Shani menyungingkan senyumnya setelah berhasil mendapatkan satu tender proyek untuk perusahaannya. Menoleh ke samping, tak menahan kekehan kecilnya kala melihat kedipan bangga sang Ayah. Netra coklat itu mengedar pada pesaingnya, para pengusaha-pengusaha hebat.
Mereka semua hebat. Shani mengakui itu, bahkan sempat ragu apakah ia akan berhasil. Tapi nampaknya, Dewi Fortuna sedang berada di pihaknya pada proyek tender pertamanya ini. Kebanggaan dan rasa percaya diri Shani melonjak saat menerima tatapan kagum dari mereka. Walau ada yang menunjukkan raut jengkel pun, Shani mengabaikannya.
Lepas satu targetnya, tinggal satu tender lagi yang harus Shani kejar agar syarat dari sang Ayah terpenuhi. Saat ini Shani tampak sibuk di meja kerjanya, mengurusi satu proyek yang ia dapat kemarin. Seharusnya dibantu Nadse, tapi adiknya itu sedang ada meeting di luar kota dan baru balik tiga hari lagi.
Drrrtt..drrttt..
Fokus Shani terusik oleh ponselnya yang bergetar di sudut meja. Menjangkaunya, raut serius itu seketika cerah kala mendapati foto sang pacar kesayangan tampil di layar.
“Geee!”
“Eh, haha hai Shani,” Gracia sedikit kaget dengan sapaan kelewat semangatnya Shani.
Akhir-akhir ini nama panggilannya berubah. Ge, Gee, Gege. Pas ditanya, jawaban Shani-
“Kan aku cadel. Lagian lebih enak manggil Ge ehehehe..”
Lucu sih. Hanya Shani saja yang memanggilnya dengan nickname begitu. Gracia suka.
Shani terkekeh geli, “Kaget, ya. Maap, tapi muka kaget kamu gemes banget.”
Gracia hanya mengulum senyum, “Lagi sibuk?”
“Gak-eh, yaa gitulah. Tapi gak papa kok! Malah aku bersyukur banget kamu nelpon. Jadi bisa alasan ke diri sendiri buat rehat sejenak.”
“Jangan maksain diri.”
“Iyaa...”
Shani memandang teduh wajah cantik di layar ponselnya. Senyumnya mekar menerima tatapan tulus kekasihnya.
“Istirahat siang nanti makan dimana?”
“Makan di sini aja sih. Kebetulan Bunda buatin aku bekal. Kenapa? Kamu mau makan di luar? Mau aku jemput? Makan siang bareng?”
Gracia terkekeh geli dengan pertanyaan beruntun Shani.
“Mau nemenin kamu makan siang, boleh? Di ruangan kamu juga gak papa.”
“Boleh. Boleh banget malah! Kamu udah gak ada kelas? Ini, masih di kampus 'kan?”
Shani menyadari tembok putih di belakang Gracia. Juga suara-suara di sekitarnya. Sepertinya baru saja selesai kelas.
“Iyaa, ini baru selesai satu. Setengah jam lagi masih ada satu matkul lagi, abis itu kosong.”
Shani menganggukkan kepala paham, “Nanti berangkat sendiri? Atau mau aku jemput?”
Gracia menggeleng pelan. “Kamu tunggu aja. Nanti dianter sama Anin kok.”
“Ooh oke-oke.”
Hening sejenak. Shani terlena menatapi raut wajah samping gadisnya yang menoleh ke sebelahnya. Tengah berbicara dengan teman mengenai tugas kelompok.
“Aduh, maaf jadi ngeabaiin kamu,” Gracia berucap tak enak.
“Gak papa. Adem banget liat wajah samping kamu. Bikin pikiran aku tenang,” tersenyum manis menenangkan pacarnya.
Gracia menghela napas kecil, balas tersenyum juga. Tak lama ada suara yang mengatakan dosen berikutnya akan masuk.