CHAPTER 21||What?

333 51 4
                                    

Hari berganti minggu, sungguh ini sudah tiga minggu sejak kejadian dirumah utama itu terjadi semuanya tampak sangat berbeda.

Tuan Lee hanya bisa terus mengurut kening keriputnya yang sarat akan kesedihan.

Jeno masih belum sadar dan sekarang sedang dalam keadaan tubuhnya yang semakin kurus dan mata cekung yang terus tertutup.

Tiga minggu sangatlah lama bagi mereka. Terutama gadis itu, Siyeon.

Tepat hari ini menginjak minggu ke tiga dan mereka sudah berkumpul dikamar rumah sakit itu penuh raut khawatir.

Siyeon selalu merawat pemuda itu meski dirinya sendiri sangat tidak bisa dikatakan baik sekarang. Ia sampai tidak memperdulikan kesehatannya.

Siyeon sudah tidak pernah pulang keapartemen nya lagi. Pakaian dan barang lain sudah dikemasi agar dirinya bisa menemani Jeno 24 jam.

Tuan Lee sudah menawarkan puluhan kali tentang perawatan Jeno bahwa Siyeon tidak perlu lagi merawat cucu nya itu. Ia merasa kasihan melihat gadis itu. Padahal Tuan Lee dengan serta merta akan memberikan hadiah misi Golden Card itu pada Siyeon. Namun ia menolak.

Dirinya selalu beralasan bahwa misi nya belum selesai. Ia pantang mundur jika misi nya tidak dilakukan dengan baik dan dibiarkan begitu saja. Padahal dilubuk hatinya, ia sangat mencintai pemuda itu dan akan terus merawatnya meskipun masa menjalankan misi sudah selesai.

"Tuan Lee, aku tidak apa-apa, aku betah disini. Kumohon jangan buat aku menjadi orang yang tidak bertanggung jawab. Sebaiknya hadiah itu kau simpan saja."

Alasan lagi. Tuan Lee tau itu.

"Baiklah, tapi kesehatanmu juga penting. Kali ini jangan menolak, aku sudah mencari seorang asisten untuk Jeno dan ia juga bisa membantumu." Tuan Lee memasang raut tegas saat Siyeon akan menyela ucapannya.

Gadis itu hanya mengangguk pelan. Tuan Lee tersenyum hangat dan mendekati Siyeon. Mengusap helai hitam itu dengan lembut.

"Kau sudah ku anggap cucu ku juga. Jaga kesehatan mu. Malam nanti Haechan dan yang lain akan kesini." Siyeon membalas senyuman lelaki paruh baya itu dan mengangguk lirih.

Tuan Lee keluar dari ruangan itu setelah berbincang sebentar pada anak buahnya untuk memperketat penjagaan pada rumah sakit itu agar tidak kecolongan.

Jimin juga selalu mengawasi kedua adik nya itu.

"Bersihkan dirimu dulu, aku yang akan menjaga Jeno sementara disini." Jimin berusaha membujuk Siyeon yang sedari tadi hanya melamun disamping tempat tidur itu.

Siyeon enggan menjawab, bahkan dirinya seolah tidak mendengar apa yang barusan diucapkan oleh Jimin.

Jimin menghembuskan napas pasrah, ia berdiri ingin menghampiri Siyeon, namun dering ponsel pemuda itu membuatnya urung. Ia lalu menggeser tombol hijau pada layar kotak tersebut.

Jimin masih nampak sibuk akan percakapan nya dengan seseorang diseberang sana melalui telepon. Bola mata Jimin terhenti saat terfokus pada Siyeon yang tertidur disamping ranjang dengan kedua lengan gadis itu yang menjadi bantalan nya.



"Hm baiklah, akan aku hubungi lagi saat sampai disana." Jimin langsung mematikan panggilan itu.

Mendekati adik nya yang sedang tertidur pulas. Menyentuh pelan bahu gadis itu.

"Hey, baby. Siyeon-ah? Jangan tidur disini nanti tubuhmu sakit. Pindah ke sofa?"

Siyeon tidak bereaksi apapun. Jimin lalu tersenyum dan menundukkan badannya sedikit lebih rendah untuk menggendong adik nya ke sofa dengan hati-hati.

Quandary [Jeno X Siyeon]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang