"Bang laper" ujar Davelin sambil mengguncang tubuh Devan yang lagi asyik main game di ponselnya.
"Makan lah" jawab Devan cuek.
"Nggak ada makanan" rengek Davelin lagi.
"Ya nyari lah dek, atau kalau nggak bikin apa kek sono. Gampang kan"
Davelin makin mengerucutkan bibirnya mendengar jawaban abangnya yang nomer dua.
"Nggak mau. Maunya abang yang beliin"
"Nggak bisa dek, abang lagi sibuk. Tinggal level terakhir ini. Atau kalau nggak minta tolong sama kak Dave sana, siapa tau mau beliin kamu makanan" ujar Devan cuek.
Davelin langsung melepaskan tangannya dari tangan Devan sambil berkata, "Abang ngeselin" ujarnya kesal.
Gadis itu berjalan menuju kamar Dave, kakak sulungnya, dengan langkah kaki yang menghentak-hentak.
Tapi sesampainya di pintu dengan tulisan the D twins' room yang menempel di atasnya, langkah Davelin langsung memelan. Davelin menempelkan telinganya mencoba mendengar suara yang terdengar dari dalam. Tapi nyatanya nihil. Tidak ada suara apapun yang berasal dari sana membuat kening Davelin berkerut.
"Masa udah tidur sih?" gumamnya bingung.
Meskipun ragu, Davelin membuka pintu itu perlahan. Setelah terbuka didapatinya Dave tengah sibuk belajar.
Sangat berbeda dengan apa yang dia lihat di ruang keluarga tadi.
Davelin sendiri suka heran. Mereka ini kembar, tapi kenapa sifatnya bagaikan bumi dan langit?
"Bang Dave" panggil Davelin pelan, takut mengganggu soalnya.
"Iya dek, kenapa?"
Nah kan, yang ini lebih kalem.
"Beliin makan dong. Aku laper" pintanya sedikit merengek.
"Aduh bukannya nggak mau dek, tapi ini tinggal dikiit lagi. Nanggung. Kamu beli sendiri aja gimana? Atau kalau nggak bikin mie atau goreng telur bentar. Kayaknya stoknya masih"
"Heleh, sama aja ternyata. Sama-sama nggak peka. Ngeselin" ujar Davelin kesal sebelum membanting pintu kamar Dave dan Devan kasar.
Brak!
"APA SIH BERISIK BANGET SIAL. MATI NIH AH! "
Seru Devan yang emosi gara-gara terganggu sama suara pintu yang dibanting Davelin. Davelin hanya mendelik ke arahnya tajam sebelum masuk ke dalam kamarnya sendiri dan membanting pintunya lagi.
"Astaga. Itu bocah kebiasaan ya kalau ngambek" gerutunya.
"Van"
"Apa?!" tanya Devan yang masih emosi dengan kelakuan Davelin tadi.
"Kamu aja yang beliin gih daripada mogok makan tuh anak, kan kasian" pinta Dave yang entah sejak kapan keluar dari kamarnya.
"Ogah ah mager. Lo aja kenapa?"
"Aduh itu tugasnya nanggung banget, dikit lagi selesai. Lagian aku juga bingung mau beliin apa"
Devan menghela nafas kasar, "Okelah" Dave tersenyum lebar, "Temenin tapi" lalu senyum itupun hilang.
"Mama, laper, huhu. Tau gitu aku ikut liburan aja sama mama sama papa daripada ditinggal di rumah sama dua kakak yang nggak peka sama sekali" sesal Davelin sambil memegangi perutnya.
Ingin rasanya dia menyeret lalu memukuli dua kakaknya itu tapi tenaganya sudah habis.
"Bikin mie aja kali ya" pikirnya
Davelin baru mau turun dari ranjang ketika dia mendengar suara dua langkah kaki yang familiar di telinganya.
Gadis itu buru-buru berbaring lagi dan menarik selimut. Pura-pura tidur.
Dia semakin erat memejamkan matanya ketika dia mendengar pintu kamarnya dibuka.
"Lah udah tidur"
Oke ini Dave. Davelin hafal betul itu.
"Ya udah sih taruh situ aja. Ntar juga bangun anaknya kalau bau makanan. Indera penciumannya kan tajem kayak beruang"
Dan ini Devan. Sumpah ya kalau tidak dalam mode pura-pura tidur sudah dia pukul mulut abangnya yang satu itu.
Dave akhirnya menuruti apa kata Devan yang udah ngacir duluan. Meletakkan pizza yang tadi mereka beli di atas meja yang terletak di samping ranjang Davelin.
"Dimakan ya pizzanya" bisik Dave sambil mengelus kepala Davelin pelan sebelum keluar dari kamar Davelin.
Diam-diam Davelin tersenyum.
Davelin membuka matanya perlahan. Dan langsung bangun dan menyerbu pizza pembelian dua abangnya di saat sudah tidak ada orang lain selain dia di kamarnya.
"Asek. Kesukaan nih" ujarnya, "Terimakasih abang-abangku sayang" ujarnya lagi lalu memakan pizza itu dengan lahap.
Lets meet