35

1.7K 226 26
                                    

Boleh di lewati karena terlalu sadis, bisa langsung ke part 36

***

"Apa yang ingin kau tunjukan padaku oppa?" tanya Lisa begitu ia tiba di rumah Jiyong dengan taxi dan Jiyong sendiri yang menyambutnya di depan pintu. Mino masih membedah pasien ilegalnya, sementara Jiyong menyuruh satu-satunya pelayan di rumahnya untuk berlibur. "Sekretaris Song tidak disini? Biasanya dia yang membukakan pintu,"

"Dia ada di dalam, sedang belajar," jawab Jiyong membuat Lisa menaikan alisnya. "Ku dengar kau mengajukan surat pengunduran dirimu,"

"Bagaimana kau tahu? Aku baru saja akan memberitahumu,"

"Sekretaris Kang yang memberitahuku, dia pernah bekerja untukku, sebelum bekerja untuk Seunghyun hyung," ucap Jiyong– membuat Lisa lantas mengerti kenapa selama ini Kang Seungyoon selalu menuruti ucapannya.

"Siapa lagi yang pernah bekerja untukmu oppa?" tanya Lisa kemudian sembari mengekori Jiyong berjalan ke dapurnya.

"Hanya Kang Seungyoon dan tentara yang jadi pasienmu. Sekarang karena kau mengundurkan diri, aku harus mencari dokter lain lagi,"

"Oppa marah? Maaf... Aku hanya... Aku berencana pergi ke Jeju dan membantu Ten saja... Bekerja di rumah sakit sangat... Melelahkan,"

"Aku tidak seberapa marah, tapi bukankah kau harus di hukum karena berhenti tanpa seizinku? Kau pasti tahu kalau aku akan kesulitan karena harus mencari dokter lain,"

"Aku sedang datang bulan?" jawab Lisa sembari tersenyum canggung di depan Jiyong. Sedangkan pria itu hanya menaikan bahunya kemudian memberikan sebuah pil dan segelas air minum untuk Lisa. "Apa ini? Kau tidak memberiku obat perangsang atau semacamnya kan?"

"Lihat baik baik pilnya, kau akan tahu saat melihatnya,"

"Librium- obat penenang? Ya! Kau ingin membuatku setengah sadar? Aku benar-benar sedang datang bulan-"

"Lalu kenapa kalau datang bulan?" tanya Jiyong yang kemudian memaksa Lisa menelan obat yang diberikannya. Obat itu tidak pernah diresepkan untuk Jiyong sehingga Lisa tidak tahu bagaimana cara Jiyong mendapatkan obat tersebut. "Aku tidak mengajakmu bercinta, aku ingin menunjukan hewan peliharaanku padamu, tapi kau akan takut kalau tidak meminum obatnya lebih dulu. Jadi minumlah," ucap Jiyong membuat Lisa mau tidak mau menelan obat tersebut. Rasanya Lisa tidak pernah berhasil menolak Jiyong dan semua ucapannya.

"Apa yang kau pelihara, oppa? Sesuatu yang ilegal? Binatang buas?" tanya Lisa dan Jiyong menganggukan kepalanya. Keduanya menunggu beberapa menit sampai obat yang Lisa minum mulai bereaksi.

"Sudah mulai pusing?" tanya Jiyong dan Lisa menganggukan kepalanya. "Kalau begitu ayo kita keluar,"

Lisa memeluk lengan Jiyong, berjalan di sebelah pria itu sama sekali tanpa menaruh kecurigaan sedikit pun. Bahkan ketika Jiyong mengajaknya masuk kedalam gudang, Lisa tidak berkomentar. Gadis itu hanya menggumamkan beberapa nada sembari mengikuti Jiyong memasuki ruang bawah tanahnya.

"Oh? Rumah siapa ini? Sempit sekali... Seperti rumahku," ucap Lisa ketika Jiyong membantunya untuk duduk di sofa. Lisa tidak benar-benar sadar, namun ia tetap dapat melihat, menilai dan mengingat apa yang terjadi di sekitarnya. Obat penenang tadi hanya membuatnya sedikit kesulitan dalam mengontrol gerakan tubuhnya, membuatnya kesulitan untuk berdiri dan duduk tegak, membuatnya kesulitan untuk bicara dan merasakan sesuatu di kulitnya karena seluruh otot serta sarafnya mulai tidak bekerja.

"Kita punya 1 jam sebelum Lisa benar-benar tidur," ucap Jiyong sementara Mino mendorong kursi roda yang diduduki Chanyeol keluar dari kamar. Chanyeol yang duduk di atas kursi roda itu sedikit lebih 'teler' dari Lisa, rambut pria itu habis terpangkas, dan ia tidak dapat berhenti tersenyum– pengaruh morfin yang selama beberapa hari ini Jiyong berikan padanya.

"Kau hanya memberinya setengah dosis, Tuan?" tanya Mino dan Jiyong menganggukan kepalanya.

"Aku ingin membuatnya mengingat siang ini," ucap Jiyong yang kemudian berjongkok di depan Chanyeol, mengusap air liur pria itu dengan selembar tissue dari meja. "Sapalah dia Lisa, peliharaanku, namanya stalker,"

"Bajingan sialan- apa yang kau lakukan padanya?! Ya! Psikopat gila!" seru Lisa, dengan suara parau yang terbata-bata, nafas gadis itu terasa sangat berat, sangat sesak, ia ingin meraih Jiyong dengan tangannya namun pening di kepalanya tidak mengizinkan itu.

"Ssttt... Kau pernah membedah kepala, Lisa?"  tanya Jiyong yang mengabaikan seluruh ucapan dan umpatan Lisa di sofa. "Aku ingin menunjukan caranya padamu, tapi tadi kau sedang sibuk,"

"Hentikan- aku tidak ingin mengetahuinya sialan!" marah Lisa namun tetap tidak dapat bangun dan meninggalkan sofa tempatnya duduk. Tubuhnya terasa terlalu lemah.

"Tadi aku sudah membuka kepalanya, jangan khawatir, aku melakukannya persis seperti seorang dokter bedah," oceh Jiyong yang kemudian melepas bagian depan tengkorak kepala Chanyeol– di dekat dahi– untuk menunjukan bagian dalam isi kepala tersebut pada Lisa. Otak yang masih tertutup selaputnya itu dapat dengan jelas Lisa lihat di hadapannya. "Aku mencoba untuk tidak merusak selaputnya, tapi tadi pisau bedahku sedikit licin, jadi selaputnya sudah sobek, sedikit... Hanya sedikit... Tidak akan membunuhnya... Iya kan, stalker?"

"Ku mohon... Hentikan..." pinta Lisa hampir menangis, tidak ada yang mengikatnya namun tubuhnya benar-benar tidak dapat bekerja sama, Lisa sangat menyesal karena meminum obat yang Jiyong berikan tadi. Sementara Chanyeol, yang sebagian tengkorak kepalanya telah di lepaskan dari tubuhnya hanya tersenyum lebar menikmati rasa bahagia yang di berikan morfinnya.

"Dengar Lisa," ucap Jiyong yang kemudian berdiri di belakang Chanyeol, memperhatikan Lisa yang hampir menangis di sofa, di hadapannya. "Seperti yang kau tahu, otak tidak dapat merasakan sakit. Stalkerku ini juga sudah cukup mati rasa morfin yang di pakainya, jadi tidak perlu khawatir,"

"Hentikan- hentikan... oppa,"

"Kau bilang ingin menyembuhkanku? Aku hampir tertawa saat mendengarnya, kau benar-benar seorang dokter? Lihatlah bagian ini Lisa, ini bagian yang mengatur tentang perasaan dan perilaku, bagian ini yang mengatur kepribadian seseorang," jelas Jiyong sembari menunjuk-nunjuk lobus frontal milik Chanyeol. "Bagaimana kalau aku mengambil sedikit bagian disini? Tentu saja dia akan kehilangan kemampuannya untuk mengatur kepribadian, perasaan dan perilakunya, bukan begitu?"

"Tidak- jangan- oppa... Ku mohon berhentilah..." bujuk Lisa yang terus berusaha meraih Jiyong namun yang ia dapatkan justru jatuh dari sofanya.

"Heishh... Kau akan melukai kepalamu kalau jatuh begitu, duduklah dengan tenang," omel Jiyong pada Lisa yang sudah menangis namun tidak dapat mengontrol tubuhnya. Tidak lama, Mino kemudian mendekat, mengangkat Lisa dan mendudukannya kembali di atas sofa, memaksa Lisa untuk melihat Jiyong yang mengambil sedikit bagian dari isi kepala pria di kursi roda. Melihat Lisa tersiksa benar-benar memberi kepuasan tersendiri pada Jiyong. Jauh lebih menyenangkan dibanding melihat Chanyeol yang hanya tertawa karena tidak dapat merasakan kepalanya yang di bedah.

***

Joker Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang