31. Rain in the afternoon

456 66 7
                                    

Sore kali ini begitu menenangkan, menurut gue. Langit yang gelap karena awan hitam. Bau tanah yang basah karena air hujan begitu memanjakan hidung. Segelas teh panas dan kursi kosong di samping kiri, tepatnya ada satu sosok dari jam setengah tiga tadi yang ikut serta menemani. Posisi gue sekarang lagi duduk santai di balkon kamar. Rintik hujan yang semakin lama semakin deras memang bikin merasa lebih nyaman. Tubrukan air yang jatuh dengan genting rumah seakan menjadi harmoni yang tepat saat senja menyapa.

Kalau orang lain yang melihat, mungkin mereka mengira gue duduk sendiri. Tapi, salah. Ada ibu-ibu yang gue maksud di paragraf pertama. Sosok ini gak tahu darimana, dia gak mau cerita. Posisi gue tadi juga welcome buat siapapun yang mau datang. Tentu aja gue filter dulu mana yang nakal dan mana yang nggak.

Sedikit cerita, Ibu ini cantik banget. Gue akui. Kulitnya kuning langsat. Rambutnya hitam legam dan tertata rapi. Bajunya bersih, sama sekali gak ada noda darah ataupun tanah. Dia memakai gaun biru muda yang panjangnya kira-kira sampai mata kaki. Selalu menampilkan senyum manis yang gue anggap membuat suasana lebih hangat ditengah rasa dingin yang menusuk.

"Jadi," gue menelan ludah sebelum memulai pembicaraan. "Ibu namanya siapa?"

Gue sekarang udah bisa bicara sama mereka secara langsung kayak gini. Bersyukur banget bisa menggunakan dua kemampuan, entah melalui batin ataupun secara langsung. Tinggal mana yang gue pilih. Siapa yang mengajarkan? Gue yakin kalian udah tahu. Iya, benar. Kakak gue tercinta yang paling ganteng. Dia yang entah kesambet apa tiba-tiba menyuruh gue buat belajar lebih dalam tentang hal ini. Dulu sewaktu gue minta buat diajarin, dia selalu menolak dengan berbagai alasan. Setiap gue tanya kenapa sikapnya begitu tiba-tiba, pasti dia selalu menjawab dengan kalimat yang sama. "Sia-sia kalo kamu punya kemampuan spesial gini nggak diasah. Harus ditingkatin lagi biar kamu makin bisa membentengi diri." Bijak, ya? Oke. Mari kita acungkan empat jempol buat kak Jef.

"Ibu nggak mau ngasih tau."

Gue yang mendengar jawaban itu lantas tersenyum kecil. Semula gue menolehkan kepala ke kiri, kini gue hadapkan dengan sempurna ke depan. Melihat setiap tetes air hujan yang jatuh tanpa rasa takut. Gue menyamankan posisi duduk supaya lebih rileks.

"Ya udah."

Lagipula, gue gak mau memaksa kalau memang dia gak mau memberi tahu. Cukup dia yang gak bersikap jahil aja gue bersyukur banget. Gue juga gak mau sejauh itu menggali informasi kalau dia gak mengizinkan. Entah untuk yang hidup maupun mati, gue selalu berusaha menghormati dan menghargai privasi mereka.

Hening yang berjarak. Tak ada percakapan antara gue dengan si Ibu selama beberapa menit. Mungkin, dia turut menikmati suasana.

"Kamu udah sembuh?"

Good shot, whoever comes to me will know how I feel. Gue juga heran kenapa yang datang ke gue selalu bisa tahu. Lebih tepatnya, bisa tahu apa yang gue alami. Tanpa sepatah kata yang gue ucapkan, mereka selalu paham. Baik, mari mengesampingkan pemikiran kayak gitu. Karena, ya, dunia ini memang penuh teka-teki. Gak semua bisa dilogika. Gak semua bisa dijawab secara ilmiah. Dari dulu juga sudah sangat jelas kalau kita hidup berdampingan dengan mereka.

"Masih proses." jawab gue setelah satu menit tak kunjung menjawab.

Masuk ke pendengaran bahwa si Ibu di samping ini mengeluarkan suara tawa. Suaranya merdu bahkan jauh dari kata seram. Bersyukur lagi, yang dateng ke gue kali ini nggak sedingin Elsa dan nggak sebar-bar Olaf.

"Ternyata ikhlas itu susah, ya?" celetuk gue random sembari menoleh ke samping kiri. Ibu yang gue pandang saat ini tetap menghadap ke depan dengan senyum manis yang tertera. Kedua netra yang terkesan sayu tetapi menjadi ciri khas kecantikan. Kedua tangan yang ditautkan menambah kesan anggun. Persis keluarga bangsawan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 26, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Invisible Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang