chapter 21

2.7K 267 9
                                    

Pukul 5 pagi Shani sudah stand by saja di depan rumah sang tunangan. Kali ini bukan dipinta oleh Gracia, malah dia sendiri yang ngide saat mengantar pulang kemarin untuk jogging bareng. Mumpung weekend dan mereka berdua juga tidak ada kegiatan hari ini.

Shani menoleh ke arah pintu yang terbuka, menampilkan sosok Vino yang sepertinya baru bangun tidur. Hanya mengenakan celana boxer dan kaos oblong. Laki-laki itu melihat tunangan adiknya tengah duduk di kursi teras, lalu ikut bergabung di seberangnya.

“Pagi Kak Vino,” sapa Shani. Harus ramah ke calon kakak ipar. Apa adik ipar?

“Pagi Shan. Btw, apa ini gak terlalu kepagian? Matahari aja masih merem, kamu udah nangkring di rumah orang,” Vino tidak mempermasalahkan, hanya saja baru kali ini ada orang yang bertandang ke rumahnya sepagi ini. Bahkan ini lebih pagi dari yang sebelumnya.

“Hehe gak papa sih, Kak. Biar nyampe sananya masih adem gitu buat lari,” jawab Shani beralasan.

Vino hanya manggut-manggut saja. Laki-laki lalu menyamankan dirinya bersandar di kursi, masih terasa mengantuk. Kebetulan dia terbangun 15 menit lalu, kemudian turun hendak mengambil air minum ke dapur. Tapi tidak jadi malah berbelok ke pintu depan saat mendengar bel berbunyi.

Shani sedikit ragu. Ini merupakan kesempatan untuknya bertanya soal cowok asing di acara pertunangan mereka tempo hari. Sekarang atau tidak, membulatkan niat, Shani lalu merogoh saku celana pendek training miliknya.

“Uhm, Kak Vino,” panggil Shani sedikit keras saat melihat lelaki itu memejamkan matanya.

“Ya?” Vino membuka matanya, menoleh pada Shani.

“Kenal orang ini gak?” tanya gadis itu seraya memperlihatkan sebuah foto.

Vino menegakkan tubuhnya untuk melihat lebih jelas. Kening lelaki itu berkerut dalam, kemudian raut wajahnya berubah menegang. Mata hitamnya naik menatap tajam Shani, penuh selidik.

“Dapat dari mana?” Vino malah balik bertanya.

Shani tetap menjaga postur santainya. Menarik kembali ponselnya.

“Aku liat dia muncul di acara pertunangan kita kemaren. Saat Gracia bilang mau ke Mamah. Cowok itu tiba-tiba saja muncul di hadapannya, berbincang sebentar, lalu pergi gitu aja saat aku mau samperin Gracia. Dia bilang mereka pernah ketemu, dulu? Tapi Gracia gak kenal dia. Kak Vino kenal dia?” Shani menceritakan kejadian beberapa hari lalu.

Netra coklatnya memperhatikan perubahan ekspresi Vino sejak melihat foto di ponselnya. Dia kenal, Shani bisa menyimpulkan itu secara pasti.
Vino kembali bersandar di kursinya, menghela napas.

“Shammy Alverio, dia pernah jadi rekan Gracia dulu di dunia bisnis,” ujar Vino dengan tenang.

Sebenarnya tidak terlalu mengejutkan juga sih dengan kemunculan cowok itu. Apalagi dia juga sudah mendengar isu yang beredar tentang Gracia yang akan mengambil alih kembali perusahaan keluarga mereka. Aah kayaknya orang-orang itu mulai melirik mereka lagi, tidak melirik Gracia lebih tepatnya.

“Hoo pernah jadi rekan ya,” ulang Shani sambil mengangguk paham.

“Apa pernah terjadi sesuatu di antara mereka? Aku liat ekspresi Kak Vino tadi kayak kaget gitu pas liat foto ini. Bukannya aku menaruh curiga, hanya saja aku gak ingin Gracia ntar jadi gak nyaman kalau dia beneran balik ke dunia bisnisnya nanti,” Shani mulai menunjukkan niatnya.

“Aku hanya ingin menjaganya.”

Vino menatap Shani yang memasang ekspresi seriusnya. Kemudian menghela napas lagi.

I will send you all of information about our join partnership in the past,” ujar Vino mengalah.

Meski tak ada yang terlalu dikhawatirkan dari cowok itu juga sih. Dia juga paham niat Shani baik. Malah dia merasa beruntung Shani menyadari hal ini duluan.Tapi mungkin Shani hanya ingin membuktikan kalau dia beneran niat mau menjaga adik tersayangnya.

Really LikeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang