Note: harap dibaca 'rl' di capacity dulu ya ;)
Shani baru saja pulang ke apartemen baru yang sudah ditinggalinya selama satu minggu ini. Apartemen yang lebih 'wah' dari sebelumnya. Dia tidak meminta, tapi yasudahlah, dari pada di'teror' terus setiap hari.
Setelah membereskan barang-barangnya, perempuan itu beranjak ke dapur untuk menyiapkan makan malam yang sudah dibuatkan Rachel, koki di resto. Sudah menjadi kebiasaan bagi anak resto yang tinggal sendiri dibuatkan makanan untuk mereka. Shani menikmati makan malamnya sendirian sambil membaca komik webtoon. Sesekali berkomentar sendiri dan tertawa, bahkan sampai tersedak makanan.
Selesai makan malam, Shani pindah ke ruang tengah, duduk di karpet, membuka laptop dan buku-buku referensi skripsinya. Tinggal bab penutup, daftar pustaka, dan rampung! Rencananya untuk sidang bulan depan, semoga berjalan lanjar. Shani ingin cepat-cepat lulus kuliah, lalu melanjutkan list yang sudah dibuatnya.
Shani itu perfectionist dan idealist. Hampir semua kegiatannya harus sesuai dengan perencanaannya. Dan dia akan sekeras mungkin untuk mewujudkannya. Kecuali untuk beberapa hal yang bisa mengurangi sedikit overnethink dan overthinking-nya.
Salah satunya menjadi waitress di resto yang sudah dijalaninya hampir enam bulan ini. Sebagai pengganti segala kegiatannya di kampus dan hanya fokus pada skripsian saja. Sedikit aneh memang, tapi dia malah merasa nyaman dengan kegiatannya ini. Well, Shani bukanlah dari kalangan menengah ke bawah, malah sebaliknya.
Shani Indira. Satu dari dua pewaris sah salah seorang pengusaha berpengaruh di Indonesia. Apa pun bisa dimilikinya. Hanya saja, entitas seorang Shani Indira bisa dibilang pudar di kalangan keluarga besar maupun dunia bisnis orang tuanya. Hanya segelintir orang yang 'tahu' siapa itu Shani Indira.
Shani, sejak ia mengerti sikon di sekitarnya, lebih memilih untuk 'keluar sendiri' dan menjadi orang biasa. Tak ada penolakan ataupun larangan untuk segala keinginannya. Selama itu wajar dan tidak membahayakan. Tentunya dengan pengawasan yang tak lepas dan Shani cukup bisa memaklumi kekhawatiran orang tuanya.
Dianugerahi wajah yang cantik dan bikin adem. Kalo senyum (jarang) sangat manis bikin meleleh, sempurna layaknya bidadari. 'Tampilan luar', cukup untuk menutupi sifatnya yang dingin, cuek, datar, tatapannya yang tajam, tegas, dan jago beladiri juga. Adakalanya mendadak psycho jika merasa ada 'ancaman'. Well, she's still an Angle with soft heart. The beautiful one.
Shani itu mahasiswi paling populer dan disegani masyarakat kampusnya, bahkan kampus-kampus lain pun. Dia senang menyibukkan diri dengan organisasi, ikut lomba akademik dan non-akademik. Siapa yang tidak tertarik dengannya? Sayangnya salah satu prinsip Shani, 'pasangan' itu urutan kesekian. Jadilah statusnya sekarang masih single.
Bukan jomblo, ya.
Ngomongin soal pasangan, pikirannya yang fokus untuk mengetik terganggu, ketika tanpa disadari siluet senyum gingsul nan memikat itu kembali mampir di benaknya.
Tuk
Shani menutup laptopnya dan membenturkan keningnya di meja.
"Kenapa malah muncul terus, siiihhhh! Udah punya orang itu, Shani! Lo ngarepin apaan? Mau jadi PHO? Mau ngerusak anak orang?! Eerrrghh.." Shani mengacak-acak rambutnya frustasi.
Sejak tatapan yang saling beradu walau hanya sekian detik, jejaknya masih berbekas dan tak mau hilang. Padahal kedua gadis itu sudah tak datang berkunjung ke resto lagi. Sadar atau tidak, Shani selalu melirik para pelanggan, penasaran apakah Gracia ada di salah satu meja. Sayangnya tidak ada.
"Gue pengen kenalan sama lo, Gracia. Lo udah punya cowo apa belum, sih? Tinggal dimana, kuliahkah? Duh, penasaran banget! Ci Desy kayaknya tau tentang lo, tapi gue gak ada nyali buat nanya. Aaarrghh kenapa gue jadi pengecut gini, sih?!"
