ga kerasa bentar lagi tamat yaampun, aku harus belajar merelakan hNNGG
anyway,
we continue.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Aneh."
Pop! Permen karet yang Jisung tiup meledak. Kembali ia kunyah dengan muka setengah tidak peduli, mengundang tatapan heran dari si Nona Muda di sebelahnya. Posisi di mobil, agak kikuk akibat perkelahian mereka semalam yang membuat suasana menjadi canggung.
"Apa yang aneh?" tanya Hyunae, tangannya mengutak-ngatik kotak permen di dalam mobil jisung. mengisinya dengan permen-permen baru.
"Ayahku." Jisung membalas singkat. "Berlaku aneh—yah, si pak tua itu selalu aneh, sebenarnya. Tapi kali ini, wow, entah kesambar petir di mana, ia mengajak putranya ini makan malam."
"Kenapa? Kan normal gitu?" Hyunae mengernyit, mengingat momen ia dan ayahnya makan bersama. Ah, Hyunae jadi rindu.
Awalnya Hyunae tidak pernah berharap lebih untuk punya keluarga yang utuh, bahkan untuk menikah, Hyunae tidak pernah berharap. Baginya, asal ia dan Dobby hidup dengan baik, maka semuanya sudah terpenuhi. Namun setelah bincang serius Jisung tentang masa depan, mau tidak mau Hyunae memikirkannya juga.
Tapi dengan keluarga Jisung yang menolak keberadaannya, ia kembali mengubur harapan itu dalam-dalam. Tidak sedih, sih. Karena sudah bisa ditebak.
Di saat seperti itu pasti Jisung akan berujar;
"Kamu yang berpikir gitu, yang bikin sedih tahu. You deserved to be loved by all so don't say something like that. You struggle so much on trying to keep on living yet you forgot how precious you are."
Kalau sudah begitu kan, Hyunae hanya bisa tersenyum malu.
"Nggak normal." Jisung berucap, menggeleng dengan sungut jelas di wajahnya. "Ayahku bukan tipe orangtua yang hangat, jelas nggak. Hell, dia bahkan lebih dingin dari kutub utara. Kamu kira siapa lagi yang pergi jauh dari anaknya, tapi setelah kembali malah nggak bertegur sapa?"
"I'm sorry...." Hyunae menutup mulutnya, tidak sadar perkataannya membuka luka lama Jisung. Rautnya tampak begitu bersalah.
Jisung lalu tersenyum ringan, mengarahkan tangan besarnya ke belakang kepala Hyunae. Mengusak rambut si gadis dengan gemas. "Don't be," ujarnya sambil mendekatkan wajahnya ke Hyunae, mata keduanya bertubruk pandang, "there's nothing to for you to be sorry. Harusnya aku yang banyak-banyak terima kasih."
"Untuk?"
"Apalagi?" Jisung berucap, "Untuk ada di sini, untuk bersamaku. Banyak. Kamu bakal ngantuk kalau kusebutin satu-satu."