32

1.6K 294 24
                                    

***

"Oh aku dapat tel- heish," ucap Lisa, yang pertama kali mendapatkan sebuah panggilan malam ini. Gadis itu menunjukan layar handphonenya dan panggilan itu berasal dari seseorang bernama Ten.

"Siapa itu Ten?" tanya Jiyong, berpura-pura curiga– menggantikan Seunghyun yang sama sekali tidak pernah mendengar nama Ten.

"Ng? Temanku? Boleh aku mendapat keringanan dan-"

"Lisa-ya!! Bantu aku!!" suara Ten terdengar dari speaker handphone Lisa ketika Jiyong tiba-tiba menjawab panggilan itu. "Aku tidak bisa menahannya lagi... Bantu aku, kumohon..."

"Bagaimana caraku membantumu?" tanya Lisa sembari melirik sinis pada Jiyong yang menjawab panggilan itu tanpa mendengarkan penjelasan Lisa lebih dulu.

"Datanglah... Kemarilah, bantu aku, hm? Ku mohon... Aku benar-benar membutuhkanmu disini," jawab pria bernama Ten itu, membuat Yuri menunjukan senyum sinisnya, sementara yang lainnya terlihat terkejut dan salah paham. "Ku mohon datanglah kesini, aku tidak bisa menahannya lagi, ini benar-benar menyiksaku,"

"Ten," panggil Lisa dan pria yang menghubunginya itu langsung berhenti merengek.

"Maafkan aku, aku hanya merindukanmu, kau tidak pernah menjawab panggilanku," jawab Ten kemudian, terdengar lebih serius dari sebelumnya. Lisa menoleh, menatap Jiyong dan teman-temannya yang penasaran, Yuri yang terlihat meremehkannya, serta Seunghyun yang terlihat marah. Melihat Lisa berpura-pura berkencan dengan Jiyong saja sudah sangat membuat Seunghyun kesal.

"Haha lucu sekali," jawab Lisa dengan nada sinisnya.

"Hhh... Baiklah, aku berbohong, aku tidak merindukanmu, tapi aku butuh bantuanmu. Aku benar-benar tidak tahan lagi disini, tidak bisakah kau datang kesini dan membantuku? Aku menyesal mengambil jurusan psikologi kriminal, aku benar-benar lelah membaca berkas-berkas kasus seperti ini,"

"Dimana kau sekarang?"

"Jeju,"

"Kau ingin aku terbang ke Jeju dan membantumu memecahkan kasus pembunuhan? Oh ayolah aku sedang bersama kekasihku sekarang, kau membuatnya salah paham,"

"Oh? Kau punya kekasih sekarang? Siapa? Bukankah kekasihmu menikahi gadis lain?" tanya Ten membuat Lisa langsung mematikan panggilan itu.

"Maaf, yang tadi itu teman kuliahku," ucap Lisa yang kembali menunjukan wajah malaikatnya, membuat Hyorin dan Alice mau tidak mau tersenyum dan terkekeh dengan sedikit canggung. "Kami sering mendapatkan kelas yang sama dan sekarang dia bekerja sebagai seorang profiler. Dia menelponku karena butuh bantuan dengan pekerjaannya, tapi dia selalu bersikap berlebihan seperti itu untuk membuatku panik tapi rencananya sudah tidak mempan lagi. Sudah cukup jelas? Atau oppa masih marah?" jelas Lisa sembari menatap Jiyong yang tidak bergeming hanya dengan wajah malaikatnya.

"Kenapa dia terkejut mendengar kau mengencani seorang? Siapa pria yang kau kencani sebelum berkencan denganku? Kau sudah melupakannya atau belum?" tanya Jiyong kemudian, terlihat sangat mirip dengan seorang kekasih yang sedang cemburu– hingga membuat Lisa hampir saja bertepuk tangan karena kagum dengan akting Jiyong.

"Hhh... Sepertinya ini awal yang sulit," komentar Yongbae, sedikit berbisik namun tetap dapat di dengar oleh semua yang duduk disana.

"Jiyongie, Lisa sudah putus dengannya, kau tidak perlu marah hanya karena ucapan teman-"

"Dua tahun yang lalu, terakhir kali aku berkencan adalah dua tahun yang lalu," jawab Lisa memotong ucapan Hyorin yang mencoba menenangkan Jiyong. Namun permainan harus tetap berjalan walaupun tidak benar-benar sesuai dengan rencana Jiyong. "Apa aku sudah melupakannya? Tentu saja, dia sudah menikah dan punya seorang anak," lanjut Lisa sembari menatap Seunghyun. Gadis itu benar-benar membawa banyak sekali kejutan. Daesung sampai menjatuhkan garpunya karena terkejut akan kenyataan kalau Lisa pernah berkencan dengan Seunghyun.

Jiyong bangkit, mendorong kursinya dengan sedikit kasar kemudian berjalan keluar dari rumah Yongbae, pria itu terlihat cukup marah. Walaupun alasan sebenarnya ia keluar adalah karena tidak dapat menahan tawanya.

"Hyung-"

"Oppa! Ya! Kwon Jiyong! Oppa!!" seru Lisa, menyela Seungri dan Daesung yang hendak mengejar Jiyong. Seperti Jiyong, Lisa pun berjalan keluar, terlihat seakan ia tengah mengejar kekasihnya yang marah. 

Di luar, angin pantai bertiup cukup kencang. Jiyong keluar dan berjalan di atas pasir pantai tanpa membawa jasnya, begitu juga dengan Lisa yang berjalan di belakang Jiyong, mengikuti pria itu menjauhi rumah Yongbae.

"Kau membawa handphone kita?" tanya Jiyong begitu ia merasa mereka sudah cukup jauh dari rumah Yongbae.

"Ah- tidak, bagaimana ini?" jawab Lisa. "Bagaimana ini? Kau tidak ingin teman-temanmu tahu mengenai hubunganku dengan Seunghyun oppa,"

"Tidak apa-apa, rencana bisa dirubah," jawab Jiyong.

"Kau lihat wajah pucat Seunghyun dan Yuri tadi? Aku hampir tertawa saat melihatnya. Aku benar-benar terkejut saat Ten menyinggung masalah itu, dan lebih terkejut lagi karena oppa menanggapinya," ucap Lisa dengan antusiannya

"Kalau tidak menanyakannya, Seungri pasti akan akan memaksamu menceritakan masalah itu," jawab Jiyong yang kemudian duduk di atas sebuah kayu dari pohon yang tumbang. "Bukankah yang seperti ini terasa lebih mendebarkan?"

"Kira-kira apa yang Seunghyun oppa dan Yuri katakan? Semua orang pasti memaksa mereka bercerita sekarang," tanya Lisa yang kemudian ikut duduk di sebelah Jiyong. Gadis itu hendak duduk di atas potongan kayu yang sama, namun Jiyong menahannya. Pria itu justru membuat Lisa duduk di atas pangkuannya.

"Daesung dan Alice di arah jam 10," bisik Jiyong dan Lisa menatap Jiyong, tidak berniat untuk menoleh dan bertukar tatap dengan kakak temannya. "Kita masuk 20 menit lagi, sekarang mereka sudah pergi," lanjutnya masih berbisik.

"Disini dingin, tidak bisakah kita ke mobil saja? Kau membawa kunci mobilnya, 'kan?"

"Kurasa tida- ah ada," jawab Jiyong setelah ia merogoh saku celananya dan hampir lima menit setelah Daesung dan istrinya batal menghampiri mereka, Jiyong mengajak Lisa untuk menunggu di mobil. Mereka perlu berpura-pura membicarakan masalah hubungan mereka setidaknya beberapa menit. "Ku pikir pria itu tadi benar-benar sedang mengajakmu bercinta," komentar Jiyong kemudian, setelah keduanya duduk di dalam mobil yang aman dari angin pantai. "Aku sempat berfikir untuk menyebutmu pelacur di depan teman-temanku,"

"Aku benar-benar akan memukulmu kalau kau berani menyebutku pelacur di depan Yuri," jawab Lisa, kemudian menoleh pada Jiyong yang duduk di sebelahnya, di kursi belakang mobil Jiyong. "Aku sudah sangat kesal setiap kali kau menyebutku begitu, dan aku bisa hilang kendali kalau kau menyebutku begitu di depan Yuri,"

"Kenapa marah? Kau memang pelacur yang berkedok sebagai seorang dokter, bukan?" ucap Jiyong membuat Lisa semakin kesal. "Tidak perlu berpura-pura marah kalau akhirnya kau tetap datang padaku untuk menjual dirimu,"

"Kau hanya menikmati reaksiku 'kan?" ucap Lisa yang kemudian merubah posisi duduknya dan menatap Jiyong. "Kau menyebutku begitu hanya agar aku marah bukan? Sekarang aku sudah mengetahuinya dan aku tidak akan marah lagi walaupun kau menyebutku begitu. Jadi tidak perlu berusaha membuatku kesal dengan menyebutku pelacur. Itu tidak akan berpengaruh lagi-"

"Benarkah?" potong Jiyong yang kemudian balas menatap Lisa. "Kau selalu dan akan terus marah setiap kali ada yang menyebutmu pelacur. Bahkan sekarang, walaupun kau bilang kau tidak akan marah, matamu justru mengatakan yang sebaliknya. Kau mau tahu kenapa? Karena kau tahu kalau kau pelacur tapi tidak ingin mengakuinya,"

***

Joker Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang