23. It's just a dream

909 167 12
                                    

"Kenapa?" tanyanya. "Baru nyadar kalo lo itu emang gak pantes buat gue?"

"Lo baru nyadar kalo lo emang buruk?"

"Baru nyadar? Hm?"

"B-buruk?"

Kedua kaki gue semakin melangkah ke belakang. Seakan terseret, gue berusaha banget supaya bisa menghentikan langkah kaki gue.

"Lo tau? Gue muak sama semua kebaikan lo. Termasuk kebaikan dari keluarga lo."

"Oh, iya. Apa gue perlu membunuh?" dia terkekeh. "Termasuk, orang yang ngatain gue sampah waktu itu. Kayaknya asik."

"Lucu gak, sih? Mereka mati di hadapan gue?"

"Lucu deh kayaknya. Bakal jadi mainan."

"Arga."

"Hm?"

"A-aku ada salah apa sama kamu?"

Sialan. Membingungkan.

Kenapa kayak gini? Padahal di sini gue yang jadi korban. Kenapa dia malah nyalahin gue? Sebegitu kurangnya kah kebaikan gue ke dia sampai dia berniat membunuh? Bahkan keluarga gue sendiri. Yang faktanya aja semua anggota keluarga gue welcome banget ke Arga.

"Salah?" Arga kian mendekat. "Salah lo besar, Hanna."

"..."

"Dan jujur aja, gue udah gak tahan lagi."

"Aku salah?" gue memberanikan diri buat menyanggah semua omong kosongnya. "Aku selalu berusaha nurutin semua kemauanmu. Kurang apa? Semua yang kubisa selalu kukasih ke kamu, gak ada terkecuali. Di saat kamu terpuruk aku selalu ada, di saat semua ninggalin kamu, aku sama keluargaku nerima kamu tanpa berharap imbalan apapun. Dan kayak gini kamu bilang aku salah?" tanya gue intens dengan sedikit teriak pun nada bergetar.

"Mari balik keadaan. Di sini yang salah itu kamu, bukan aku. Kamu yang nyakitin aku tanpa pernah aku berfikir kamu bakal ngelakuin hal gila sekaligus fatal kayak gini. Mikir. Punya otak nggak sih kamㅡ"

"Gak ada terkecuali kamu bilang?"

"..."

"Nyadar gak, Na? I want your body."

Shit. Bagai disambar petir, demi apapun perkataan Arga menyakitkan banget. So, he leave me because I didn't want to give him my body?

Ya Tuhan.

"K-kamu pergi karena aku gitu?" kedua mata gue semakin memanas. "Jadi, selama ini kamu berharap aku jadi cewek murahan?"

Plak.

Sebuah tamparan keras mendarat di pipi kiri gue. Dan, itu cukup menyadarkan bahwa apa yang gue katakan tadi terlampau kasar.

"Lucu." kata Arga lalu membuang muka. "Lo gak peka atau gimana?"

Gue tercengang. "Selama ini..."

Ini Arga atau bukan? Kenapa dia beda banget? Karena sumpah, Arga gak pernah bersikap melewati batas ke gue. Dia selalu menunjukkan kalau semua sikapnya bahkan semua perlakuannya itu atas dasar rasa sayang, gak lebih dari itu. Dia juga gak pernah menatap gue dengan tatapan yang tajam. Gak pernah sama sekali.

Dia selalu memperlakukan gue seolah gue ini Putri kerajaan. Dia selalu membuat gue merasa bahwa gue adalah perempuan paling beruntung di dunia. Dia selalu menghormati gue dan menjaga gue, sebagai kekasihnya dia.

Tapi, ternyata? All boy's are just the same. Nothing is different, they just satisfy their desires, and few are sincere because of love. Kenapa baru sadar? Bodoh. Yang gue pikir Arga itu cowok baik, ternyata sama aja.

The Invisible Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang