarilah, turunlah, aku akan menceritakan sebuah kisah lucu padamu,"
Si gadis terdiam, menunduk untuk menatap kosong pada pria di bawahnya, masih dengan air mata yang mengalir di wajahnya serta isakan-isakan kecil.
"Orang bilang, hidup seperti roda. Kita berusaha sangat lama untuk bisa naik, tapi hanya dalam beberapa jam, hanya karena satu insiden, kita justru jatuh ke dasar. Bukankah itu lucu?" ucap Jiyong, masih mengulurkan tangannya, menunggu gadis di atas dinding pembatas itu meraihnya. "Sangat lucu, karena waktu yang kita pakai untuk naik, tidak sebanding dengan waktu yang di butuhkan untuk jatuh,"
"Eomma dan appa meninggal," ucap gadis itu, membuat isakannya terdengar semakin keras. "Hari ini ulang tahunku, kami harusnya pergi makan malam bersama,"
"Tanggal berapa sekarang?"
"27 Maret,"
"Di hari ulang tahunmu ini, kau baru saja lahir kembali," ucap Jiyong yang kemudian mengulurkan tangannya sedikit lebih tinggi dan meraih jemari gadis itu. Menyentuhnya kemudian menariknya untuk turun, mencegah gadis itu melompat dari lantai 9 rumah sakit.
Gadis itu hidup, Jiyong yang menyelamatkannya, Jiyong yang mencegahnya untuk bunuh diri.
"Siapa namamu?" tanya Jiyong kemudian, keduanya masih berada di atap, duduk berdampingan ditemani angin yang menusuk tulang. Tidak ada jaket, apalagi mantel dan pakaian hangat. Jiyong dengan kemeja putihnya yang ternodai beberapa bercak darah istrinya, sementara gadis di sebelahnya memakai kaos putih yang kotor karena darah, debu juga keringat. Gadis itu, salah satu korban selamat dari kecelakaan beruntun beberapa jam lalu.
"Lisa," ucap si gadis. "Lalisa Jung," dengan lembut, gadis itu mengulurkan tangannya untuk menyentuh kakinya sendiri, ada luka memar keunguan disana. Terasa sedikit nyeri namun si gadis kelihatannya tidak ingin mengobati luka tersebut.
"Istriku tawas dalam kecelakaan tadi," cerita Jiyong. "Dia mengandung anakku, baru beberapa minggu, dan mereka tewas bersama,"
"Eomma dan appaku juga tewas, di kecelakaan tadi," jawab Lisa, masih sembari mengusap-usap kakinya yang memar. "Ahjussi... Kenapa kau tidak menangis?"
"Kau tahu? Siapa pelaku kecelakaan ini?" tanya Jiyong dan Lisa menggelengkan kepalanya. Tentu saja tidak semua orang tahu apa yang sebenarnya terjadi dalam kecelakaan tersebut. Tidak semua orang punya kuasa untuk menekan kepolisian dan meminta penjelasan dari kecelakaan yang terjadi tadi. "Seorang wanita yang mencoba bunuh diri, menyebabkan kecelakaan ini. Tapi lucunya, wanita itu justru selamat, setelah membuat belasan orang luka-luka dan beberapa orang tewas,"
Lisa menangis– bagaimana tidak? Orangtuanya justru harus tewas karena seorang gadis yang tidak lagi ingin hidup. Namun perlahan, tangan lembut pria di sebelahnya menghapus air matanya.
"Kenapa kau menangis? Bukankah itu lucu? Hanya karena seseorang yang ingin mati, kecelakaan besar ini terjadi,"
"Ahjussi... Apa yang harus ku lakukan sekarang? Aku sudah tidak punya siapa-"
"Hidup," potong pria itu. "Yang harus kau lakukan hanya hidup-"
"Lisa-ya!" teriak seorang pria yang kemudian menginterupsi ucapan Jiyong. Seorang pria, berseragam sekolah menengah berlari memasuki atap, mencari Lisa.
"Bobby!" balas Lisa, berusaha untuk berdiri, melupakan pria yang ada di sebelahnya untuk menghampiri seorang teman yang datang mencarinya. Lagi, gadis itu menangis, terisak hebat dalam pelukan si anak sekolah. Sementara Jiyong hanya tersenyum menatap kedua orang itu.
"Setidaknya dia masih punya teman," gumam Jiyong yang lantas bangkit dan berjalan keluar dari atap tersebut tanpa berpamitan pada Lisa dan temannya.
"Sajjangnim-"
"Cari tahu mengenai gadis di atas sana," potong Jiyong ketika ia berpapasan dengan sekretarisnya di tangga saat hendak turun dari atap. "Kalau setelah ini dia jadi sebatang kara, jadilah sponsornya,"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Joker
FanfictionPada suatu hari, aku adalah orang baik, sampai sesuatu terjadi.