chapter 6

4.8K 466 25
                                    

"Gre, kamu gak papa?"

Tubuh Gracia segera berpindah ke pelukan Vino. Betapa raut khawatir, cemas, takut, dan bersalah menghiasi wajah tampannya. Meregangkan pelukan, Vino mengusap wajah Gracia, memperhatikan apakah gadisnya ini baik-baik saja.

"Kak," panggil Gracia pelan, menangkup dengan kedua tangan sebelah tangan Vino, dan membiarkan sebelahnya lagi tetap memeluk pinggangnya.

"I'm okay."

Vino memandang dalam manik indah namun tampak sendu itu.

"Maafin Kakak," bisik Vino penuh rasa bersalah.

Gracia menggeleng pelan, kemudian tersenyum lembut, "Aku ngerti kok. Udah, ya."

"Tapi-"

"Gre."

Gracia menolehkan wajah, sengaja menghindar dari perkataan sang kakak. Di belakang Vino ada Yona dengan raut sedih dan khawatirnya.

"Mamah."

"Sini, sayang," panggil Yona lembut.

Gracia menoleh pada Vino yang balas mengangguk pelan padanya.

Setelah Yona menggenggam sebelah tangan Gracia dan sebelah tangannya yang lain memeluk pinggang Gracia, tanpa kata langsung membawa gadis itu pergi dari sana. Gracia sempat kaget tapi tak bisa berbuat apa pun. Bahkan untuk menoleh ke belakang, sekalipun.

'Shani.'

Vino menatap dalam punggung sang adik yang di bawa pergi. Memejamkan mata, menghembuskan napas seraya membuka matanya kembali, Vino berbalik badan, mengarahkan perhatian pada gadis asing yang perlahan bangkit sendiri.

Diliriknya Boby dan Anin yang tampak mengawasi gadis itu.

"Ekhem, terima kasih sudah menemani Gracia. Maaf juga sudah merepotkanmu. Saya Vino dan itu Boby. Kami kakak angkatnya Gracia. Kalau itu Anin, sahabatnya," kata Vino memperkenalkan diri.

"Sa-saya Shani. Salam kenal Kak," balas Shani gugup.

"Sorry, gue gak sengaja ngedorong lo tadi. Gak papa, 'kan?" tanya Anin tanpa raut khawatir sama sekali, malah terkesan datar.

Shani mengabaikan perasaan anehnya pada gadis berwajah imut, "Gak papa kok."

"Kalau begitu, kami pamit dulu."

Tanpa menunggu respon Shani, Vino berbalik, mulai menjauh diikuti Boby dan Anin.

"Tunggu!" seru Shani tiba-tiba, menghentikan langkah mereka.

Vino menoleh, "Ya?"

Shani tampak menahan diri, tapi-

"It's sounds crazy but, I love her. I fell in love with Shania Gracia."

------

Shani tak henti-hentinya memaki diri telah mengucapkan pernyataan bahwa dia menyukai Gracia. Di depan kedua kakak laki-lakinya dan juga sahabatnya. Shani sudah mati kutu sendiri mendapati tatapan tajam Vino. Bahkan saat laki-laki itu hendak berucap, dia malah balik badan dan kabur begitu saja.

'Bego banget dah lo, Shaneeeee!!! Ngapain banget sih?! Sok iye ngomong gitu. Mampus dah kalo mereka ternyata gak suka dan ngelarang lo deket-deket Gracia.'

Shani mendumel dalam hati sambil masuk ke apartemennya. Rautnya begitu serius meski tangannya bergerak sendiri meletakkan tas di sofa dan menyimpan kunci scooter di laci meja sebelah tv. Dia bahkan tak mengindahkan sang adik yang duduk di single sofa, tampak memberengut kesal karena dicueki.

Really LikeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang