"HARIS AMBILIN KAKAK GUNTING DONG DI RAK DAPUR. KAKAK MALES TURUN NIH" Teriak Eliza dari kamarnya di lantai dua, tapi nggak ada respon dari adiknya.
"HARIS" panggilnya lagi dan masih nihil.
Eliza yang jengkel keluar dari kamarnya dan melihat apa yang dilakukan adiknya dari tangga.
Eliza menghela nafas kesal ketika melihat Haris sedang asyik bermain hape dengan bibir yang terus menyunggingkan senyum.
Jadi dari tadi dia teriak-teriak sampai bikin tenggorokan sakit cuma buat neriakin orang yang asyik main handphone?
Tanpa menunggu waktu lama, Eliza segera turun dengan wajah marahnya.
Mungkin kalau di komik-komik udah keluar tanduknya ini.
"WOY" Teriaknya tepat di telinga sang adik membuat sanh adik berjengit kaget.
"Apaan sih kak?!" ujar Haris marah.
"Kamu yang apaan! Dari tadi tuh kakak manggilin kamu tau nggak sampai sakit tenggorokan kakak. Sebenernya telinga kamu masih fungsi nggak sih?"
"Ya masih lah"
"Trus dari tadi kenapa nggak nyaut bocah" ujar Eliza geregetan sambil menjewer telinga kanan adiknya.
"Aduduh sorry, lagi fokus sih hehe"
Eliza memutar bola matanya malas.
"Sepenting apa sih nyampe kamu nggak peduli sama panggilan kakak sama sekali? Padahal suara kakak nggak lirih lho. Kok ya bisa-bisanya kamu nggak denger?" omel Eliza.
"Kakak tuh nggak pernah ngelarang kamu main hape, Ris. Cuma tolonglah ala kadarnya aja. Dikit-dikit pegang hape. Dimana-mana pegang hape. Sampai ke toilet pun hape kamu bawa. Kalau nyemplung ke bak mandi atau ke kloset gimana?"
Haris nggak berani menyahut. "Kalau kakak sih nggak terlalu mempermasalahkan hapenya Ris. Mau nyemplung kek, mau pecah sampai ancur berkeping-keping, kakak nggak peduli. Toh hape bisa beli lagi. Pendapatan kamu sebagai selebgram sama model cukup banget buat beli hape lagi. Tapi yang kakak peduliin itu kamunya. Soalnya kamu kalau udah pegang hape bawaanya lupa sama lingkungan sekitar kamu. Ini nih yang kakak nggak suka" ujar Eliza membuat Haris semakin menundukan kepalanya.
"Kamu tau nggak kenapa?" Haris masih terdiam, "Karna kakak nggak mau kamu jadi apatis. Nggak peduli lingkungan sekitar kamu dan terlalu asyik sama dunia kamu sendiri. Sedangkan manusia itu makhluk sosial yang nggak bisa melakukan semuanya sendiri" Eliza memberikan jeda pada kalimatnya, "Kamu mungkin sekarang bisa, karna tanpa berinteraksi secara langsung pun follower kamu udah bejibun, tapi kan itu di dunia maya Ris. Sedangkan di dunia nyata kamu tuh nggak punya teman sama sekali. Karna apa, kamu tuh terlalu cuek, terlalu acuh sama lingkungan kamu. Dan kakak nggak berani jamin kalau suatu saat ketika kamu kesusahan bakal ada orang yang bantuin kamu, kalaupun ada mungkin nggak seberapa. Karna kamu terlalu asyik sama dunia kamu sampai bantuin orang pun kamu nggak pernah"
Eliza menghentikan perkataannya dan menatap Haris yang semakin menundukan kepalanya lesu.
Gadis itu menghela nafas. Dengan lembut dia menyentuh bahu adiknya lalu berkata, "Kakak cuma mau kamu berubah. Saat ini, mungkin kakak masih bisa bantuin kamu, tapi nanti kalau kakak sibuk kamu bakal sendirian. Dan waktu itu kami harus bisa survive tanpa bantuan kakak. Kakak nggak minta kamu buat terlalu bergantung sama orang lain, tapi nggak ada salahnya buat berubah dan mulai bergaul sama banyak orang. Jaman sekarang itu gampang loh ris, komunitas-komunitas udah banyak banget. Kamu tinggal pilih mana yang sesuai sama diri kamu. Paham kan?"
Haris mengangguk. "Good boy" ujar Eliza dengan senyum manisnya sambil mengusak rambut adiknya lembut.
"Sekarang kamu taruh itu hape, trus bantuin kakak buat nyiapin kejutan buat papa" ujarnya kemudian.
"Sepuluh menit lagi ya" pinta Haris memelas.
"Nggak ada. Harus sekarang. Kalau bantah lagi, kakak sita semua fasilitas kamu" ancam Eliza.
"Hah, ya udahlah" ujar Haris lalu berjalan pelan menuju lantai dua.
Eliza?
Tentu saja menahan tawa.
Let's Meet