veintinueve♛

7.1K 1.5K 204
                                    


we continue.

Hyunae melangkahkan kakinya di koridor kosong, pikirannya dihuni sepi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hyunae melangkahkan kakinya di koridor kosong, pikirannya dihuni sepi. Sinar matahari yang hangat dari jendela itu menyapa namun Hyunae masih juga terdiam tanpa senyum di wajahnya.

Dari ujung koridor lain, seseorang berjalan dengan figur tegap dan jas merah almameter mereka. Rambutnya disisir rapi menampilkan jidat si adam, ah, tampan juga.

Namun, detik berikutnya Hyunae menggelengkan kepala, biar kenyataan, berpikir begitu itu tidak boleh. Jisung yang mengorok saat tidur juga tampan kok. Hyunae meringis, mungkin seleranya agak tinggi juga agak rendah di saat bersamaan.

Si gadis sudah berniat hanya menganggap eksistensi si adam itu tidak ada sebelum oknum tersebut malah menghentikan langkah. Tepat di depannya. Membuat Hyunae mau tidak mau juga terdiam.

"... Aku sudah denger," lirih si Na, air mukanya tidak memancarkan cahaya seperti biasa. Senyum lebar yang biasa ia tebar itu tidak ada. Sontak membuat hyunae kembali kehilangan kata.

"... Should i congratulate you guys?" tanya Jaemin lagi, kali ini dengan senyum tipis. Walau matanya tidak ikut tersenyum. Begitu teduh dan tenang, juga lembut.

Tatap itu terasa kosong, walau dahulu sempat membuatnya jatuh.

"... Terserah kamu," jawab Hyunae sekenanya, tidak mau terkesan dingin ia menambah, "Kamu nggak punya kewajiban buat ngucapin segala. I don't think you need to."

"Kalau aku ucapinnya nggak dari hati, gimana ...?" Jaemin berujar, membuat Hyunae kembali terhenyak. Atmosfer di sekitar keduanya begitu berat dan mengikat, lebih banyak hening daripada kata walau nyata jelas adanya ledakan rasa di hati keduanya.

Namun, ledakan rasa itu tidak lagi selaras.

Sama dengan perasaan mereka yang telah berbeda.

"Then don't," balas Hyunae dengan pelan, "Sudah kubilang, jangan sakitin diri kamu sendiri, Na."

Nana. Ah, andai gadis di depannya tahu betapa rindu Jaemin dipanggil dengan namanya seperti itu. Andai saja Hyunae tahu hati Jaemin seakan teriris dalam saat Hyunae mengucap namanya begitu. Andai Hyunae tahu hati Jaemin masih penuh akan luka walau telah dikembalikan oleh si gadis dengan maksud baik.

Andai Hyunae tahu, Jaemin menderita.

Rasanya seperti ingin menangis. Seumur hidupnya, Jaemin bukan seseorang yang emosional. Rasanya hampir tumpul, hampir dijadikan boneka hidup oleh ayahnya. Hanya sebagai pewaris dan anak sulung pemegang tanggung jawab paling besar, paling memberatkan. Sejalur tumbuh remaja hanya diajarkan cara tersenyum dan cara beretika, jelas Jaemin seperti dipukul batu besar saat merasakan rasa yang baru dikenalnya.

Loss.

Kehilangan.

Sendirian.

Rumor.✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang