"ris, ayo dah katanya ps-ANJIIING, MAU KELUAR SAMA CEWENYA?!"
haris meringis ketika mendengar teman-temannya ricuh saat aku dan haris jalan berdampingan ke luar gerbang sekolah.
"SI BANGSAT UDAH GO PUBLIC AJA!" seru temannya yang lain.
haris nampak malu, dia berulang kali menundukkan kepalanya.
tapi herannya, aku justru santai-santai saja. justru berjalan tanpa beban sambil menatap lurus ke depan.
tiba-tiba haris menarik tanganku. "kamu jalan duluan ya, aku mau ngurusin mulutnya mereka dulu."
aku mengangguk sekilas, kemudian lanjut berjalan ke tempat parkiranku untuk mengambil helm dan jaketku.
ternyata haris sudah didepan dengan scoopy coklat andalannya. kali ini, dia tidak memakai jaket.
"tumben ga pake jaket?" tanyaku.
"tadi pagi aja buru-buru, ga sempet."
siang ini lumayan terik, jadi aku memilih untuk menunduk dan menyembunyikan wajahku di bahu milik haris.
"neng, kok nunduk? nangis?
"panas, ris. ngapain juga nangis,"
"kali aja nangis gara-gara terharu aku boncengin, hehe."
iya, parfummu bikin nangis, nih.
setelah berdebat pendek tentang 'mau kemana kita hari ini', akhirnya kami memutuskan untuk pergi menonton lagi.
astaga.
"emang orang kalo kencan gini kemana lagi ya, kalo nggak nonton. gue ajakin ke puncak, entar rumah gue dibom sama bokap lo." celetuk haris waktu kami sedang memesan tiket.
"iya. lo ngajak gue ke puncak, gue balik-balik udah dicoret dari kartu keluarga."
haris menyengir.
"yaudah, masuk kartu keluarga gue."
aku tertawa, kemudian memukul bahunya pelan. "ih, jadi adek lo, dong?"
"idih, ya jadi istri, lah!"
dasar, haris dan mulut buayanya.
"haris nggak takut nonton film horror, kan?"
haris menggelengkan kepalanya. "nggak, lah. lo kali yang takut."