Anin membuka kunci sebuah brankas, sedikit membutuhkan waktu karena ia sempat lupa kombinasinya. Setelah berhasil, dibukanya pintu besi itu. Terpaku diam sejenak memperhatikan isinya. Menghela napas pelan, gadis itu lalu mengambil satu buah buku cukup tebal teratas dari tiga tumpukan buku yang ada. Setelahnya menutup rapat pintu besi itu lagi, memastikannya tidak terbuka, dan terkunci rapat.
Bangkit berdiri, Anin membalik badan langsung menatap lurus pada Gracia yang duduk tenang bersandar di ranjangnya. Anin lalu berjalan pelan ke samping tempat tidur.
“Yakin cuma ditemenin sama aku aja?” tanyan Anin seraya menyerahkan buku tebal bersampul warna ungu bunga-bunga itu pada Gracia.
“Iyaa, Anin duduk di sini aja. Temenin aku.”
“Pintu dibuka dikit gak papa? Ah, aku duduk di meja belajarmu aja ya.”
Menunggu sejenak untuk mendapat anggukan pelan, Anin pun berjalan ke arah pintu lalu membukanya sedikit. Sempatnya ia tersenyum kecil pada mereka yang menunggu di luar. Kemudian berjalan pelan ke arah meja belajar Gracia, ah sekarang sudah berubah mejadi meja kerjanya.
Menatap dalam diam Anin yang sudah nyaman di sana, pandangan Gracia kemudian beralih pada buku tebal di tangannya. Perasaan berdebar itu semakin terasa seraya mengusap pelan sampul motif bunga si buku tebal. Dia tidak jelas mengingat pernah memiliki buku ini, tapi kata mereka dia sendiri yang mengisi lembarannya. Tulisan yang menceritakan tentang ‘dia bertiga’ alami.
Ada tiga buku serupa, tapi Gracia hanya ingin membaca buku yang terakhir kali diisi. Menghela napas panjangnya, kemudian mulai membuka buku menyambutnya di lembaran pertama yang kosong. Membalik lembaran itu, dua kata tertulis dengan rapihnya di tengah-tengah lembar kertas.
Our Princess
Gracia meraba-raba tulisan yang terasa timbul itu, merasa nostaljik tiba-tiba. Terasa familiar tapi memorinya rancu dan samar. Menguatkan diri, jemari lentik itu kembali membalik lembaran. Sedikit terkejut karena dua halamannya langsung terisi dengan tulisan-tulisan tak rapi, namun masih sangat jelas terbaca.
Menyamankan letak kacamatanya, Gracia pun bersiap untuk mulai membaca rentetan kalimat per kalimat.
Halooo our princess
Astaga udah buku ketiga ajaaa wkwkwk. I hope you’re not going to sleep any longer hun. They’re waiting for you. Please, wake up soon.
Gracia mengerutkan kening membacanya.
‘Our Princess’, siapa? Sepertinya dia tidur cukup lama…kenapa? Apa yang terjadi padanya? ‘Mereka’? Siapa mereka itu? Aku yang menulis ini?Perasaan berdebar itu berubah bingung, heran, dan penuh tanya. Menggeleng pelan, manik langit malam itu kembali meneliti sederet kalimat lainnya. Membacanya dengan seksama.
I’m not complain but, aku takut jika aku bertindak dan bertingkah melebihi kapasitasku. Yah, aku yakin dan sangat percaya diri kalau kamu akan menerimanya dengan senang hati. Tapi ketika ‘mereka’ yang mengambil alih nantinya, aku takut malah menghancurkan semuanya.
Ah maaf, maaf, bukan menjelekkan kalian kawan-kawanku, but it’s for our princess’s happiness. Kalian pun akan melakukan hal yang sama. I know that.
Gracia menegakkan tubuhnya, mengalihkan pandangan pada Anin yang setia juga mengarahkan pandangan padanya.
Anin menelengkan kepala, seperti bertanya ‘Kenapa?’
Gracia menggeleng pelan, lalu lanjut membaca lagi.
We’re having our own self’s list, and I’m kind of a little bit ambitious to objectify it. I mean, I’m the ambitious side right, so yeah…ermm…
