Tiga hari berlalu sejak undangan makan malam dari pihak keluarga Tanumihardja pada keluarga Djuhandar. Sebuah acara makan malam harmonis antar dua keluarga yang lama tak terlaksana, kembali diinisiasi kembali oleh Vernando. Selain untuk mengangkrabkan dan mempererat kedekatan antar masing-masing anggota keluarga, juga sebagai ajang sang kepala keluarga untuk memperkenalkan putri sulungnya secara resmi pada mereka. Walau sudah saling kenal sekalipun.
Acara makan malam yang hangat dilanjut obrolan ringan di ruang keluarga. Secara tak terduga juga menjadi satu kesempatan bagi pihak Djuhandar untuk meminang salah satu dari dua gadis Tanumihardja. Sempat terjadi suasana yang canggung, namun di luar dugaan, Vernando menyambut baik niat sungguh-sungguh dari Vino. Betapa lega dan senangnya lelaki itu. Menatap penuh binar bahagia pada sang pujaan hati yang juga membalas tatap dengan gurat tak kalah senangnya.
Shani masih tidak percaya bahwa adiknya, Nadse memiliki hubungan dengan Vino. Bukan hanya dirinya saja, kedua orang tuanya pun juga sempat ia lihat mengumbar raut kaget mereka, walau pastinya mereka langsung mengontrol sikap kembali. Hingga setelah keluarga Djuhandar pamit pulang, barulah si bungsu disidang oleh keluarganya.
Bercerita singkat bahwa ia dan Vino sudah menjalin hubungan cukup lama, tepatnya sejak perusahaan mereka mengadakan proyek bersama. Awalnya Nadse tak mengubris, pastinya ia tak mau dipusingkan dengan hal romantisme saat ia masih gencar dan ambisus menjalani karir berbisnisnya. Apalagi jika ketahuan oleh sang ayah, tentu beliau akan marah dan melarangnya karena hanya akan mengusik fokusnya saja.
Tapi seorang Vino Djuhandar pun tak semudah itu untuk menyerah. Meski pertemuan mereka sebelumnya terbilang bisa dihitung jari, itu pun hanya jika ada pertemuan antar pengusaha saja, Vino sekuat mungkin berjuang untuk mendapatkan hati putri bungsu dari pengusaha ternama keluarga Tanumihardja itu. Dan yah, hasilnya tak sia-sia, meski harus menyembunyikan status hubungan mereka bahkan dari keluarga masing-masing pun, bersikap profesional, Vino dan Nadse tetap bisa menjalin dan menjaga hubungan mereka dengan sangat baik.
Diskusi keluarga malam itu pun selesai tanpa masalah berarti. Dimana mereka semua menyetujui dan merestui hubungan Nadse dengan Vino.
Hal yang membahagiakan...seharusnya.
Tuk
“Huh?”
Shani tersentak saat pena yang ia pegang jatuh begitu saja di atas map yang terbuka. Tak sadar terbuai lamunan, mengabaikan berderet pekerjaan di depan mata. Fokusnya mengembara entah kemana sejak malam itu.
Pikirannya tak menentu. Sangat sulit diajak bekerjasama untuk menyelesaikan berkas-berkas ini Padahal nanti setelah makan siang akan ada rapat untuk membahasnya. Aah, ayolah, fokus Shani!!
“Gak bisa, ugh..”
Ringisan menyerah, seraya menjatuhkan kepala di atas lipatan tangan, tanpa peduli menghimpit dokumen-dokumen yang tengah ia kerjakan
“Kenapa harus seperti iniii. Kenapa harus Nadse dengan Vino? Kenapa harus mereka duluan?” hanya secuil deretan kalimat yang terus menerus mengacau pikirannya.
Bukannya Shani tidak senang tentang adiknya, bukan, hanya saja dengan terikatnya Nadse dan Vino nanti, tentu mereka akan menjadi satu keluarga besar. Hal ini juga otomatis akan merenggut segala impian dan harapannya untuk bisa bersama dengan sang pujaan hati. Akan menghancurkan semua deretan rencana yang ia susun secara rapi dan sungguh-sungguh agar bisa dekat dengan Shania Gracia.
Berantakan sudah.
“Ugh!” keluhan yang entah kesekian kalinya Shani lepaskan.
Tak jarang mengumpat dalam pikiran yang sudah kacau balau. Dirinya merasa menjadi seorang pecundang di sini. Bukan hanya Nadse tak memberitahunya tentang hubungannya, tapi juga Vino yang sebelumnya seakan menaruh harapan padanya untuk bisa dekat dengan Gracia. Kenyataannya sekarang malah ia yang duluan mengumumkan hubungannya dengan Nadse.