CHAPTER 23||Smile

368 53 13
                                    

Tidak ada yang begitu spesial hari ini. Sejak Jeno diperbolehkan pulang dari rumah sakit seminggu yang lalu semuanya tampak normal saja.

Hanya selang impus yang masih menempel dilengan pemuda itu. Terkadang Jeno meringis merasakan tubuhnya begitu rentan dan terasa lemas saat ia bangun tidur maupun melakukan aktivitas ringan seperti membersihkan dirinya dikamar mandi.

Untuk menyentuh air saja rasanya seluruh tubuh nya terasa membeku.

Pagi ini ia merasa kepalanya pusing setengah mati. Dan berlanjut saat ia selesai membersihkan dirinya, tangan dan kaki nya seakan kaku untuk digerakkan.

Ia hampir terjatuh jika saja Bibi Rae tidak ada disana. Bibi Rae mencengkram kuat gagang impus itu saat Jeno akan beranjak dari tempat tidurnya.

"Astaga, Tuan muda. Anda seharusnya tetap ditempat tidur. Jika butuh sesuatu panggil saja salah satu dari kami." Bibi Rae terlihat sangat khawatir. Ia menelisik tubuh Jeno apakah ada yang terluka disana.

Jeno tersenyum lemah. Ia kemudian menduduk kan lagi bokongnya pada kasur bewarna blue sea nya itu.

"Aku tidak ingin merepotkan kalian. Bibi Rae, kau pasti lelah sekali dari pagi hingga siang ini sibuk mengurus rumah. Sebaiknya istirahat saja."

Jeno agak mengerutkan dahinya saat ia mencoba membaringkan tubuhnya kembali pada kasur. Ringisan pelan terdengar begitu kentara. Bibi Rae yang melihatnya semakin merasa khawatir.

"Bibi akan panggilkan Siyeon sebentar, Tuan muda."

Jeno yang mendengarnya sontak tersenyum riang menatap Bibi Rae yang juga ikut tersenyum hangat.

Ia mengangguk antusias dan kembali membuat perasaan Bibi Rae sedikit bahagia melihatnya.

***



"Kau tak apa? Butuh sesuatu? Bagian mana yang sakit?" Siyeon tampak berjalan terburu menuju tempat tidur dimana seseorang hanya terkekeh kecil melihatnya.

"Sebegitu khawatir nya kah kau sampai seperti ini." Jeno menarik lebih dekat tubuh Siyeon yang duduk disamping kasurnya.

Siyeon mengerjap tak enak hati. Lihat saja, ia masih memakai celemek yang sudah dikotori bahan makanan dan tepung. Rambutnya juga diikat acak.

"Ah, aku tadi sedang memasak. Jangan dekat-dekat–" Jeno mengurungkan niat nya saat Siyeon menepis lembut tangan nya yang ingin memeluk gadis itu. "–kau bisa kotor, lebih baik kita sarapan dibawah. Aku akan membersihkan diri dulu."

Tanpa balasan apapun Siyeon menarik langkah untuk pergi dari ruangan itu. Dirinya sempat terhentak kebelakang saat sepasang lengan menarik pinggang nya hingga gadis itu terduduk kembali.

"Jeno, apa yang kau lakukan, sudah kubilang aku ing—"

Belum sempat ia akan memberikan celoteh panjang. Jeno menarik belakang kepalanya dan mencium pipinya.

Mulutnya masih terbuka saat celotehan nya terhenti, Siyeon menggigit pipi dalam nya menahan suatu gejolak yang membuat pipinya memanas. Sungguh.

Jeno tersenyum memberikan kesan sedikit menyeringai lalu mengusap pelan rambut gadis itu.

"Ada tepung dipipi mu itu. Aku hanya mencoba membersihkan nya saja." Jeno berusaha menahan tawa nya melihat gadis itu masih kaku terdiam.

"Hey, kau baik, Yeon?" Jeno mengibaskan tangan nya berkali–kali hingga gadis itu tersadar kembali.

"Em, masih ada sedikit tepung. Mau kucium lagi untuk membersihkan nya?" Siyeon membelalak kan matanya dan Jeno telak meledak kan tawanya puas sekali.

Quandary [Jeno X Siyeon]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang