Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Suara bidak catur digerak paksa terdengar menggema, melawan pada dinding putih gading yang terkesan dingin. Gorden merah di ujung sana tampak disapu angin, melambaikan surainya.
Dua remaja itu terdiam, bicara tanpa bicara, semuanya hanya perlu tatapan mata.
"Park Jisung, iya?"
Yang ditanya menghela napasnya.
"Kamu harus berhenti."
Yang digertak malah cuman tersenyum lamat. Seperti menikmati permainannya tentang polisi dan penjahat dengan Jisung sebagai tersangka utama.
"Jadi, Park Jisung ingin menjadi lelaki setia, dengan Hyunae sebagai targetnya." Suara itu menggema. "Well, Park Jisung himself is the definition of asshole."
Tidak ada jawaban dari si lawan bicara.
Tapi seperti biasa, hanya senyuman manis seperti gula-gula yang bisa Jaemin ulas. Manis, sekali. Walau tiap kata yang ia lontarkan terlalu menghanyutkan untuk gendang telinga.
"Pintar juga," pungkas Jaemin. "Memang di dunia, yang paling penting itu uang dan kekuasaan, 'kan?"
Lawan bicaranya hanya terdiam, membuat Jaemin tertawa terbahak. Merasa semuanya terlalu miris untuk pandangannya.
"Ya ampun." Ia berkata, "Your expression, Zhong Chenle. Kamu terlalu kaku."
Dan yang namanya disebut hanya bisa menghela napas dengan kalut. Nada muak terdengar di kalimatnya yang berikutnya. "Kamu dengan segala rencanamu, Na Jaemin. Till when will you act like this? "
Mereka semua teman.
Dan Jaemin kembali berkata dengan senyum yang tidak pernah luntur dari wajahnya.
Chenle mengerang pelan.
Na Jaemin memang lebih misterius daripada rembulan.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.