***
"Pergilah," usir Jiyong, membuat Lisa yang masih membeku lantaran kesal langsung berbalik untuk pergi. Namun langkah Lisa kembali terhenti ketika telinganya menangkap suara seorang gadis berteriak. Bukan Lisa yang Jiyong usir, melainkan gadis yang tengah duduk di atas kejantanannya. Jiyong mendorong gadis itu kesamping sampai gadis berambut hitam legam itu jatuh tersungkur di lantai marmer yang di lapisi sebuah karpet abu-abu tipis.
Dengan angkuh, Jiyong bangun dari pembaringannya, meraih sebuah bathrobe merah gelap kemudian memakainya. Masih dengan angkuh juga, pria itu meraih dompet di atas nakasnya kemudian melempar dompet itu ke hadapan gadis yang baru saja dia dorong. "Ambil seluruh uang yang ada disana. Jangan berharap banyak. Bermain denganmu sangat tidak menyenangkan, membosankan. Kau pikir hanya dengan membuka kakimu lebar-lebar kau layak disebut pelacur? Bahkan seorang pengemis pun tidak akan sudi membuang waktunya untuk tidur denganmu dua kali," ucapnya sembari berjalan menghampiri Lisa– yang kini membeku karena sikap kasar Jiyong pada seorang wanita. Lisa pikir perlakuan Jiyong padanya sudah yang paling kasar, tapi sepertinya ia salah.
"Ada apa dengan wajahmu sayang?" tanya Jiyong yang kemudian meraih bahu Lisa, dan membalik gadis itu– membuat Lisa memunggunginya sementara ia mendorong Lisa keluar dari kamar itu dengan sangat hati-hati. Keluarnya Jiyong dan Lisa dari dalam kamar itu, bersamaan dengan datangnya pelayan Jiyong yang membawakan minum. "Usir pelacur di dalam sana. Siapa yang menemukannya? Pelacur itu benar-benar payah. Aku tidak ingin melihatnya lagi,"
Lisa masih diam. Ia tidak benar-benar tahu apa yang diinginkannya saat itu. Nafsu dan keinginannya untuk bercinta dengan Jiyong sudah menguap ketika melihat Jiyong dengan pelacurnya tadi. Gadis itu melamun, membayangkan kalau ia berada di posisi si gadis yang baru saja di dorong ke lantai. Harga dirinya pasti akan benar-benar hancur.
Suara telapak tangan yang bertemu dengan pipi kemudian memecah suasana disana. Pelayan Jiyong hampir saja menjatuhkan nampan berisi cangkir tehnya karena terkejut melihat bosnya di tampar seorang wanita. Gadis berambut hitam legam tadi menampar Jiyong dan membuat Jiyong membulatkan matanya tidak percaya. Seorang CEO perusahaan otomotif besar ditampar seorang wanita didepan pelayannya. Lisa bahkan terkejut karena penamparan itu terjadi tepat di belakangnya.
"Apa yang baru saja kau lakukan?" tanya Jiyong masih terdengar tenang, namun Lisa tahu akhirnya tidak akan baik. Dengan gugup, Lisa melangkah mendekati si pelayan yang sama gugupnya dan sejurus kemudian, cangkir berisi teh panas yang ada di atas nampan pelayannya menghantam kepala gadis berambut hitam legam itu. "Berani sekali kau menamparku? Hei pelacur sialan, kalau kau ingin mati, katakan saja, tidak perlu membuatku kesal," sinis Jiyong sembari menekan kedua pipi gadis itu dengan sebelah tangannya.
Gadis berambut hitam legam itu menatap Jiyong dengan mata berkaca-kaca, hampir menangis. Tubuhnya mulai gemetar karena rasa takut serta rasa perih di kepalanya yang mulai mengalirkan sedikit darah segar. Tidak hanya kepala gadis berambut hitam legam itu yang terluka, tangan Jiyong pun terluka karena pecahan cangkir keramiknya, hingga si gadis berambut hitam dapat mencium aroma anyir dari darah di tangan Jiyong yang mengotori pipinya.
"Le-lepas-"
"Apa katamu? Kau tidak bisa bicara?" potong Jiyong yang menekan pipi gadis itu semakin kuat. Di mata Lisa, Jiyong terlihat sangat mampu menghancurkan rahang gadis itu dengan tangannya. Lisa sangat tahu kalau cengkraman Jiyong itu benar-benar kuat.
"Oppa, hentikan," pinta Lisa sembari mengulurkan tangannya untuk menarik Jiyong menjauh– sebelum rahang si gadis berambut hitam mengalami dislokasi. Setelah menghabiskan waktu semalaman dengan Jiyong, Lisa menyadari satu hal, Jiyong akan sedikit– sangat sedikit– melunak ketika dipanggil oppa, sama seperti pria-pria lainnya. Namun satu yang seharusnya sudah Lisa duga, Jiyong tidak mendengarkannya. "Berhenti, atau aku akan memberimu injeksi," ancam Lisa sembari menunjuk tasnya, menyuruh pelayan Jiyong mengambilkan tasnya. Sementara si gadis berambut hitam legam itu sudah menangis hanya karena cengkraman Jiyong dan tatapan Jiyong yang terlihat sangat mengerikan.
Jiyong mendorong si gadis berambut hitam itu sekali lagi, membuat gadis itu kembali tersungkur di lantai dan kembali terkena sedikit pecahan cangkir yang tadi berserakan di lantai. Sembari menyeka tangannya yang berdarah ke bathrobenya, Jiyong menatap Lisa dan pelayannya bergantian. "Bereskan semua sampah disini, aku tidak ingin melihatnya lagi disini," suruh Jiyong yang kemudian berjalan meninggalkan ruang tengahnya dan masuk ke sebuah ruangan lainnya.
Lisa meraih tasnya, mengikuti Jiyong masuk ke dalam sebuah ruangan yang mirip sebuah ruang kerja. Tidak ada lantai dua di rumah itu. Rumahnya hanya satu lantai dan sangat luas, namun hanya memiliki beberapa ruangan– yang semuanya luas. Hanya ada tiga buah kamar, dua ruang kerja, sebuah dapur, ruang tengah sekaligus ruang tamu, ruang makan dengan sebuah mini bar dan gudang dibangunan yang terpisah– selebihnya hanya ada halaman dengan rumput hijau dan taman aster putih.
"Tunggu disana, aku tidak bisa bicara sekarang," ucap Jiyong sembari menunjuk sofa putih di dekat sebuah jendela besar dengan pemandangan taman bunga aster di luar.
"Apa yang terjadi?" tanya Mino, yang sejak awal duduk di sebuah meja kerja. Ada dua meja kerja disana, sebuah meja kerja besar yang sepertinya adalah meja kerja Jiyong dan sebuah meja kerja yang lebih kecil untuk sekretarisnya. "Gadis itu tidak memuaskannya?"
"Kenapa tadi kau tidak bilang kalau dia sedang bercinta dengan gadis sewaannya? Kau membuatku melihat mereka," keluh Lisa setelah ia duduk di sofa, sementara Mino menghampirinya dan Jiyong menghilang di balik sebuah pintu yang sepertinya kamar mandi.
"Dia yang menyuruhnya," ucap Mino dengan suara yang sangat pelan. "Kupikir dia akan mengajakmu bermain bertiga- tapi gadis tadi baru datang 30 menit yang lalu, mereka harusnya baru saja mulai. Kenapa dia kesini? Sesuatu membuatnya marah?"
"Gadis tadi menamparnya dan Tuan Kwon hampir menghacurkan rahang gadis itu, pelayan tadi yang mengurusnya sekarang," jawab Lisa. "Kau punya obat sakit kepala? Kepalaku benar-benar sakit sekarang. Dia butuh dokter, dia butuh obat-"
"Dia tidak akan meminum obatnya. Bahkan sampai mulutmu berbusa karena menyuruhnya, dia tidak akan meminumnya. Sampai kiamat sekalipun Tuan Kwon tidak akan meminum obat yang diresepkan untuknya,"
"Sekarang mungkin tingkat psikopatnya masih rendah tapi dia bisa membunuh seseorang-"
"Kau pikir dia belum melakukannya?" potong Mino membuat Lisa membeku. Ia merasa sudah melakukan kesalahan ketika menyetujui permintaan Jiyong terakhir kali– mengenai sandiwara konsultasinya. "Selama ini kau tertipu dr. Jung. Selama ini aku pun begitu. Dan akan terus begitu karena dia penipu ulung. Sebagai informasi untukmu, sebelum menjadi Sekretarisnya, aku dokternya. Aku kehilangan izin praktek ku dan berakhir disini karenanya,"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Joker
FanfictionPada suatu hari, aku adalah orang baik, sampai sesuatu terjadi.