25. Shadow in the mirror

894 155 26
                                    

Markly
dimana?
lama

Markly
semedi?

Drrttt.

Drrttt.

Drrttt.

Markly is calling...

Prak.

Berisik. Gue membanting ponsel ke lantai. Persetan dengan yang lain, prioritas gue sekarang adalah diri gue sendiri. Gue masih tersendu, masih menangis di pojokan toilet. Entah bagaimana caranya, toilet ini juga sepi. Seolah menjadi pendukung cerita yang gue lalui.

Soal Arga, gue gak tahu gimana selebihnya. Dan gak mau tahu keadaan dia lagi kayak gimana. Gue bener-bener berusaha angkat tangan tentang dia. Ini gak baik, gue yang masih terjerumus di semua urusan tentang dia tuh gak baik. Dia bukan lagi kewajiban gue.

Ting.

Ting.

Ponsel gue menyala lagi. Menampilkan notifikasi dari orang yang tadi menghubungi gue.

Markly
tetep baik, na
jangan aneh-aneh

Ting.

Markly
gue tau lo butuh waktu buat sendiri
jaga diri baik-baik

***

"Gimana tadi?"

"Gak gimana-gimana. Berjalan sewajarnya aja."

"Nice shoot." Erga terkekeh pelan. Dia memutar kemudi untuk keluar dari area kampus. "Kerja bagus."

"Hm."

Mobil udah mulai jalan. Erga memutar lagu yang gue suka. Dia selalu tahu apa yang gue butuhin dalam segala keadaan. Dia yang paling tahu apa mau gue lebih dari diri gue sendiri. Dia yang selalu tahu apa yang gue butuhin tanpa gue bilang sepatah katapun. Termasuk gue yang selalu bilang gak apa-apa, Erga tetap tahu apa yang sebenarnya terjadi.

"Dia masuk?"

"Dia?"

"Just kidding, bae." ujarnya lalu tertawa pelan. "Arga."

"Masuk, kok."

"Gimana keadaannya?"

"Fine aja." jawab gue acuh sekaligus berbohong. "Aku pengen berusaha buat gak mikirin dia lagi. Aku nggak mau kayak gini terus, gak mau terpuruk seolah-olah aku yang paling tersiksa. Eh, tapi emang bener sih aku yang paling tersiksa. Ya, nyoba bodo amat, deh."

"Sip." Erga mengangguk paham. "Makan dulu, ya. Laper pasti."

"Tapi, aku belum bilang Mama." kata gue sambil membuka ponsel guna menghubungi Mama. Tapi, baru satu kata gue ketik, Erga udah bilang terlebih dahulu.

"Aku udah izin."

"Oh." gue manggut-manggut sambil menghapus pesan yang mau gue kirim ke Mama. "Dimana makannya?"

"Kamu maunya dimana?"

"Aku ngikut kamu aja, sih. Kan, kamu yang bawa mobil."

Sambil mengeraskan volume lagu, Erga tersenyum lantas mengangguk. "Siap."

"Udah berani ya sekarang?" ledek gue.

The Invisible Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang