"Dia ceweknya Arga."
"..."
"Kakak apaan, sih? Ngaco aja."
Iya. Jadi, yang masuk ke kamar gue plus bilang kayak gitu adalah manusia berkulit putih yang punya dimple di pipinya. Siapa lagi kalau bukan Jeffrey.
"Kamu emang ceweknya Arga, kan?" lanjutnya santai.
Gue jadi jengkel. "Yang lagi ngomongin aku juga siapa? Aku gak ngebahas itu."
Kak Jeffrey membulatkan bibir lalu duduk di sofa. Sementara itu kak Rosa jalan ke arah ranjang gue. Dia berada di sisi kiri kasur, lalu dia megang tangan kiri gue.
"Kamu gimana? Badanmu masih sakit? Apa pusing juga?"
Gue menggeleng. "Enggak, kak. Tadi pusingnya dikit. Sekarang udah enggak."
Kak Rosa manggut-manggut. "Bagus. Oh, iya. Ini kakak beliin buah. Mau?"
"Buah apa?"
Kak Rosa cuma nyengir. "Lupa, hehe. Itu Jeffrey beli banyak soalnya."
"Jeruk ada?"
Kak Rosa langsung noleh kearah kak Jeffrey. "Ada jeruk gak, Jef?" kak Jeffrey cuma mengangguk singkat sambil mainin ponselnya. "Ada."
"Hanna boleh makan?"
"Boleh."
Lalu, kak Rosa beralih dari hadapan gue. Dia jalan ke arah meja. Membuka plastik bawaannya tadi terus nyari dimana jeruk yang gue mau. Gue ngelirik Arga sebentar. Dia nunduk lagi kayak tadi sambil mainin jarinya. Lalu, gue juga gak sengaja ngeliat kak Jeffrey yang natap Arga dengan seksama. Cuma sebentar. Selepas itu kakak gue langsung mainin ponselnya lagi.
Berhenti nyari jerukㅡkarena udah ketemu jeruknyaㅡkak Rosa noleh ke samping kanan. Tepatnya buat ngeliat Arga.
"Dek, kamu udah makan belum?" tanyanya lembut.
Menunggu beberapa detik. Pertanyaan kak Rosa gak kunjung dijawab sama Arga. Mungkin Arga ngiranya dia manggil gue.
Gue nyenggol lengan Arga. "Itu." ucap gue sambil nunjuk ke arah kak Rosa pakai dagu. "Ditanyain kenapa diem aja?"
"Oh, yang ditanya a-aku?" Arga balik nanya sambil nunjuk dirinya sendiri. Entah kenapa dia malah jadi gugup.
"Kamu kenapa, deh?" tanya gue memastikan. Lalu, gue liat pandangan kak Jeffrey sama kak Rosa sama-sama ngeliatin gue dan Arga.
Arga ketawa canggung. "Eng-enggak kok. Cuma laper aja."
Gue membeo sambil manggut-manggut. Kak Rosa juga. Tapi, kak Jeffrey enggak. Reaksi dia sedari awal emang bener-bener nunjukin kalau dia semarah itu ke Arga.
"Oh. Bilang dong." seru gue.
Kak Rosa jalan ke arah gue lagi sambil nenteng satu plastik sama bawa tiga jeruk. Dia berdiri di samping Arga. Gak di samping kiri gue tadi.
"Ini. Kakak beliin burger."
Arga nerima makanan itu, tapi dia tetep gak berani adu pandang sama kak Rosa. "Makasih, kak." Arga mulai buka plastiknya. "Berapa harganya? Nanti uangnya kuganti."
Yang ditanyain menggeleng dengan cepat. "Gak usah. Gak perlu diganti. Santai aja."
Kak Rosa duduk di tepi ranjang gue. Dia mulai ngupas kulit jeruk. Gue jadi ngerasa atmosfer ruangan ini mendadak berat. Suram. Hitam. Sunyi. Gak ada yang berani bikin bercandaan kayak biasanya. Suasana jadi canggung.
Sebenernya dari tadi gue juga mikir kenapa kak Jeffrey ngeliatin Arga kayak gitu. Dan kenapa juga Arga malah jadi diem terus gugup. Bohong kalau dia diem ditambah gugup itu cuma karena laper. Biasanya kalau laper ya langsung aja nyari makanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Invisible
Fanfiction[ Ft. Jeon Wonwoo ] Hanya cerita seputar kehidupan gue, tentang dia yang tak terlihat, and someone who's none other than the most important part of my life. 2019, nanalalunaa.