***
Seunghyun melangkah masuk kedalam sebuah kamar di lantai 15 hotel tersebut. Di depan kamar itu, sebelumnya ada Kang Seungyoon– sekretaris Seunghyun– namun begitu Seunghyun datang, ia meminta sekertarisnya itu untuk pergi. Seunghyun tidak butuh sekretarisnya disana, yang ia butuhkan hanya seorang gadis cantik yang sudah dua tahun ini ditinggalkannya.
"Apa yang kau lakukan?" tegur Seunghyun, ketika ia masuk kedalam kamar hotel tersebut dan melihat Lisa tengah duduk di tepian ranjang sembari melepaskan celananya. Tubuh bagian atas gadis itu hanya di tutupi oleh sebuah bra hitam yang terlihat sangat kontras di atas kulit putihnya. "Mencoba menggoda-"
"Sebelumnya aku hanya berniat untuk mandi, tapi karena oppa sudah terlanjur datang, aku berubah pikiran," potong Lisa yang kemudian mengangkat kakinya ke atas ranjang, serta menyingkirkan celana dan pakaiannya ke lantai. "Sekarang aku ingin menggodamu saja oppa,"
"Kau tidak akan mampu," balas Seunghyun sebelum akhirnya seluruh adegan panas terjadi dalam kamar itu. Sekali, dua kali, tiga kali, keduanya terus mengulang adegan yang sama demi menuntaskan kerinduan satu sama lain. Keduanya kini berhenti di putaran ketiga, Seunghyun masih menginginkan beberapa putaran lagi, rasanya ia belum puas dan tidak akan pernah puas menyentuh tubuh gadis di hadapannya itu. Namun Lisa menginginkan hal lainnya.
Pria cenderung memakai cinta untuk mendapatkan seks, sementara wanita memakai seks untuk mendapatkan cinta, begitu yang Lisa percayai.
"Oppa," bisik Lisa, sembari memeluk Seunghyun dan merasakan aroma tubuh pria itu.
"Hm?"
"Aku mencintaimu,"
"Aku juga,"
"Aku lelah,"
"Tidurlah," jawab Seunghyun, sembari mengusap lembut helaian rambut Lisa.
"Oppa," panggil gadis itu sekali lagi.
"Hm?"
"Sudah dua tahun kita tidak bertemu," gumam Lisa, yang kemudian mempererat pelukannya. Membuat tubuh mereka yang masih polos tanpa pakaian kembali bersentuhan dengan cukup intim. "Kita juga tidak saling-"
"Sebentar," potong Seunghyun, yang kemudian harus bangkit untuk menjawab sebuah panggilan di handphonenya. Sialnya, panggilan itu dari Yuri– Kwon Yuri, istri Seunghyun– dan sesuatu yang buruk terjadi pada putri mereka di rumah. "Maaf, Li-"
"Pergilah," ucap Lisa, yang tanpa sadar merasa sangat kecewa karena Seunghyun harus pergi. Tanpa sadar gadis itu berbalik, terang-terangan menunjukan rasa kecewanya. "Aku tidak ingin merebut seorang appa dari anaknya,"
"Maafkan aku, ya?" ucap Seunghyun yang kemudian memeluk pinggang Lisa, menciumi bahu telanjang gadis itu. "Jieun sakit-"
"Pergilah oppa... Pergi," ulang Lisa yang kemudian berbalik untuk menatap Seunghyun. "Aku baik-baik saja,"
"Jam kerja belum berakhir," ucap Seunghyun sembari melirik jam digital di atas meja. "Kau bisa tetap beristirahat disini, aku sudah membayar kamar ini sampai besok siang,"
"Oppa akan kembali kesini?"
"Aku akan mengusahakannya,"
"Baiklah, aku akan menunggumu disini," balas Lisa yang kemudian mencium lembut bibir Seunghyun. "Pergilah... Temui aku lagi nanti,"
Seunghyun pergi, sementara Lisa di tinggalkan sendirian disana dengan hati terluka karena ditinggalkan. Lisa tetap berbaring di atas ranjang sendirian sampai 30 menit setelah kepergian Seunghyun.
"Kenapa aku menyedihkan seperti ini?" gumam Lisa yang kemudian melangkah masuk ke dalam toilet, membersihkan tubuh yang menurutnya menjijikan. "Apa kau tidak bisa mendapatkan pria lain yang lebih baik darinya? Kenapa kau mau di perlakukan seperti ini?" gumamnya, sembari menatap pantulan wajahnya di cermin toilet.
Selesai memakai kembali pakaiannya, Lisa keluar dari kamar hotel tersebut. Hanya dengan membawa dompet serta handphonenya, tanpa berniat pergi dari bangunan mewah itu. Gadis itu hanya ingin berjalan-jalan di sekitaran hotel sampai kakinya tanpa sadar tiba di sebuah bar. Jam masih menunjuk di angka empat, sehingga bar itu masih sangat sepi karena malam belum datang.
"Kenapa sendirian disini tuan Kwon?" tegur Lisa ketika matanya menangkap sosok pria yang duduk sendirian di depan meja bar. Menikmati sebotol Whiskey mahal sendirian. "Bukankah ini masih terlalu sore untuk mabuk?"
"Tolong satu gelas lagi," pinta Jiyong pada seorang bartender yang bekerja sore itu. "Kenapa kau masih disini? Mana Seunghyun?"
"dr. Choi punya pasien yang perlu ia tangani," jawab Lisa, tersenyum pada bartender yang memberikan sebuah gelas padanya kemudian mengulurkan gelasnya ke depan Jiyong, meminta pria itu untuk menuangkan whiskey kedalam gelas kosongnya. Enggan berdebat, Jiyong lantas mengangguk sembari menuangkan cairan coklat bening di hadapannya ke gelas Lisa. "Aku ada janji makan malam dengan teman-temanku disini,"
"Kau memang biasa datang lebih awal? Tiga jam lebih awal?" sindir Jiyong, sembari melihat jam tangannya. "Masih ada tiga jam sebelum waktunya makan malam,"
"Ahjussi," gumam Lisa masih sembari memutar gelasnya, mempermainkan whiskey didalam gelasnya. "Sudah 10 tahun kita tidak bertemu,"
"Ya, kurasa begitu,"
"Selama itu, kau juga sudah bertemu banyak orang. Bagaimana kau bisa mengenaliku? Kau tidak terkejut saat melihatku tadi,"
"Seunghyun hyung sudah mengirimkan resume-mu padaku, kemarin," jawab Jiyong. "Apa yang aneh dari mengenalimu? Bukankah kau yang lebih aneh? Kau yang tidak mengenaliku, kau yang terkejut saat kita bertemu tadi,"
"Aku tidak terkejut karena bertemu denganmu, aku juga sudah membaca hasil tesmu. Aku terkejut karena ternyata kau mengenaliku," jawab Lisa, yang akhirnya menenggak whiskey di gelasnya. "Lagi pula... Bagaimana aku bisa melupakan seseorang yang sudah menyelamatkanku? Kalau saat itu ahjussi tidak mengajakku bicara, mungkin aku sudah melompat,"
"27 Maret sudah lama lewat," gumam Jiyong yang sekarang berusia 35 tahun. "Usiamu sudah 30 tahun sekarang, bukankah tidak pantas kalau kau terus memanggilku ahjussi?"
"Ah... Maaf tuan," jawab Lisa yang kemudian menundukan kepalanya, bersikap seolah ia hendak membungkuk pada Jiyong, untuk sekedar sopan santun. "Aku tidak akan memanggilmu begitu lagi, Kwon Sajjangnim,"
Jiyong tidak berkomentar, pria itu hanya menggumam mengiyakan ucapan Lisa.
"Kau berhasil hidup," gumam Jiyong kemudian, setelah beberapa saat mereka terdiam. Namun alih-alih menjawab, gadis di sebelahnya justru bangkit dari duduknya kemudian mendekati Jiyong. "Ahjussi... Aku ingin membalas budi," ucap Lisa dengan suara serak yang cukup menggoda– untuk beberapa pria seperti si bartender yang langsung melangkah menjauh, berpura-pura mengerjakan hal lainnya.
Lisa marah, karena Seunghyun meninggalkannya. Lisa marah, karena membenci dirinya sendiri. Lisa marah, karena dirinya terlihat sangat menjijikan ketika mengingat Seunghyun. Lisa marah, karena ia tidak bisa merelakan Seunghyun dengan keluarga kecilnya yang baru. Lisa marah, karena terlalu menyukai Seunghyun hingga rela dijadikan simpanan pria itu. Namun tidak ada solusi apapun yang terpikirkan olehnya untuk melampiaskan rasa marahnya itu. Tidak ada solusi yang dapat membuatnya merasa lebih baik selain meyakinkan dirinya sendiri kalau ia masih menarik. Kalau ia masih cukup menarik dan bisa mendapatkan pria lain selain Seunghyun.
Jiyong masih diam, menatap Lisa yang kini berdiri di sebelahnya dengan rambut yang tersampir ke samping, memperlihatkan lekukan lehernya yang indah.
"Ahjussi... Bisakah aku membalas budi padamu sekarang? Aku... Mau melakukan apapun untukmu," ucap Lisa, dengan jemarinya yang mulai bermain di lengan Jiyong. Memberikan lengan berkemeja hitam itu beberapa sentuhan kecil.
"Kalau begitu duduklah dan temani aku minum," suruh Jiyong sama sekali tidak bergeming dengan sentuhan dan wajah sayu Lisa yang biasanya berhasil menggoda siapapun.
"Kwon Sajjangnim," panggil Lisa sekali lagi, ketika Jiyong enggan untuk menatapnya. Jiyong mengabaikan Lisa, sama sekali tidak tertarik dengan senyuman dan sentuhan menggoda gadis di dekatnya itu. Bahkan hampir setengah botol Whiskey tidak membuatnya lantas mabuk dan hilang kendali. "Kalau kau mengabaikanku... Aku bisa ma- bisakah anda membantuku sekali lagi tuan Kwon? Ku mohon..."
"Hanya karena kau memakai jas doktermu, aku hampir percaya kalau adalah seorang dokter, tapi sepertinya aku salah... Kau hanya seorang... Pelacur,"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Joker
FanfictionPada suatu hari, aku adalah orang baik, sampai sesuatu terjadi.