Seumur hidup, seorang Shani Indira belum pernah segugup ini berhadapan dengan seseorang. Tangannya gemetar memegangi catatan pesanan dan pena. Jantungnya berdegup kencang, sekuat tenaga menahan diri menerima tatapan teduh dan senyum manis yang dirindukan.
"Ja-jadi kamu eh, Mbak mau pesen apa? Pesen sekarang atau tunggu temannya balik dulu?" Shani merutuki suaranya yang terdengar gugup.
Jujur, Shani tak menyangka akan secepat ini bertemu langsung dengan Gracia. Padahal baru kemarin dia mendapat beberapa informasi dari Siska dan Desy tentang calon pemilik hatinya itu. Shani bahkan sudah berniat akan mengunjungi arena nanti malam selesai bekerja di resto.
Beruntung sekali dia hari ini, ketika sibuk melayani pelanggan, matanya seketika tertumpu pada dua gadis familiar yang baru memasuki resto. Keberuntungan masih memihaknya, karena Shani lah yang bertugas melayani mereka. Betapa girangnya hati gadis berparas adem itu, tapi tetap stay cool dari luar. Hatinya semakin bersorak saat Anin langsung izin ke toilet pada Gracia. Memberinya waktu berduaan dengan gadis manis idamannya itu.
Selagi Shani sibuk menahan rasa gesreknya, Gracia malah mengkerutkan kening heran, melihat gadis tinggi dan berparas cantik nan adem ini terlihat gugup di depannya. Apa ada yang salah?Tapi segera mengabaikannya dan memberikan senyum gingsulnya yang manis.
"Ekhem, aku air putih dingin aja. Buat temenku, uh jus jeruk," kata Gracia terdengar cukup pelan dan dipaksakan dengan nada seraknya. Dia sesekali berdehem, seperti ada yang mengganjal di tenggorokannya.
Shani cukup kesulitan mendengar apa yang dikatakan Gracia, tapi bisa menangkap maksudnya. Entah kenapa, mendengar suara gadis ini dan dehemannya itu memunculkan perasaan khawatir. Tapi Shani segera menguasai diri dan kembali fokus bekerja.
"Apa ada yang lain?"
Gracia menggeleng pelan, sudah tak berdehem lagi. Memberikan senyum kecilnya, berharap gadis pelayan ini tidak mengkhawatirkan sikapnya tadi.
Shani ingin sedikit lebih lama sekedar bertukar kata, tapi sepertinya pelanggan spesialnya ini merasa cukup dan menantikan pesanannya datang.
"Baiklah, mohon tunggu sebentar, ya," Shani menampilkan senyum terbaiknya dan melangkah pergi setelah menerima anggukan pelan Gracia.
Tak lama setelah Shani pergi, Anin pun kembali dari toilet dan langsung duduk di depan Gracia.
"Aahh lega gue! Eh, lo udah pesen? Pesen apa?" tanya Anin.
Gracia mengangguk pelan lalu mengeluarkan ponsel, mengetik beberapa kata, dan menunjukkannya pada Anin.
Anin membaca sekilas dan mengangguk paham. "Sakit lagi? Perasaan tadi masih adem aja ngomongnya."
Gracia mengangkat bahu dengan raut bingung campur sedih. Sebelah tangannya mengusap-usap tenggorokannya. Kemudian kembali mengetik di ponselnya.
"Gak tau. Tetiba aja langsung serak lagi pas mau mesen."
Aniiinnn
Anin menghela napas melihat gadis yang lebih muda di depannya itu merengek tanpa suara padanya. Kemudian dia merogoh tasnya dan mengeluarkan sebuah permen pelega tenggorokan. Dibukanya bungkus permen itu dan menyuapinya pada Gracia yang otomatis membuka mulutnya.
"Abis makan kita langsung pulang. Kapan-kapan aja pergi nontonnya. Gue juga bakal kasih tau Kak Vino buat batalin kehadiran lo ntar malem. Lo harus istirahat," Anin menekankan pada tiga kata terakhirnya, saat melihat Gracia hendak protes.
"Tapi acara ntar malem, 'kan acara penting! Masa aku gak hadir?"
Anin menggeleng tegas. "Lo mau diomelin Kak Shania?"